MENGENANG MR SJAFROEDDIN PRAWIRANEGARA
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) terbentuk pada tanggal 19 Desember 1948 dalam mengisi kekosongan kepemimpinan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hari bersejarah itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Bela Negara (HBN) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Keppres Nomor 28 Tahun 2006.
Perjuangan PDRI identik dengan Mr. Sjafroeddin Prawiranegara yang menjadi Presiden PDRI. Pejuang yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2011 ini pernah tinggal di Nagari Pagadih, Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam lebih kurang tiga bulan pada tahun 1949. Nagari Pagadih berada sekitar 18 kilometer dari tepi jalan raya yang arah Barat dari nagari tersebut. Jalan raya tersebut tepatnya dari Simpang Angge Kecamatan Palupuh. Nagari Pagadih juga berjarak sekitar 12 km dari daerah Limapuluh Kota yang berada di sebelah Timur dari Nagari Pagadih. Diteruskan ke timurnya lagi, Nagari Pagadih terhubung dengan daerah Kota Payakumbuh yang berjarak sekitar 32 km dari nagari tersebut.
Hinggga kini, setelah 66 tahun Indonesia merdeka, nagari tersebut masih kelihatan seperti hutan yang perawan. Sama seperti nama nagarinya jika diartikan dalam bahasa Minangkabau (Nagari Pagadih).
Di sanalah Pahlawan Sjafroeddin Prawiranegara pernah tinggal selama lebih kurang tiga bulan pada tahun 1949. “Di sini ia tinggal di sebuah musala yang yang sekarang sudah tidak aktif lagi. Ia tinggal bersama beberapa pejuang Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) lainnya,” kata salah seorang pemuka masyarakat Nagari Pagadih Dt. Lenggang Sampono, Kamis (16/12).
Dt. Sampono mengetahui hal ini karena ketika Sjafroeddin Prawiranegara tinggal di sana ia telah menduduki bangku Sekolah Rakyat (SR).
Banyak hal yang telah dilakukan Sjafroeddin Prawiranegara selama tiga bulan tersebut. Musala yang ia tempati tersebut merupakan salah satu tempat persembunyian baginya dari pencarian tentara Belanda yang masih ingin menjajah Indonesia.
“Di musala tersebutlah Sjafroeddin juga menyusun strategi bersama tentara perang Indonesia untuk melawan penjajah Belanda,” jelas Dt. Sampono yang telah berusia 74 tahun itu.
Bersama tentara penjajah dan warga yang ada di Pagadih, ketua PDRI tersebut melakukan ronda malam. Sebuah kenangan yang tidak bisa dilupakan warga setempat adalah makan baonggok (makan nasi bungkus) bersama Sjafroeddin Prawiranegara yang disediakan penduduk setempat. Baik penduduk yang perempuan maupun yang laki-laki.
Namun, Nagari Pagadih tidak dijadikan sebagai tempat menetap oleh Sjafroeddin. Sebab Syafruddin yang saat itu berstatus dicari-cari tentara Belanda, selalu berpindah-pindah. Namun dalam waktu-waktu tertentu dalam tiga bulan tersebut Sjafroeddin terus kembali ke Pagadih.
Hingga akhirnya tawanan politik Indonesia Soekarno dan Hatta (Presiden dan Wakil Presiden) dilepaskan lagi oleh Belanda, Sjafroeddin pun menyerahkan kembali kepemimpinan Indonesia kepada Soekarno-Hatta. Hingga sebelum beliau meninggalkan Nagari Pagadih sekitar bulan Juli 1949 itu, Sjafroeddin mengusulkan Pagadih dibentuk menjadi sebuah nagari.
“Jadi nagari ini telah terbentuk sejak 1949 lalu,” kata mantan Ketua Karapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Pagadih tersebut.
Nagari Tertinggal
Walau demikian, Nagari Pagadih yang telah ada sejak tahun 1949 itu, dan merupakan salah satu tempat persembunyian Pahlawan Sjafroeddin Prawiranegara, ternyata hingga sekarang tidak banyak mengalami perubahan.
Nagari tersebut masih seperti nagari pada 60 tahun yang lalu. Masih alami dan belum banyak mengalami perkembangan.
Penerangan sudah ada, jalanpun telah dibangun. Namun hanya seadanya. Jalan tersebut sekarang telah tampak mengecil karena semak di tepi jalan terus meninggi karena tidak pernah dipotong. Lubang jalan pun telah besar-besar. Aspal kasar itu sekarang telah tampak hancur. Kondisi jalan yang parah itu sekitar 8 km dari 18 km panjang jalan menuju Pagadih dari jalan raya atau dari Simpang Angge Palupuh.
Fasilitas lainnya seperti fasilitas pendidikan, ekonomi, fasilitas pertanian, dan lainnya juga masih tanpak minim sakali. Di dalam sana hingga sekarang ada dua mesjid yang masih terbengkalai, satu taman kanak-kanak (TK) dua SD dan satu SMP. SMA Belum ada, apa lagi universitas. Sehingga setelah tamat SMP, pelajar di sana terpaksa merantau dulu.
Begitupun fasilitas ekonomi yang salahsatunya termasuk jalan tadi. Yang lainnya fasilitas ekonomi non fisik seperti semacam pelatihan atau pendidikan tentang perekonomian sudah tentu jarang sekali didapatkan. Begitupun dengan fasilitas di bidang lainnya.
Patut Disetarakan
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Provinsi Sumbar, Leonardy Harmainy, Dt. Bandaro Basa, mengatakan, nagari tersebut memang memiliki sejarah tentang perjuangan PDRI.
“Nagari tersebut perlu disetarakan dengan nagari-nagari bersejarah lainnya. Terutama yang mengandung sejarah perjuangan tentara Indonesia melawan penjajah belanda. Seperti Kota Bukittinggi yang begitu mendapat perhatian dan ditata begitu rapi dan kelestarian benda-benda bersejarah yang begitu dijaga. Nagari Pagadih perlu dibenahi,” kata Leo.n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar