AFP/GIANLUIGI GUERCIA
Puluhan ribu warga Libya di Benghazi, Libya timur, merayakan apa yang oleh para pemberontak diklaim sebagai kebangkitan perlawanan pertama melawan rezim Moammar Khadafy di Tripoli, ibu kota Libya, Minggu (21/8). Ledakan dan baku tembak terdengar di Tripoli, Sabtu malam, dan para saksi mata melaporkan melihat pertempuran di beberapa wilayah di Tripoli.
TERKAIT:
TRIPOLI, KOMPAS.com - Agen rahasia Badan Pusat Intelijen AS dan Barat, termasuk M16 Inggris, diduga memiliki kedekatan emosional, bersahabat karib dengan agen intelijen rezim Libya, Moammar Khadafy. Mereka bekerja sama dalam banyak hal, termasuk penangkapan dan pengiriman para teroris.
Masalah itu terungkap dalam sejumlah dokumen rahasia yang ditemukan di Tripoli seperti dilaporkanAFP, Sabtu (3/9). Tumpukan dokumen ditemukan wartawan dan aktivis Human Rights Watch di gedung Keamanan Luar Negeri Libya yang pernah dipimpin oleh Moussa Koussa.
Koussa adalah Menteri Luar Negeri terakhir Libya yang membelot dari Khadafy, dan kini berada di London untuk mencari suaka politik dari Inggris. Selain itu, dokumen rahasia mata-mata rezim Libya itu juga ditemukan di ruang Kepala Intelijen Abdullah al-Sennousi yang tidak lain adalah ipar Khadafy.
Tumpukan dokumen itu adalah hasil korespondensi agen mata-mata Libya dengan Badan Pusat Intelijen AS (CIA) dan M16 Inggris antara tahun 2002 dan 2007. Meski demikian, sebagian besar dokumen itu terkonsentrasi pada 2003-2004 ketika Koussa menjabat Kepala Organisasi Keamanan Luar Negeri.
Hubungan manis
Tampaknya intel Libya memiliki ”hubungan yang manis” dengan agen CIA dan MI6. Misalnya, dalam dokumen itu tertulis kata-kata bersahabat, seperti dari ”temanmu” atau ”salam dari M16”. Dalam satu memo yang terselip di antara serakan dokumen hasil korespondensi itu, seorang agen Inggris bahkan mengirim ucapan selamat Natal.
Inti dokumen, antara lain, meliputi agenda kegiatan intelijen bersama, pengiriman proposal dan jadwal kegiatan, serta daftar pertanyaan untuk menginterogasi para tersangka teroris. Juga ada satu pidato yang tampaknya ditulis oleh agen CIA untuk Khadafy. Dia menyerukan terciptanya zona bebas senjata penghancur massal di Timur Tengah.
Ada juga dokumen terkait dengan rahasia penangkapan seorang militan kelompok garis keras Libya pada 2004 di Malaysia. Terungkap tentang perjalanan Abdullah al-Shadiq, orang yang dimaksud, dan istrinya yang sedang hamil dari Kuala Lumpur ke Bangkok, Thailand, untuk seterusnya ke Libya.
Sekarang Shadiq telah berganti nama menjadi Abdul Hakim Belhaj. Dia adalah salah satu komandan pasukan revolusi oposisi di Tripoli. Belhaj adalah mantan Pemimpin Kelompok Perlawanan Islam Libya (LIFG), salah satu organisasi yang saat ini berusaha menghabisi Khadafy. Dalam dokumen itu, agen mata-mata Barat dan Libya ingin memberikan hukuman berat bagi Belhaj.
Belhaj mengatakan, agen-agen CIA menyiksanya di sebuah penjara rahasia di Thailand sebelum ia kembali ke Libya dan dijebloskan ke penjara Abu Salim, Libya, yang terkenal itu. Dia menegaskan, dia tidak pernah menjadi teroris. Dia yakin penangkapannya sebagai reaksi terhadap apa yang disebut sebagai ”peristiwa tragis nine eleven (9/11)—aksi teror bom terburuk yang menghantam menara kembar World Trade Center dan Pentagon di Amerika Serikat.
Beberapa waktu lalu, ketika sebagian besar Uni Afrika mengakui kepemimpinan oposisi Libya, Aljazair justru menyampaikan protes dan tidak mengakuinya karena oposisi tidak bersih. Dewan Transisi Nasional (NTC) Libya dicap tidak bersih karena ada tokohnya yang berasal dari jaringan garis keras.
Dokumen lain adalah nota Stephen Kappes, tokoh kedua CIA pada 2004, kepada Koussa. Nota itu dimulai dengan kata-kata bersahabat antara kedua pejabat tinggi intelijen itu. Intel Inggris, seperti terungkap dari dokumen, bersedia melacak nomor-nomor telepon penting untuk Libya.
Menteri Luar Negeri Inggris William Hague tidak bersedia mengomentari penemuan dokumen itu. Jennifer Youngblood, juru bicara CIA, juga tak mau berkomentar. Banyak pihak meragukan kebenarannya karena dokumen itu tanpa kepala surat lazimnya surat resmi.(AFP/AP/CAL)
Masalah itu terungkap dalam sejumlah dokumen rahasia yang ditemukan di Tripoli seperti dilaporkanAFP, Sabtu (3/9). Tumpukan dokumen ditemukan wartawan dan aktivis Human Rights Watch di gedung Keamanan Luar Negeri Libya yang pernah dipimpin oleh Moussa Koussa.
Koussa adalah Menteri Luar Negeri terakhir Libya yang membelot dari Khadafy, dan kini berada di London untuk mencari suaka politik dari Inggris. Selain itu, dokumen rahasia mata-mata rezim Libya itu juga ditemukan di ruang Kepala Intelijen Abdullah al-Sennousi yang tidak lain adalah ipar Khadafy.
Tumpukan dokumen itu adalah hasil korespondensi agen mata-mata Libya dengan Badan Pusat Intelijen AS (CIA) dan M16 Inggris antara tahun 2002 dan 2007. Meski demikian, sebagian besar dokumen itu terkonsentrasi pada 2003-2004 ketika Koussa menjabat Kepala Organisasi Keamanan Luar Negeri.
Hubungan manis
Tampaknya intel Libya memiliki ”hubungan yang manis” dengan agen CIA dan MI6. Misalnya, dalam dokumen itu tertulis kata-kata bersahabat, seperti dari ”temanmu” atau ”salam dari M16”. Dalam satu memo yang terselip di antara serakan dokumen hasil korespondensi itu, seorang agen Inggris bahkan mengirim ucapan selamat Natal.
Inti dokumen, antara lain, meliputi agenda kegiatan intelijen bersama, pengiriman proposal dan jadwal kegiatan, serta daftar pertanyaan untuk menginterogasi para tersangka teroris. Juga ada satu pidato yang tampaknya ditulis oleh agen CIA untuk Khadafy. Dia menyerukan terciptanya zona bebas senjata penghancur massal di Timur Tengah.
Ada juga dokumen terkait dengan rahasia penangkapan seorang militan kelompok garis keras Libya pada 2004 di Malaysia. Terungkap tentang perjalanan Abdullah al-Shadiq, orang yang dimaksud, dan istrinya yang sedang hamil dari Kuala Lumpur ke Bangkok, Thailand, untuk seterusnya ke Libya.
Sekarang Shadiq telah berganti nama menjadi Abdul Hakim Belhaj. Dia adalah salah satu komandan pasukan revolusi oposisi di Tripoli. Belhaj adalah mantan Pemimpin Kelompok Perlawanan Islam Libya (LIFG), salah satu organisasi yang saat ini berusaha menghabisi Khadafy. Dalam dokumen itu, agen mata-mata Barat dan Libya ingin memberikan hukuman berat bagi Belhaj.
Belhaj mengatakan, agen-agen CIA menyiksanya di sebuah penjara rahasia di Thailand sebelum ia kembali ke Libya dan dijebloskan ke penjara Abu Salim, Libya, yang terkenal itu. Dia menegaskan, dia tidak pernah menjadi teroris. Dia yakin penangkapannya sebagai reaksi terhadap apa yang disebut sebagai ”peristiwa tragis nine eleven (9/11)—aksi teror bom terburuk yang menghantam menara kembar World Trade Center dan Pentagon di Amerika Serikat.
Beberapa waktu lalu, ketika sebagian besar Uni Afrika mengakui kepemimpinan oposisi Libya, Aljazair justru menyampaikan protes dan tidak mengakuinya karena oposisi tidak bersih. Dewan Transisi Nasional (NTC) Libya dicap tidak bersih karena ada tokohnya yang berasal dari jaringan garis keras.
Dokumen lain adalah nota Stephen Kappes, tokoh kedua CIA pada 2004, kepada Koussa. Nota itu dimulai dengan kata-kata bersahabat antara kedua pejabat tinggi intelijen itu. Intel Inggris, seperti terungkap dari dokumen, bersedia melacak nomor-nomor telepon penting untuk Libya.
Menteri Luar Negeri Inggris William Hague tidak bersedia mengomentari penemuan dokumen itu. Jennifer Youngblood, juru bicara CIA, juga tak mau berkomentar. Banyak pihak meragukan kebenarannya karena dokumen itu tanpa kepala surat lazimnya surat resmi.(AFP/AP/CAL)
Sumber :
Kompas Cetak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar