PIHAK TERKAIT HARUS TEGAS
BBM bersubsidi yang dibeli menggunakan jeriken, diduga banyak dijual kembali ke perusahaan industri. Inilah salah satu penyebab kelangkaan BBM terutama jenis premium dan solar di Sumbar. Karena itu, pembelian BBM dengan jeriken dibatasi.
PADANG, HALUAN—Pembelian premium dan solar menggunakan jeriken ternyata menjadi penyebab utama kelangkaan BBM di sejumlah daerah di Sumbar. Selain itu, BBM bersubsidi dijual kepada industri dan keterlambatan pasokan dari Pertamina.
Untuk itu, pembelian BBM dengan jeriken harus dibatasi dengan tegas. Setiap orang hanya boleh membeli 2 jeriken BBM isi 40 liter, atau maksimal 80 liter asalkan memiliki surat rekomendasi dari pemkab/pemko setempat. Untuk pengawasannya, diminta pemkab/pemko melibatkan Satpol PP dan bekerja sama dengan kepolisian setempat. Bagi SPBU yang nakal, akan dibekukan operasionalnya.
Sementara itu, pasokan dari Pertamina sudah ditambah. Pasokan normal sesuai kebutuhan normal masyarakat Sumbar biasanya hanya 1.918 kl/hari untuk premium dan 1.106 kl/hari untuk solar. Tetapi kini jumlahnya meningkat. Dan selama bulan Juni, Pertamina sudah memasok 2.165 kl/hari premium dan 1.325 kl/hari solar.
Demikian terangkum dalam rapat koordinasi yang digelar Asisten II Setdaprov Sumbar Syafrial bersama para Asisten II Kabupaten/Kota se-Sumbar, Dinas Koperindag, Dinas ESDM, Pertamina Cabang Padang dan Hiswana Migas Jumat (8/7), di Gubernuran Sumbar.
Seperti dikatakan Asisten II Pemkab Pasaman, Asnil M. Di daerahnya terdapat 5 SPBU. Pembatasan penjualan BBM dengan jeriken sudah dilakukan dengan melibatkan Satpol PP dan Kepolisian. Namun yang terjadi di daerah ini adalah pasokan BBM sering datang terlambat.
Berbeda dengan Pasaman Barat, menurut Asisten II Yulrizal Baharin, kasus pembelian BBM dengan jeriken memang sangat tinggi. Di daerah itu banyak terdapat industri. Mereka membeli BBM di waktu tengah malam. Sulitnya mendapatkan BBM telah memicu kemarahan warga dan mengancam akan melakukan unjuk rasa.
“Masyarakat kita sangat kesulitan mendapatkan BBM. Bila pelaku pembeli dengan jeriken ini ditangkap, mereka segera lari ke hutan. Sulit untuk memberantasnya, sementara SPBU juga sulit untuk menolaknya,” terang Yulrizal.
Pemkab setempat telah menjanjikan kepada masyarakatnya untuk segera mengatasi persoalan tersebut, dengan mengirim surat ke Pertamina dan Pemprov Sumbar. Bila SPBU di daerahnya tetap bandel, menjual BBM dengan deriken melebihi ketentuan, maka akan dilaporkan ke Pertamina agar operasionalnya dihentikan untuk sementara.
Daerah lainnya juga punya masalah yang nyaris sama. Pembeli BBM dengan jeriken paling banyak di malam hari. Tak hanya itu, kendaraan yang memiliki tangki premium atau solar yang lebih sari satu, juga patut dicurigai sebagai penimbun BBM.
Di Solok Selatan, selain pembeli jeriken, pertambahan jumlah kendaraan terutama sepeda motor, dinilai juga turut menjadi pemicu permintaan BBM meningkat. Jual beli sepeda motor meningkat karena menjadi andalan masyarakat untuk bekerja. Minimal 10 unit penambahan sepeda motor setiap bulannya.
Kasi Migas Dinas ESDM Sumbar, Munzir yang turut hadir mengungkap perilaku industri nakal yang memanfaatkan BBM subsidi dari SPBU. Pasokan dari Pertamina itu mencukupi, tetapi BBM subsidi untuk masyarakat itu larinya ke industri itu.
“Kasus yang kami temukan di lapangan selalu itu ke itu saja. BBM baik solar, premium maupun minyak tanah subsidi dijual ke perusahaan atau industri. Ada pula kami temukan tangki sawit isi 14.000 liter berisi BBM subsidi dibawa ke provinsi tetangga,” katanya.
BBM subsidi itu juga dibawa dengan menggunakan kendaraan kecil, seperti travel, bus, mobil boks juga kendaraan pribadi ke perbatasan Sumbar-Riau.
Dan pihaknya sudah kenyang dengan ancaman, karena ternyata yang bermain di belakang semuanya adalah oknum-oknum tertentu. Untuk itu, pihaknya meminta kepada Pertamina melalui Asisten II Setdaprov Sumbar, untuk merelis daftar perusahaan di Sumbar yang membeli BBM non subsidi ke Pertamina.
Dari daftar itu nanti akan dapat dilihat, berapa kebutuhan BBM perusahaan itu dan berapa yang dipasok oleh Pertamina. Bila kebutuhannya cukup besar tetapi yang dipasok Pertamina tidak mencukupi, patut dipertanyakan dari mana mereka memperoleh BBM tambahan itu.
Menurut Syafrial, setiap Pemkab/Pemko diminta untuk menindaklanjuti surat Pemprov Sumbar tertanggal 18 Januari 2011, untuk mengatasi kelangkaan BBM dilarang penjualan BBM dengan deriken, kecuali pembeli memiliki rekomendasi dari pemerintah daerah setempat.
Untuk pengawasan pemanfaatan BBM oleh sektor industri, perlu sinkronisasi data antara Pertamina dan Pemko/Pemkab. Untuk itu perlu surat dari Pemko/Pemkab kepada Pertamina meminta data industri yang menebus BBM ke Pertamina, lengkap nama perusahaan, kebutuhan, jumlah kontrak dan realisasinya.
Pemko/Pemkab harus memberi teguran SPBU yang telah habis masa berlaku izinnya dan menembuskannya ke Pertamina untuk dijadikan pertimbangan dalam mensuplai BBM. SPBU yang nakal, menjual BBM dengan jeriken di luar ketentuan, harap dilaporkan masing-masing Pemkab/Pemko ke Pertamina agar dibekukan operasionalnya.
Pertamina juga diminta untuk melaporkan penyaluran dan ketersediaan BBM menurut jenisnya, baik avtur, pertamax, premium, solar dan minyak tanah.
“Sebagai evaluasi dari hasil rapat hari ini, kita akan undang kembali mereka untuk hadir rapat 2 pekan mendatang, lengkap dengan data industri yang menerima BBM non subsidi dari Pertamina,” kata Syafrial.
Stok Cukup
Pimpinan Pertaminan Terminal Teluk Kabung, Padang, Imran mengatakan, stok BBM untuk kebutuhan masyarakat Sumbar mencukupi. Berdasarkan data Jumat (8/7), solar cukup untuk 16 hari, premium cukup untuk 14 hari, avtur cukup untuk 26 hari.
Kecuali persediaan minyak tanah yang hanya untuk 4 hari. Namun pasokan minyak tanah ini tidak perlu dikhawatirkan karena akan sandar 2 kapal pengangkut BBM ini dalam beberapa hari ke depan. Pasokan BBM untuk Sumbar selalu lancar dan disimpan di tangki timbun.
Belakangan ini, tingkat permintaan BBM memang meningkat. Pertamina tetap memberikan layanan sesuai dengan permintaan masyarakat. Bahkan hingga pukul 22.00 WIB, Pertamina tetap buka dan melayani masyarakat yang membutuhkan.
Namun peningkatan permintaan masyarakat itu menyebabkan armada pengangkut BBM menjadi kewalahan, sehingga berujung keterlambatan pasokan sampai di tempat tujuan. Sebab otomatis armada pengangkut terlihat kurang jumlahnya karena tingginya permintaan.
Dikatakan, persoalan kelangkaan BBM ini tidak hanya masalah Sumbar, tetapi sudah menjadi masalah nasional. Sebab kuota BBM yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2011 sebanyak 38,59 juta kl, sudah hampir habis pada bulan Juli ini. Pemerintah RI sudah usulkan untuk penambahan kuota ke DPR RI. Saat ini Pertamina sedang menunggu realisasi dari usulan pemerintah tersebut.
Kebutuhan Sumbar sendiri, normalnya premium 1.918 kl/hari dan solar 1.106 kl/hari. Namun posisi bulan Juni terjadi peningkatan untuk premium 2.165 kl/hari dan solar 1.325 kl/hari. Dari angka ini terjadi peningkatan persentase kebutuhan premium sekitar 8,9 persen dan solar 14,7 persen.
Sedangkan pasokan yang diterima dan disimpan di tangki timbun untuk premium 36.663 kl, minyak tanah 17.299 kl dan solar 47.986 kl dan avtur 4.695 kl. (h/vie)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar