Warga Kota Bukittinggi dan sekitarnya, berhamburan ke luar rumah, menyusul terjadinya gempa berkekuatan gempa berkekuatan 4 SR pukul 07:17:06 WIB dengan kedalaman 10 Km berlokasi di darat, 7 km Barat Bukittinggi, dan dirasakan warga Bukittinggi, Agam dan Padangpanjang.
Gempa yang berpusat di Ngarai Sianok itu, menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kembali terjadi pada pukul 07:25:38 WIB dan 15.04 WIB (lihat grafis). Namun belum ada laporan terjadinya kerusakan bangunan yang disebabkan gempa di kota tujuan wisata di Sumbar itu. Gempa juga tidak memengaruhi aktivitas Gunung Marapi.
Menurut Kepala Pos Pengamatan Gunungapi Marapi Bukittinggi Warseno, sampai saat ini Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) masih menetapkan Marapi berstatus waspada level II. Meski begitu, Warseno mengakui sejak sembilan hari terakhir, terjadi gempa tektonik mencapai 66 kali di kawah gunung. ”Pada Selasa (19/2), sekitar pukul 00.23 WIB, terekam satu kali letusan. Sebelumnya pada Sabtu (16/2), sekitar pukul 11.37 WIB, gunung mengalami satu kali gempa tremor,” jelasnya.
Sementara pada 10 Februari lalu, gunung mengalami gempa tremor satu kali, satu kali letusan, dan satu kali vulkanik dalam. Pada 12 Februari 2013 satu kali vulkanik dalam, dan pada 14 Februari 2013 satu kali vulkanik dangkal. “Saya mengimbau masyarakat untuk tidak beraktivitas dalam radius 3 Km dari pucak gunung, karena kawasan itu tergolong rawan bencana III yang berpotensi berdampak langsung apabila gunung meletus,” ingatnya.
Tak Ada Kerusakan
Kendati getaran gempa sangat dirasakan warga Bukittinggi dan sekitarnya, tapi tidak menimbulkan kerusakan bangunan di kota wisata itu. ”Kami sudah ke lokasi, tapi sejauh ini tidak ada kerusakan akibat gempa berkekuatan 4 SR pukul 07.17 WIB dan 3,1 SR pukul 07.25 WIB itu,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPBD) Kota Bukittinggi, Nofrianto kepada Padang Ekspres, kemarin.
Ke depan, BPBD berencana meningkatkan sosialisasi penanganan bencana kepada masyarakat karena Bukittinggi masuk daerah rawan bencana, seperti gempa dan longsor. Ancaman bencana longsor berpotensi terjadi di sepanjang bibir Ngarai Sianok dengan kedalaman lebih 100 meter. Saat ini puluhan kepala keluarga (KK) bertempat tinggal di daerah itu.
”KK yang tinggal di daerah rawan longsor tersebut bertempat tinggal di sepanjang bibir Ngarai Sianok. BPBD telah minta warga selalu waspada,” katanya. Warga yang tinggal di bibir Ngarai Sianok tersebut terdapat di lima kelurahan, yakni Kelurahan Birugo, Belakang Balok, Bukit Cangan, Kayu Kubu dan Bukit Apit.
Kelima kelurahan itu telah ditetapkan sebagai daerah rawan bencana longsor, karena berada di pinggir Ngarai Sianok yang berkedalaman lebih 100 meter. Saat terjadinya gempa bumi pada 2007 lalu, bibir Ngarai Sianok terban, beberapa rumah warga jatuh ke dasar ngarai.
Warga yang tinggal di sepanjang bibir Ngarai telah direlokasi ke tempat lain. Sayangnya, warga kembali tinggal di lokasi itu. Salah satu langkah yang akan dilakukan untuk mencegah warga tidak lagi tinggal di bibir Ngarai, dengan menjadikan daerah itu sebagai kawasan hijau.
”Saat ini langkah tersebut sulit dilakukan karena akan membutuhkan biaya besar untuk memindahkan warga yang tinggal di sepanjang bibir Ngarai itu,” jelasnya.
Saat ini BPBD hanya bisa berharap timbul sendiri kesadaran dari warga untuk meninggalkan lokasi tempat tinggal mereka yang berada di lokasi rawan bencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar