Ini adalah peringatan hari Pahlawan yang sangat berarti bagi rakyat Indonesia di Sumater Barat. Karena tahun ini ada dua nama yang sangat berkait berkelindan dengan Sumatera Barat yang ‘diresmikan’ menjadi pahlawan nasional oleh negara. Kedua pahlawan itu adalah H. Abdul Malik Karim Amarullah yang lebih dikenal dengan akronim HAMKA , serta Mr. Sjafroeddin Prawiranegara yang julukannya adalah si Pending Emas itu.
Kenapa perlu kita beri tanda kutip pada kata ‘diresmikan’ itu? Adalah karena selama bertahun-tahun kedua nama besar itu adalah merupakan pahlawan yang sebenar-benar pahlawan di hati rakyat di Sumatera Barat dan disebagian besar wilayah Indonesia tentunya. Sepak terjang kedua tokoh itu tidak pernah seujunng kuku pun disangsikan rakyat sebagai sepak terjang pahlawan. Dengan caranya masing-masing Hamka dan Sjafroeddin berjuang merebut kemerdekaan dari tangan penjajah asing. Dan ketika proklamasi selesai dikumandangkan, keduanya juga terlibat sangat aktif mengisi kemerdekaan ini. Bahkan kemudian sampai akhir hayat kedua, tak setitik nila yang mencederai hati kita untuk berpaling dari jiwa kepahlawanan Buya Hamka dan Pak Sjaf.
Pemerintahan orde lama dan orde baru sama-sama tidak membukakan pintu kepada kedua tokoh ini. Yang pertama lataran suara lantang mereka menegakkan yang haq dan mengecam kebathilan. Yang kedua keduanya sama-sama ikut dalam pergerakan rakyat yang dikenal dengan PRRI/Permesta.
Tetapi selama masa orde baru, usulan-usulan berbagai pihak kepada pemerintah agar kepada keduanya diberikan pengakuan sebagai pahlawan nasional selalu saja mentok. Kurang lebih alasannya adalah alasan politis seperti itu tadi. Namun baik Hamka maupun Sjafroeddin sama-sama tidak pernah seujung kuku pun menghendaki pengakuan gelar pahlkawan nasional dari negara itu. Mereka ikut berjuang bukan lanataran untuk mengejar prediket dan gelar. Tapi semata karena memang panggilan keharusan, panggilan ibu pertiwi.
Jika Hamka diusulkan rakyat Sumatera Barat, maka Sjafroeddin diusulkan oleh banyak provinsi. Tentu saja Provinsi Jawa Barat dan Banten tempat kelahirannya dan tempat ia dibesarkan.
Sjafroeddin seolah-olah lebih dikenal sebagai orang Sumatera Barat. Persinggungannya selama hampir setahun di berbagai pelosok nagari Sumatera Barat dengan rakyat daerah ini selama masa PDRI membuat Pak Sjaf sedemikian dekatnnya dengan rakyat. Lalu ditambah beberapa bulan kemudian –juga di hutan-hutan Sumatera Barat—Pak Sjaf bersama sebagian besar rakyat di daerah ini angkat senjata menentang pemerintah pusat yang dia nilai tidak adil terhadap daerah. Sjafroeddin yang orang Sunda justru rela hidup di hutan-hutan Sumatera Barat –dan terakhir di rimba Pinarik Tapanuli Selatan—demi memperjuangkan apa yang dia yakini sangat tidak adil.
Sjaf dkk memperjuangkan otonomi daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah serta menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah mundur dari Konstituante, Sjaf memang pergi ke Sumatera Barat. Lalu seperti kita ketahui ia berbaur dengan ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, militer, tokoh pergerakan, akademisi dan orang-orang sepaham untuk menuntut keadilan lewat bendera PRRI.
Sedang Hamka yang masih bertahan di Konstituante tetap bersuara lantang kepada pemerintahan Soekarno yang dia nilai amat otoriter. Bahkan dia menolak tegas adanya apa yang dikenal sebagai Front Nasional bentukan Bung Karno yang sedang senang-senangnya meneriakkan Demokrasi Terpimpin.Agaknya itu pula yang membuat Buya tersudut dan dianggap condong ke PRRI oleh Soekarno dkk. Persisnya Soekarno dan partai pendukungnya PKI tentu menganggap Hamka adalah tokoh yang reaksioner dan kontrarevolusioner. Kedua istilah itu adalah istilah yang menakutkan di zaman itu sebab itu berkonotasi menentang pemerintah. Hingga kemudian Buya Hamka dijeblos ke penjara pada 1964 tanpa diadili.
Sampai masa orde baru pun keduanya memang tidak banyak bersentuhan dengan pemerintah lagi. Keduanya lebih banyak terlibat dalam dakwah dan dunia tulis menulis. Mereka lebih banyak dekat dengan ummat dibanding terlibat politik lagi.
Namun, bak kata orang bijak, berlian akan senantiasa berkilau sekalipun di dalam kubangan. Pak Sjaf dan buya Hamka adalah dua sosok pemimpin rakyat yang melakukan perjuangannya demi orang banyak tanpa berharap apa-apa. Ketulus-ikhlasan sungguh merupakan cermin kepribadian keduanya.
Maka sekalipun banyak yang menilai terlambat, peresmian gelar pahlawan nasional kepada Pak Sjaf dan buya Hamka sungguh membahagiakan rakyat khususnya di Sumatera Barat. Apa yang diberikan keduanya kepada rakyat, agaknya oleh rakyat sendiri baru akan terasa ‘lansai utang’ apabila kepada keduanya sudah diberikan pengakuan kepahlawanan nasional itu oleh negara. Keduanya adalah pahlawan di hati rakyat, karena itu negara layak meresmikannya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar