Enam anggota Polsekta Bukittinggi, Bripka AM, Bripka RM, Brigadir DM, Brigadir DA, Brigadir FV dan Briptu BH, kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Bukittinggi, Selasa (3/7).
Pada sidang kedua kasus pembunuhan Erick Alamsyah (21), tangkapan Polsekta Bukittinggi, tiga penasehat hukum dari Polda Sumbar dan Polresta Bukittinggi, Zulfia SH, Hafnizal SH dan Amnizal SH selaku Penasehat Hukum terdakwa AM Muntarizal cs, hadir menyampaikan eksepsinya kepada majelis hakim.
Sementara itu, Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang sebagai Penasehat Hukum korban Erick merasa kecewa, karena pihak kejaksaan tidak pernah memberitahukan jadwal persidangan tersebut kepada mereka. Sehingga sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tanggal 26 Juni 2012 lalu, tidak dihadiri oleh penasehat hukum korban.
“Kami merasa tertipu, karena sidang pertama kami sama sekali tidak mengetahui jadwal persidangannya. Kami telah memasukkan surat ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar sebulan lalu, bahwa kami telah diberi kuasa untuk menjadi penasehat hukum korban. Namun anehnya, kami sama sekali tidak diberitahu jadwal sidangnya,” ujar Roni Saputra, salah seorang penasehat hukum korban.
Roni menuturkan, telah mengkonfirmasikan permasalahan tersebut ke Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bukittinggi. Namun Kajari Bukittinggi mengklaim telah mendisposisikan surat kuasa tersebut ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun ketika Roni bertanya ke JPU, dua JPU Eva Susanti dan Ahmad Hasurungan Harahap malah mengaku belum menerima surat disposisi tersebut.
Oleh karena itu, LBH Padang menurut Roni, akan mendesak Kejati Sumbar untuk memberikan sanksi kepada Kejaksaan Negeri Bukittinggi. Selain menjadi penasehat hukum korban keluarga Erik Alamsyah, LBH Padang juga menjadi penasehat hukum dua terdakwa kasus pencurian sepeda motor (curanmor) dengan terdakwa Marjoni dan Nasution.
“Kasus curanmor itu sendiri telah memasuki sidang ketiga. Dan kami baru mengetahuinya ketika jadwal persidangan ketiga ini. Dalam kasus ini, kami telah kehilangan hak mengajukan eksepsi terdakwa, dan apa yang telah dilakukan kejaksaan merupakan bentuk dari pelanggaran KUHAP,” tegas Roni.
Terkait eksepsi yang diajukan penasehat hukum terdakwa AM Muntarizal cs pada persidangan kemarin, penasehat hukum terdakwa menilai dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum (JPU) tidak jelas, tidak teliti dan tidak akurat. JPU dinilai menghilangkan beberapa fakta prosedur penangkapan, dan hanya mengambil fakta-fakta yang menguntungkan penuntut saja.
Mereka juga menilai JPU tidak konsisten dalam membuat dakwaan. Dalam surat dakwaan JPU mencantumkan kesimpulan matinya korban karena akibat luka terbuka di kepala bagian kiri belakang. Namun dalam uraian dakwaan, tidak ada satupun kalimat tersebut dijelaskan JPU.
Selain itu, penasehat hukum terdakwa AM Muntarizal cs juga menilai, surat dakwaan JPU tidak menjelaskan unsur-unsur pidana yang didakwakan, serta tidak menyebutkan unsur pasal yang didakwakan kepada terdakwa.
Oleh karena itu, mereka memohon kepada majelis hakim untuk menerima eksepsi dari penasehat hukum terdakwa, serta menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.
Seperti diberitakan sebelumnya, tangkapan Polsekta Bukittinggi, Erick Alamsyah, warga Cupak Solok, tewas ketika dalam perjalanan dari Mapolsekta Bukittinggi menuju Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi.
Diduga kuat Erick tewas setelah dianiaya oknum polisi di ruangan Subnit Opsnal Reskrim Polsekta Bukittinggi, karena di sekujur tubuh korban dipenuhi luka tusuk dan lebam, hanya beberapa jam setelah ditangkap di kawasan Anak Aia Mandiangin Bukittinggi pada 30 Maret 2012 lalu.
Sebelumnya, pihak keluarga Erick mengaku ditipu oleh anggota Polsekta Bukittinggi yang mengatakan korban meninggal akibat kecelakaan, yakni bertabrakan sesama kendaraan bermotor. Atas dasar itu, pihak keluarga mau saja menandatangi surat pernyataan agar jenazah Erick tidak diotopsi. Namun, kenyataannya Erick meninggal setelah diinterogasi oleh anggota Polsekta Bukittinggi atas kasus dugaan curanmor.
Keterangan ayah korban, Alamsyafuddin (50) mengakui bahwa berita kematian anaknya tersebut diketahui pada hari Jumat (30/3) malam hari, saat rumahnya didatangi langsung oleh tiga petugas Polsekta Bukittinggi dan seorang anggota Polsekta Talang.
Terkait kasus ini, Kapolsekta Bukittinggi Kompol Dessi Kurniati telah dicopot dari jabatannya dan masih menjalani proses hukum di Mapolda Sumbar. Sementara Wakapolsekta Bukittinggi AKP Akhiruddin yang sempat dimintai keterangan di Mapolda Sumbar, kini telah kembali dan bertugas seperti biasanya. (h/wan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar