MUSRIADI MUSANIF
BANGUNAN itu tak layak disebut rumah. Dindingnya sudah reot, sebagian hanya ditutupi seng bekas tua. Atapnya? Sebagian ditutupi dengan plastik, sebagian lagi dilindungi seng tua yang terpasang sudah tak rapi lagi. Kalau hujan, atap tak seutuhnya bisa melindungi penghuni dari siraman air. Lantai tanahnya pun jadi becek. Gubuk nelangsa! Itulah sebutan pas untuk kediaman wanita tua itu. Zubaidah, seorang nenek yang sudah berumur 110 tahun. Di usianya yang sudah demikian renta, sang nenek menjalani masa tuanya dengan penuh kenelangsaan. Inilah potret perjuangan 66 tahun Indonesia di kota Serambi Mekkah! Nestapa panjang telah dijalani sang nenek bertahun-tahun. Di gubuknya yang memilukan, terletak di RT II Kelurahan Tanak Pak Lambiak, Padang Panjang Timur, dia merajut hidup dari hari ke hari. Sepi! Sendiri! Untuk pengganjal perut, karena tenaganya yang sudah jauh berkurang seiring dengan usianya yang di atas satu abad, Nenek Zubaidah selalu berharap belas kasihan tetangga. Terkadang, sang nenek juga menerima pemberian dari seorang anaknya, yang kehidupannya juga tidak lebih baik. Pengakuan sang nenek, hari-hari terasa penjang ketika dia menjalani kesendirian di gubuk itu. Ketika malam tiba, dinginnya udara Padang Panjang menembus sela-sela dinding. Menggigil. Untunglah, terkadang ada juga cucunya yang mau datang menemaninya menjalani malam-malam dingin tersebut. “Saya punya anak 16 orang, 10 meninggal dunia, kini tinggal enam. Yang lima merantau ke luar Padang Panjang. Mereka jarang menjenguk saya. Satu anak saya tinggal di Kelurahan Koto Panjang. Cucu saya dari anak itulah yang sering menemani kalau sudah malam,” kata Nenek Zubaidah kepada Singgalang, Rabu (17/8). Kendati mengaku masih harus menjalani kesendirian di usia tua, namun kini sang nenek mengaku bersyukur kepada Allah. Gubuk tua itu dua hari lalu sudah tak berbentuk lagi. Dirubuhkan oleh sekelompok masyarakat, terdiri dari Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) bekerjasama dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Tanak Pak Lambik. Gubuk itu telah berganti rumah sederhana yang layak huni. “Sudah berdosa pula kita rasanya, di belakang pemukiman kelas menengah, orang-orang akademis dan pengusaha, ternyata masih ada warga yang hidup menderita, tinggal di gubuk yang tak layak huni. Masalah ini sudah lama jadi perhatian, sayang, karena sulitnya menghimpun dana, baru kinilah kami bisa membahagiakan nenek dhuafa itu,” ujar Asrizallis Zein, koordinator PSM Tanak Pak Lambiak, di sela-sela kegiatan bedah rumah tersebut. Ditaksir, imbuhnya, dana swadaya masyarakat yang berhasil dihimpun untuk membangunkan kediaman sederhana namun layak huni bagi Nenek Zubaidah mencapai Rp11 juta. Rumah yang dibangun terdiri dari rumah induk ukuran 4x4 meter, dapur dan ruangan makan 5x4 meter. Total 9x4 meter. Berakhirkah kerisauan lima anggota PSM yang dikoordinir Asrizallis di Tanak Pak Lambiak itu, terutama setelah mereka berhasil membangunkan rumah idaman bagi Nenek Zubaidah? Ternyata belum. Sedikitnya, terdapat dua gubuk lagi yang kondisinya tidak kalah memprihatinkan dibandingkan dengan gubuk nelangsa milik Nenek Zubaidah. Keduanya terletak di RT III dan RT V. “Kami berharap, pemerintah kota dan Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Padang Panjang punya kepedulian terhadap persoalan seperti ini. Padang Panjangh belum bebas dari kemiskinan akut. Di dalam wilayah Kota Padang Panjang, ada puluhan gubuk nelangsa lain. Mereka perlu perhatian serius,” katanya. Dari sekian banyak kebutuhan konsumtif dan produktif yang dibagi-bagikan BAZ, menurut Asrizallis, tidak akan mengurangi makna, bila dialokasikan pula untuk membedah rumah-rumah kaum dhuafa yang bertebaran di berbagai lorong dan sudut kota. (*) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar