PADANG, Hubungan Gubernur Irwan Prayitno dengan Wagub Muslim Kasim, tampaknya kian memburuk. Sejumlah kalangan prihatin. Demi Sumatera Barat, masalah ini harus segera diselesaikan.
Buruknya hubungan Irwan Prayitno dan Muslim Kasim (IP-MK), kini agaknya tak bisa ditutup-tutupi lagi. Meski kepada publik keduanya selalu mengaku akur-akur saja, tapi fakta menunjukkan sebaliknya.
Sejumlah pejabat, mantan pejabat, Bupati dan Walikota serta anggota DPRD Sumbar, sudah mengendus dan memastikan ketidakharmonisan hubungan IP-MK tersebut. Menurut mereka, jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut yang rugi adalah Sumatera Barat. Karenanya, ini harus segera diakhiri.
Beberapa fakta yang menunjukkan buruknya hubungan IP-MK itu terungkap pada kasus pemberhentian Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalaksa BPBD) Sumbar Harmensyah. Soal penggunaan dana BNPB oleh BPBD Sumbar, IP ingin pemakai sekaligus KPA berada di Dinas Prasjal Tarkim, tetapi menurut aturan KPA mesti BPBD.
Ketidakharmonisan IP-MK itu juga tercermin dari surat pendelegasian wewenang dari Gubernur kepada Wagub yang bermasalah saat pembahasan RAPBD di DPRD Sumbar. Masalah pelantikan Kakanwil Depag yang dianggap tidak menghargai Gubernur.
Anggota Komisi I DPRD Sumbar Zulkifli Jailani menyatakan, diberhentikannya Kalaksa BPBD Sumbar Harmensyah, bukti nyata bahwa kongsi Gubernur Irwan Prayitno dengan Wagub Muslim Kasim, pecah.
“Kepada publik keduanya boleh saja berkilah, kalau hubungan mereka baik-baik saja. Tapi jangan abaikan fakta yang ada,” katanya, Senin (21/11) di Kantor DPRD Sumbar di sela-sela Rapat Paripurna DPRD Sumbar dengan agenda pembacaan jawaban gubernur terhadap pandangan fraksi atas RAPBD 2012.
Dari awal, katanya, hubungan Gubernur dengan Wakilnya sudah mulai retak. Puncaknya itu dalam proses pergantian Kalaksa BPBD Sumbar Harmensyah. “Kenyataannya, dua matahari itu kan sudah ada, tapi keduanya selalu mengatakan tidak ada apa-apa. Padahal dampak dari mengatakan tidak apa-apa itu cukup besar, yakni terganggunya pelaksanaan program pembangunan,” sebutnya.
Ia juga mencontohkan kepergian Gubernur umrah tanpa meninggalkan surat wewenang pada wakilnya. Akibatnya berimbas pada pelaksanaan program pemerintahan, seperti pengesahan beberapa rancangan peraturan daerah (Ranperda). “Batalnya rapat paripurna bukti yang tidak terbantahkan,” katanya.
Ia juga menyebutkan bukti adanya perseteruan pemikiran di media, antara kubu Gubernur dengan Wakil Gubernur. Artinya pertikaian tersebut sudah tidak hanya personal masing-masing. Melainkan sudah mengarah pada pihak luar atau publik.
“Coba saja lihat perseteruan lewat opini dan pernyataan di media. Ini akan berdampak pada pembangunan Sumbar. Saya pikir ini hanya masalah pemahaman keduanya, yang tidak pernah bertemu,” kata anggota Fraksi Partai Gerindra itu.
Fakta lain cukup kuat adanya penolakan terhadap program Gubernur, yakni program pendidikan karakter. Anggaran yang diminta sebanyak Rp30 miliar tidak kunjung disetujui oleh dewan. Penolakan tetap dilakukan dengan berbagai alasan. Misalnya program tersebut tidak jelas sasarannya dan tidak jelas bentuknya.
Secara implisit juga dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPRD Sumbar HM. Tauhid. Dari segi fakta memang tidak dapat dipungkiri retaknya hubungan Gubernur dengan wakilnya. “Kami tidak bisa apa-apa, walau termasuk partai pengusung. Karena mereka tidak merupakan kader partai kami,” katanya.
Ia mengibaratkan orang naik oplet atau angkot. Dimana ada penumpang ingin pergi ke suatu tempat, sesampai di tujuan yang bersangkutan tidak akan kenal dengan angkot itu lagi. “Memang begitu kondisinya, penumpang itu tidak pernah kenal dengan angkot pembawanya,” ujarnya.
Ia berharap ketidakharmonisan hubungan Gubernur-Wagub ini segera diselesaikan, karena dampaknya pada pelaksanaan program pembangunan di Sumbar. Lebih jauh lagi, program untuk masyarakat dalam bentuk peningkatan kesejahteraan, tidak akan jalan dengan baik. “Dampak itu sudah pasti, kami hanya bisa berharap, semoga segera diselesaikan,” katanya.
Sementara Rizanto Algamar, anggota Komisi I DPRD Sumbar menuturkan, banyak kebijakan yang dilakukan Gubernur dengan wakilnya tidak sejalan. Termasuk dalam pengantian Kalaksa BPBD Sumbar. “Keputusan yang diambil cenderung bertentangan dengan prestasi yang diraih, seperti adanya penghargaan dari BNPB sebagai BPBD terbaik. Tiba-tiba yang bersangkutan diganti, apa itu tidak jadi pertanyaan besar,” katanya.
Jauh-jauh hari, Ia sudah mengkhawatirkan hubungan antara Gubernur dan Wakil Gubernur. Mengingat dampaknya pada pelaksanaan atau penyelenggaraan roda pemerintahaan. “Sepertinya banyak yang tidak beres, namun itu tidak diselesaikan secara seksama,” tuturnya.
Jika melihat peta politik di dewan, dampak pecahnya hubungan Gubernur dengan Wakilnya akan berimbas pada program pembangunan. Sebab, dari segi peta kekuatan politik, posisi gubernur cenderung lemah. Karena PKS hanya terdiri dari lima kursi dan mudah digoyang oleh fraksi lain. Sementara Wakil Gubernur Sumbar Muslim Kasim merupakan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Sumbar.
Namun kelemahan PKS dan kekuatan Wagub, bukan berarti semua terjadi begitu saja. Sebab PKS tidak akan tinggal diam, partai ini bisa saja mencari koalisasi kuat dari Partai Demokrat, PAN, Hanura, dan Gerindra. Karena peta koalisi di dewan memang mengambarkan demikian. Dimana posisi pimpinan komisi, badan anggaran dan badan kehormatan, merupakan koalisi partai tersebut.
Sumbar Rugi
Terlepas dari pertarungan kekuatan politik di DPRD, sejumlah pejabat dan mantan pejabat Pemprov Sumbar serta kepala daerah kota dan kabupaten yang ditanya Haluanmengaku prihatin dengan ketidakharmonisan hubungan IP-MK.
“Tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Sudah bergelanggang mata orang banyak bahwa hubungan kedua pemimpin kita itu (IP-MK) tidak harmonis. Menurut saya, ini harus diselesaikan agar Sumbar tidak rugi. Jika perlu penyelesaiannya bisa melalui mediator,” ujar seorang kepala daerah.
Seorang pejabat Pemprov yang dekat dengan IP dan MK, kabarnya sudah berupaya menjadi fasilitator untuk mencari titik temu agar hubungan kedua pemimpin itu bisa akur. Namun, sayang, menurut sumber Haluan, Gubernur Irwan Prayitno, tidak pernah menggubris masalah ini secara serius. Bahkan, Irwan konon hanya menjawab, ”Terima kasih informasinya. Semuanya diserahkan pada Tuhan, Dia Maha Tahu.”
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang sering dikonfirmasi wartawan tentang retaknya hubungan Gubernur dan Wagub, selalu membantah. “Tidak ada itu dua matahari. Hubungan kami akur-akur dan lancar saja,” kata Irwan. Pun, Wagub Muslim Kasim dalam berbagai kesempatan resmi, selalu mengaku hubungannya dengan Gubernur, tidak ada masalah. “Baik, hubungan kami tetap baik,” kata Muslim Kasim.
Namun, secara terbatas, kepada sejumlah pihak, termasuk kepada beberapa orang pejabat Pemprov sendiri, Muslim Kasim pernah mengungkapkan kekecewaannya dengan Irwan. Gubernur dalam berbagai keputusan strategis, sering tidak melibatkan dirinya. IP dinilai one man show dan kesannya terlalu suka-suka hatinya.(h/rud/vie/ze)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar