Agus, Deri, Yuni, Syawal dan Hendrinova
PADANG - SINGGALANG Dua penari telanjang di Fellas Cafe dilepas Satpol PP Kota Padang. Hingga sekarang belum ada yang dijadikan tersangka dalam kasus itu. Polisi siap menjerat pelaku dan penyedia tempat hiburan, jika Satpol PP menyerahkan kasusnya ke Polresta.
Para pelaku akan dijerat dengan dengan Undang-undang No. 44/2008 tentang Pornografi. UU ini telah memenjarakan Ariel Peterpan karena aksi video pornonyo. Walikota Padang, Fauzi Bahar Rabu (28/9) malam ketika dihubungi Singgalang menyebutkan, polisi harus menjadikan penari dan pemilik kafe, “H” sebagai tersangka. Sebab, mereka telah melanggar undang-undang dan bisa dijerat pidana. Namun, bagaimana mau diproses lebih lanjut. Dua penari telah dipulangkan Satpol PP, sementara pemilik kafe kini juga tak lagi diketahui keberadaannya. Pol PP seharusnya menyerahkan kasus tersebut ke pihak kepolisian. Kalau sekadar diperiksa di Pol PP, merupakan “kaji lamo”.
Siap diselidiki Polresta Padang siap menyelidiki dugaan pelanggaran UU Pornografi terkait terungkapnya praktik tari striptis di Cafe Fellas. “Jika diserahkan penyelidikan kasus ini, kita siap untuk menindaklanjutinya,” ujar Waka Polresta Padang, AKBP Wisnu Handoko, tadi malam. Perihal pelanggaran UU Pornografi yang dilakukan pemilik cafe, Wisnu menjelaskan, perlu dilakukan penyelidikan terlebih dahulu, sejauhmana keterkaitan pemilik dan pelaku lainnya. Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dikenakan pasal dalam UU Pornografi dengan ancaman kurungan penjara 12 tahun penjara. “Kita harus mendapatkan bukti terlebih dahulu keterkaitan pemilik dan pelaku lainnya, setelah itu baru bisa ditetapkan apakah ada unsur pelanggaran atau tidak,” jelasnya. Ketua PBHI Sumbar, Khairul Fahmi juga mendesak agar diusut tuntas permasalahan ini. Jika memang ada pihak yang menyediakan tempat untuk itu, agar diberikan sanksi sesuai dengan UU yang berlaku. “Polisi harus menyelidiki keterlibatan pihak pengelola, jika memang dengan sengaja menyediakan. Maka harus dihukum seberat-beratnya,” ujar Fahmi kepada Singgalang. Sejauh ini, masalah prostusi memang menjadi masalah yang sulit diselesaikan. Dari sekian banyak razia yang dilakukan, aparat hanya menghukum orang yang melakukan perbuatan maksiat, tapi pemilik tempat seakan tidak tersentuh. Padahal dengan adanya UU pornografi, pemilik tempat bisa dijerat dan diberi hukuman setimpal. Kabid Humas Polda Sumbar, AKBP Kawedar menyayangkan Satpol PP yang tidak berkoordinasi dengan Polri. Kalau sudah berkaitan dengan tindak pidana, seharusnya Pol PP tidak bekerja sendiri. “Pol PP tidak punya kewenangan melakukan penyidikan dan menyeret ke muka hukum,” kata dia.
Luar biasa Tari telanjang mengindikasikan, persoalan tertangkapnya dua penari telanjang dianggap masalah biasa. Padahal, tari telanjang bulek di Ranah Minang merupakan persoalan luar biasa. “Sajak iduang ditampuah angok, sakali ko den mambaco di Padang baoperasi panari talanjang. Talanjang bulek lo lai,” kata Amril, seorang pembaca Singgalang yang berusia 55 tahun, menanggapi tertangkapnya dua penari telanjang di Fellas Cafe.
Tindak Desakan mengusut kasus itu ke muka hukum, datang dari berbagai pihak. Pakar hukum pidana Universitas Tamansiswa (Unitas), Fitriati mengatakan, para penari dan pemilik kafe bisa dijerat pidana karena telah melanggar Undang-undang No.44 tahun 2008 tentang Pornografi. “Pihak Satpol PP bisa menyerahkan penari ke polisi dan bisa diproses secara pidana. Dalam persidangan nanti, pemilik kafe itu juga bisa dijerat karena ikut serta melakukan tindakan pornografi itu,” ujarnya. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumbar, Dedy Edwar menyatakan mengaku kaget dengan adanya aksi tari telanjang di Padang. “Biasanya kita dengar hanya ada di Thailand. Tapi sekarang benar-benar ada di sini. Ini membuat kita tersentak, apalagi setelah membaca Singgalang,” katanya menjawab wartawan usai meninjau kesiapan embarkasi haji Padang. Sebagaimana diberitakan suratkabar ini kemarin, dua penari telanjang ditangkap Pol PP di Fellas Cafe. Mereka mengaku dibayar Rp500 ribu sampai Rp1 juta.
Razia terus Dedy meyakini, aksi tari telanjang tidak terjadi di Fellas Cafe saja. Boleh jadi ada di tempat-tempat lainnya. Dia meminta pemerintah kota dengan memberdayakan Satuan Polisi Pamong Praja untuk terus merazia tempat-tempat yang diduga melakukan praktik-praktik maksiat semacam itu. “Saya rasa tidak hanya di satu kafe itu saja, karena kabarnya request segala, artinya sudah ada di tempat-tempat lain juga,” sebutnya. Tindakan Walikota Padang, Fauzi Bahar dengan menyegel Fellas Cafe dinilai tepat. “Kita mendukung langkah walikota menyegel tempat itu, supaya kafe lain tidak ikut-ikutan,” katanya. Untuk dua perempuan tersebut dimintanya dijerat dengan hukum yang berlaku. Selain memberikan efek jera, juga mengingatkan kepada perempuan lain untuk tidak ikut-ikutan jejak perempuan penari telanjang tersebut. “Dia harus dijerat dengan hukum yang berlaku, supaya yang lain tidak ikut-ikutan,” katanya. Hal senada juga disampaikan Kakanwil Kemenag Sumbar, H. Darwas. Dia menyayangkan adanya penari telanjang di ranah Minang. Karena itu, dia meminta hal itu harus menjadi perhatian ulama dan tokoh adat, karena telah mencoreng nama baik Sumatra Barat yang berfalsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. “Ulama dan tokoh adat harus duduk bersama membicarakan masalah ini dan segera membentengi anak-anak muda agar penari telanjang atau prilaku maksiat ini agar tidak berkembang,” katanya.
Fenomema gunung es Dua penari telanjang yang tertangkap di Fellas Cafe, menurut Ketua MUI Sumbar, H.Syamsul Bahri Khatib, hanyalah fenomena gunung es. Ia menduga masih banyak kasus serupa atau mungkin lebih parah, yang belum berhasil diungkap aparat berwenang. Menurutnya, perbuatan melanggar norma ABS-SBK di kafe-kafe atau tempat-tempat lainnya, dikarenakan lemahnya pengawasan setelah izin diberikan. Pemberi izin, penyedia tempat dan pelaku, akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Menurut dia, beruntung masyarakat memberikan kontrol, sehingga Satpol PP cepat bertindak. Ke depannya, pengawasan terhadap kafe-kafe atau tempat hiburan malam lainnya, harus lebih ketat. Kalau perlu aparat menyamar untuk membongkarnya. “Soalnya, penyedia dan pelaku maksiat yang telah bersekutu dengan setan, akan tetap mencari celah dalam menjalankan misinya,” katanya. Dikatakannya, Pemko Padang harus mengevaluasi lagi pemberian izin kafe dan tempat hiburan malam. Jika mereka menyediakan ruang tersembunyi untuk pesta seks, maka izin mereka harus segera dicabut. “Dua perempuan itu hanyalah korban dari mereka yang memfasilitasinya. Jika mereka tak mendapat tempat, tentu tak ada ruang gerak bagi mereka. Oleh karena itu, pemilik tempat harus dikenai sanksi lebih berat dan diproses secara hukum,” tambahnya. (*)
UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
Pasal 10 Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.
Pasal 17 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
Pasal 30 Setiap orang yang menyediakan jasa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar