JAKARTA, Sekitar 30 orang peserta aksi unjuk rasa dari kaum tani Pulau Padang, Kepulauan Meranti, Riau mulai bersiap-siap di depan gedung DPR/MPR pada Rabu (18/1/2012) sore ini. Mereka menyiapkan sepuluh bambu runcing dan delapan tabung gas untuk menghadang aparat keamanan yang dikabarkan akan menggusur tenda mereka.
Koordinator Aksi Kaum Tani, Binbin Firman Tresnadi, mengungkapkan rencana penggusuran ini sudah sejak lama diterima para demonstran. "Akhir Desember tahun 2011 lalu sebenarnya sudah ada surat peringatan bahwa kami melanggar undang-undang karena berunjuk rasa sampai malam. Tapi kami bilang ke mereka, kami akan terus di sini sampai tuntutan kami dipenuhi," ungkap Binbin, Rabu (18/1/2012), saat dijumpai di lokasi.
Menurut Binbin, tuntutan yang diajukan para demonstran sebenarnya hanya dua buah. Pertama, dihentikannya operasional PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Pulau Padang, Kabupaten Meranti, Riau karena area konsesi RAPP tumpang tindih dengan lahan warga. Kedua, warga meminta RAPP segera memperbaiki kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya di Pulau Padang.
Menurut dia, Pulau Padang merupakan areal tanah gambut dengan kedalaman sekitar 6-12 meter, dengan adanya proyek RAPP, diprediksi pulau ini akan segera tenggelam. Dari sekitar 38.000 warga yang menghuni pulau itu pun geram. Sekitar 80-an perwakilan warga memutuskan ke Jakarta dengan modal sendiri dan mendirikan tenda sambil terus menyuarakan aspirasinya di depan gedung wakil rakyat. Namun, hingga Rabu sore ini atau memasuki hari ke-38, tuntutan mereka tidak juga didengar. Alih-alih aspirasi didengar, mereka justru kembali mendapat ancaman penggusuran dari aparat keamanan.
"Tadi pagi jam 10, dari pengamanan dalam lingkungan DPR datang lagi dan memberitahukan kalau jam 3 ini harus dibongkar," papar Binbin. Ia menuturkan pihaknya tidak akan bergerak sedikit pun meski hendak digusur. Mereka juga mengancam akan melakukan aksi anarkis jika petugas berani mengangkat gubuk tenda mereka. "Kalau ada pengerahan pasukan, kami akan lawan. Ada 11 tabung gas yang sudah kami siapkan untuk diledakkan. Selain itu, bambu runcing juga kami persiapkan," imbuh Binbin.
Kendati demikian, para demonstran tetap mengutamakan jalur negosiasi. Jika jalur negosiasi menemui kebuntuan, maka para demonstran tak akan segan melawan aparat. "Kami akan terus di sini sampai tuntutan dipenuhi tidak peduli sampai berapa lama," tukasnya.
Berdasarkan pengamatan Kompas.com, sekitar 100 orang aparat kepolisian dan Satpol PP sudah berjaga-jaga sejak siang tadi di depan dan dalam gedung DPR RI. Mobil tahanan juga tampak sydah disiagakan. Namun, belum ada gerakan penggusuran yang dilakukan aparat. Sementara para demonstran masih setia berjaga di tenda-tenda darurat yang hanya dibuat dari kain terpal dan bambu. Mereka mulai berorasi dan beberapa tampak menggunakan bambu runcing. Beberapa pasang pakaian dalam seperti bra dan celana dalam pun digantungkan sebagai simbol bahwa anggota DPR lebih peduli akan renovasi gedung dan penambahan fasilitas daripada konstituennya.
Memasuki hari ke-38 ini, sudah beragam cara yang mereka lakukan agar suaranya didengar. Pada saat awal aksi, mereka melakukan aksi jahit dan rantai diri di tendanya selama beberapa hari. Aksi ekstrem ini terpaksa ditempuh karena tak ada lagi pilihan bagi mereka. "Berjuang itu pada dasarnya butuh pengorbanan, yang kami lakukan di sini adalah bentuk perjuangan: Dengan pendudukan seperti ini akan menjadi lebih kuat, karena kami tidak tahu dengan cara apa lagi harus berbuat," pungkas Binbin.
http://megapolitan.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar