Padang - Dana partisipasi PT Semen Padang (PTSP) pada Pemprov Sumbar pada 2011 naik 100 persen dari Rp1,25 miliar/tahun menjadi Rp2,5 miliar/tahun. Namun nomenklaturnya diubah dari “sumbangan pihak ketiga” menjadi “dana partisipasi” “Naik dua kali lipat,” kata Komisaris Utama PTSP Muzani Syukur kepada Singgalang di Padang, Rabu (26/10). Kondisi ini merupakan sebuah ‘lompatan’ karena selama berbilang tahun, angka itu tak pernah beringsut. Untuk tahun selanjutnya dilakukan pembicaraan ulang. Ini dimaksudkan agar PTSP kian dekat dengan pemprov, DPRD dan masyarakat. Menteri Perindustrian, Muhammad S Hidayat menyatakan tidak masalah sumbangan PTSP pada Pemprov Sumbar naik dua kali lipat. “Dengan adanya penghematan di perseroan, maka tak masalah PTSP menjadikannya dua kali lipat dari sebelumnya, tapi itu bicarakanlah antara Semen Padang dengan Pemprov,” sebut Menteri Perindustrian, Muhammad S Hidayat saat meresmikan Proyek Waste Heat Recovery Power Generation (WHRPG), Rabu (26/10) di Wisma Indarung Semen Padang. Sumbangan atau dana partisipasi itu, katanya, menunjukkan betapa eloknnya hubungan perseroan dengan pemerintah daerah. Hal itu patut ditiru oleh daerah lain, asal saling menghormati posisi masing-masing. Sementara menurut Muzani, sesuai aturan “sumbangan pihak ketiga” harus diubah nomenklaturnya di perseroan menjadi “dana partisipasi”. Terserah setiba di pemprov, penamaan disesuaikan pula dengan ketentuan yang berlaku di sana. “Ini penamaan saja, tujuan kita kan untuk membangun Sumbar,” kata dia. Menurut dia, kepedulian PTSP pada “kampung halamannya” tidak akan teriringi oleh kepedulian perusahaan manapun di Indonesia. Hukum bisnis kaku bak tembok penjara, namun PTSP senantiasa memberikan berbagai bantuan. Mulai dari sumbangan semen untuk mushalla sampai padahal yang besar-besar. Bahkan membina hampir semua cabang olaharaga. Sepakbola diketahui oleh seluruh publik Indonesia. Belum lagi dana SCR, beasiswa, bina usaha kemitraan dan sederatan panjang hal lainnya. “Semen Padang luar biasa uniknya,” kata dia pula.
Posisi PTSP Mantan komisaris PTSP Prof Elwi Danil menilai, perusahaan itu telah dibesarkan oleh masyarakat Sumbar selama ratusan tahun. Sayang, katanya, seolah-olah, oleh elit, pabrik semen tertua di Indonesia, dikerdilkan. Kesan ini muncul karena sikap, tindakan dan prilaku yang muncul. Sebaliknya, sejumlah pejabat di PTSP juga terlihat kurang gaul. Urusan lahan 412 hektare misalnya, seharusnya sudah tuntas. Namun karena PTSP dilihat secara salah, bahkan dinilai bak menara gading, maka terkesan dipersulit oleh birokrat dan politisi. “Saya percaya kita semua mencintai PTSP,” kata Elwi pula. Data yang didapat Singgalang menunjukkan, aset perusahaan itu kini Rp4 triliun dengan produksi 6 juta ton. Jika lahan 412 hektare tak tuntas, maka PTSP ditutup beberapa tahun ke depan. Persoalan ini, dianggap ringan saja. Padahal implikasinya sangat luas. Di PTSP bekerja 5.000 orang karyawan. Kemudian 4.000 sopir truk, 4.000 kernek. Belum lagi distributor, agen dan pengecer Semen Padang. Berikut keterlibatan berbagai pemasok, makanan, pakaian, kebutuhan rumahtangga dan sebagainya. Pihak perusahaan itu menghitung paling tidak ada 285 ribu sampai 311 ribu orang menggatungkan hidupnya pada cerobong asap pabrik Indarung. Tidak ada perusahaan yang bisa memberi lapangan kerja seluas dan sebergengsi Semen Padang di Sumbar. “Buktinya bergengsi semua orang ingin jadi karyawan Semen Padang dan banyak yang berebut jadi komisaris,” kata Elwi.
Penggerak ekonomi Perusahaan itu menjadi pelecut ekonomi paling kuat di Sumbar. Setidaknya 70 persen aktivitas di Telukbayur disumbang PTSP. Belum lagi kewajiban yang dibayar pada Pemko padang setiap tahun tak kurang Rp40 miliar. Jika digunakan kacamata nasional, laba perseroan yang disetor ke pusat, justru dikembalikan ke daerah. Ini sebuah keuntungan yang patut disyukuri. Pada sisi lain karyawan PTSP bergaji besar. Untuk seorang sarjana baru yang diterima bekerja di sana, digaji Rp6,5 juta/bulan. “Kemenakan kita bergaji sebanyak itu sebulan dan baru bekerja, merupakan sebuah kemewahan,” kata seorang wartawan. Cuma si wartawan berharap, kalau dapat, orang Sumbar harus makin banyak di posisi kunci, bukannya kian berkurang. “Kalau berkurang terus, jadi masalah lagi kelak, 5 atau 10 tahun mendatang, percayalah,” kata dia. (003/401) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar