ALFIAN JAMRAH
Sejenak Sumatra Barat sedang ramai, sedang heboh, sedang baralek gadang meng gelar iven internasional balap sepeda yang bertajuk Tour de Singkarak, 1-9 Juni untuk kelima kali.
Kebetulan saya ikut serta mempersiapkan dan sebagai panitia penyelenggara selama tiga tahun sejak yang pertama pada 2009 hingga 2011 untuk wilayah Kabupaten Tanah Datar.
Sedangkan pada iven keempat di 2012 hanya ikut persiapan awal saja. Jadi sedikit banyak saya tahu juga tentang alek yang telah mendunia ini dan ingin ikut meng kaji sejauh mana kedekatannya dengan kita.
Awalnya, pada 2009 ajang ini digagas Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) untuk membantu mempromosikan destinasi wisata Sumbar ke tingkat dunia.
Apalagi waktu ini negeri awak baru saja ditimpa bencana gempa bumi tahun 2007 yang agak membuat kecut wisatawan datang ke ranah ini.
Ditambah lagi peristiwa gempa bumi yang lebih besar pada 30 September 2009. Ternyata upaya ini cukup berhasil dan membuat orang tidak merasa takut datang ke Sumbar. Katanya, ajang internasional saja ada di sini dan sukses lagi!
Kemudian Kemenbudpar juga berharap agar kegiatan Tour de Singkarak dapat merangsang daerah ini dalam memajukan dunia pariwisata. Kita diperkenalkan pada sebuah alek berskala du nia yang diikuti belasan negara dan ratusan pembalap dunia serta ribuan orang tamu.
Yang menarik memang kita dibimbing bagaimana cara mengelola sebuah iven internasional, melayani tamu asing dari berbagai negara, menyediakan makanan dengan selera global, membuat promosi level dunia dan mempersiapkan sarana prasarana, bahkan sampai ketersediaan toilet duduk pun diberitahu.
Juga disosialisasikan bagaimana seharusnya sikap masyarakat yang menyaksikan agar bisa menjadi penonton berkualifikasi internasional. Kita sangat merasakan sentuhan-sentuhan tersebut dan masyarakat kita sudah bisa jadi masyarakat kelas dunia dalam mengurus pariwisata.
Selain itu Kemenbudpar juga berharap agar pelaksanaan iven pariwisata yang dipadukan dengan olahraga ini juga memberi dampak besar dalam pembenahan objek-objek wisata.
Misalnya perbaikan toilet yang rata-rata masih kumuh, fasilitas dan sarana yang bersih, penyediaan lahan parkir yang memadai, penyediaan informasi yang lengkap, pengadaan makanan yang berkualitas serta pelayanan yang menyenangkan di objek wisata.
Jadi pelaksanaan Tour de Singkarak bukan hanya sekedar alek gadang saja, tetapi lebih jauh adalah untuk mentransfer keahlian dalam mengurus dunia pariwisata dan mengajak warga kita menjadi bagian masyarakat pariwisata dunia. Nah, setelah empat kali dilaksanakan tentu budaya pariwisata dunia tersebut sudah menular di daerah kita.
Rasanya kita juga perlu mengkaji lebih jauh tentang manfaat apa saja yang telah diperoleh dari iven yang berbanderol belasan miliar rupiah tersebut. Dan tentunya juga mencari tahu tentang kelemahan-kelemahan yang ada untuk perbaikan di masa datang. Jadi tajuknya TdS dan Kita.
Bagaimana signifikansinya dengan kemajuan objek-objek wisata, atraksi budaya, kuliner, promosi, transportasi, souvenir dan sebagainya. Yang perlu juga melihat dampak ekonominya terhadap masyarakat secara keseluruhan, mulai dari rumah makan kecil, pedagang kecil, sanggar-sanggar seni tradisi, pembuat dan penjual makanan kecil dan sebagainya.
Maka ada dua hal yang perlu kita pelajari, manfaat yang diperoleh Sumbar terhadap pariwisata internasional dan dampak bagi masyarakat awam.
Setelah lima kali iven akbar Tour de Singkarak pada tahun ini, bagaimana lagi ke depan. Apakah ada ide-ide baru yang bisa mengikuti kesuksesan TdS.
Kita tentu masih berharap pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemen parekraf) RI untuk selalu mencurahkan perhatiannya pada Sumatera Barat dan Minangkabau.
Kita masih perlu bimbingan dan bantuan agar pariwisata Sumbar maju lebih pesat lagi.
Nah, selamat berlomba dan selamat menikmati keelokan alam Minangkabau. (*)
Sedangkan pada iven keempat di 2012 hanya ikut persiapan awal saja. Jadi sedikit banyak saya tahu juga tentang alek yang telah mendunia ini dan ingin ikut meng kaji sejauh mana kedekatannya dengan kita.
Awalnya, pada 2009 ajang ini digagas Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) untuk membantu mempromosikan destinasi wisata Sumbar ke tingkat dunia.
Apalagi waktu ini negeri awak baru saja ditimpa bencana gempa bumi tahun 2007 yang agak membuat kecut wisatawan datang ke ranah ini.
Ditambah lagi peristiwa gempa bumi yang lebih besar pada 30 September 2009. Ternyata upaya ini cukup berhasil dan membuat orang tidak merasa takut datang ke Sumbar. Katanya, ajang internasional saja ada di sini dan sukses lagi!
Kemudian Kemenbudpar juga berharap agar kegiatan Tour de Singkarak dapat merangsang daerah ini dalam memajukan dunia pariwisata. Kita diperkenalkan pada sebuah alek berskala du nia yang diikuti belasan negara dan ratusan pembalap dunia serta ribuan orang tamu.
Yang menarik memang kita dibimbing bagaimana cara mengelola sebuah iven internasional, melayani tamu asing dari berbagai negara, menyediakan makanan dengan selera global, membuat promosi level dunia dan mempersiapkan sarana prasarana, bahkan sampai ketersediaan toilet duduk pun diberitahu.
Juga disosialisasikan bagaimana seharusnya sikap masyarakat yang menyaksikan agar bisa menjadi penonton berkualifikasi internasional. Kita sangat merasakan sentuhan-sentuhan tersebut dan masyarakat kita sudah bisa jadi masyarakat kelas dunia dalam mengurus pariwisata.
Selain itu Kemenbudpar juga berharap agar pelaksanaan iven pariwisata yang dipadukan dengan olahraga ini juga memberi dampak besar dalam pembenahan objek-objek wisata.
Misalnya perbaikan toilet yang rata-rata masih kumuh, fasilitas dan sarana yang bersih, penyediaan lahan parkir yang memadai, penyediaan informasi yang lengkap, pengadaan makanan yang berkualitas serta pelayanan yang menyenangkan di objek wisata.
Jadi pelaksanaan Tour de Singkarak bukan hanya sekedar alek gadang saja, tetapi lebih jauh adalah untuk mentransfer keahlian dalam mengurus dunia pariwisata dan mengajak warga kita menjadi bagian masyarakat pariwisata dunia. Nah, setelah empat kali dilaksanakan tentu budaya pariwisata dunia tersebut sudah menular di daerah kita.
Rasanya kita juga perlu mengkaji lebih jauh tentang manfaat apa saja yang telah diperoleh dari iven yang berbanderol belasan miliar rupiah tersebut. Dan tentunya juga mencari tahu tentang kelemahan-kelemahan yang ada untuk perbaikan di masa datang. Jadi tajuknya TdS dan Kita.
Bagaimana signifikansinya dengan kemajuan objek-objek wisata, atraksi budaya, kuliner, promosi, transportasi, souvenir dan sebagainya. Yang perlu juga melihat dampak ekonominya terhadap masyarakat secara keseluruhan, mulai dari rumah makan kecil, pedagang kecil, sanggar-sanggar seni tradisi, pembuat dan penjual makanan kecil dan sebagainya.
Maka ada dua hal yang perlu kita pelajari, manfaat yang diperoleh Sumbar terhadap pariwisata internasional dan dampak bagi masyarakat awam.
Setelah lima kali iven akbar Tour de Singkarak pada tahun ini, bagaimana lagi ke depan. Apakah ada ide-ide baru yang bisa mengikuti kesuksesan TdS.
Kita tentu masih berharap pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemen parekraf) RI untuk selalu mencurahkan perhatiannya pada Sumatera Barat dan Minangkabau.
Kita masih perlu bimbingan dan bantuan agar pariwisata Sumbar maju lebih pesat lagi.
Nah, selamat berlomba dan selamat menikmati keelokan alam Minangkabau. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar