Ilustrasi: Musim dingin di Eropa.
BRUSSELS, Korban tewas akibat cuaca dingin ekstrem di seluruh Eropa hingga Senin (6/2/2012) mencapai 360 orang. Korban terus berjatuhan meski aktivitas warga berangsur-angsur mulai normal di kota-kota utama benua tersebut.
Wartawan Kompas Nina Susilo dari Brussels, Belgia, melaporkan, cuaca hari Senin cerah dan suhu berada pada kisaran 15 derajat celsius. Aktivitas warga pun terlihat normal, bahkan wisatawan sudah terlihat berjalan-jalan keliling kota lagi.
Wakil Duta Besar RI untuk Belanda Umar Hadi juga mengatakan, aktivitas warga di Den Haag dan sekitarnya sudah terlihat normal meski suhu udara masih berada di bawah titik beku. ”Malah sudah banyak yang naik sepeda lagi,” tutur Umar.
Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan Jumat pekan lalu saat suhu udara tiba-tiba anjlok dan menyebabkan kekacauan sistem transportasi publik.
Di Brussels, suhu udara sempat mencapai minus 12 derajat celsius, Jumat malam, dan salju turun sepanjang malam yang membuat jalan-jalan tertutup lapisan es dan salju. Perjalanan kereta api antarnegara dari Belgia ke Belanda juga sempat dibatalkan akibat gangguan listrik dan jalur kereta api.
Umar mengatakan, pada puncak cuaca dingin pekan lalu, suhu di Den Haag anjlok hingga minus 16 derajat celsius. Bahkan, di kawasan Friesland di bagian utara Belanda, suhu sempat mencapai minus 23 derajat celsius. ”Layanan transportasi mandek dan kemacetan parah terjadi di jalan-jalan bebas hambatan,” kata Umar yang mengatakan kondisi jalan menjadi berbahaya karena tertutup lapisan es yang licin.
Kantor berita Agence France Presse melaporkan, jumlah korban tewas di seluruh Eropa sepanjang musim dingin ini sudah mencapai 360 orang. Senin, sembilan korban ditemukan di Polandia dan lima orang tewas di Bulgaria akibat jebolnya bendungan karena badai salju.
Duta Besar RI untuk Ukraina, Georgia, dan Armenia Nining Suningsih Rochadiat mengatakan, di Ukraina, korban tewas mencapai 131 orang, sementara sekitar 1.800 orang dirawat di rumah sakit akibat cuaca dingin.
Kondisi WNI
Meski demikian, Nining mengatakan, tak ada warga negara Indonesia (WNI) di antara para korban tersebut. ”Jumlah WNI di sini tak terlalu banyak. Dari 55 orang, sebanyak 32 orang bekerja di Kedutaan Besar RI. Sisanya tersebar. Semua sudah bisa kami hubungi dan kondisi mereka semua baik,” ujar Nining.
Umar menambahkan, dari sekitar 16.000 WNI yang berada di Belanda—terbanyak di Eropa—tidak satu pun yang dilaporkan menjadi korban cuaca ekstrem.
”Meski demikian, KBRI terus waspada dan kami mengeluarkan imbauan kepada para WNI di sini untuk tidak bepergian kalau tidak perlu,” ujar Umar yang terus berkoordinasi dengan organisasi mahasiswa dan kemasyarakatan Indonesia di Belanda.
Duta Besar RI untuk Jerman Eddy Pratomo mengatakan, KBRI Berlin bersama Konsulat Jenderal RI di Frankfurt dan Hamburg bersama-sama membentuk tim untuk memantau perkembangan situasi. Menurut Eddy, belum ada laporan WNI di Jerman yang menjadi korban cuaca dingin.
”Penerbangan masih berjalan normal. Cuaca memang sempat sampai minus 15 derajat celsius, tetapi sekarang sudah minus 10 derajat celsius. Jadi, masih bisa berkegiatan,” kata Eddy.
Namun, beberapa kota di Eropa masih mengalami dampak suhu dingin yang ekstrem. Di kota La Rochelle di pantai barat Perancis, bus kota belum beroperasi lagi karena jalan raya masih tertutup lapisan es tebal yang sangat licin.
Ismail Sulaiman (31), mahasiswa program doktor di Universitas La Rochelle, mengatakan, warga sempat kesulitan mendapatkan air bersih karena air di saluran pipa leding membeku akibat suhu yang mencapai minus 9 derajat celsius. ”Biasanya suhu di sini cuma sampai 0 derajat celsius, tetapi tahun ini lebih dingin daripada tahun-tahun lalu,” ujar Ismail yang harus membeli alat pemanas tambahan untuk mencairkan air di pipa leding.
Cuaca dingin juga menyebabkan masalah di Zurich, Swiss, karena air tak mengalir dan pemanas ruangan gagal berfungsi dengan baik.
”Jalan-jalan masih bisa dilewati karena mobil pembersih salju bekerja keras. Hanya saja, jika salju memadat dan membeku, jalan menjadi licin dan mobil bisa tergelincir. Di jalan yang lebih kecil dan salju cukup tebal, kami harus memasang rantai ban untuk bisa lewat,” kata petugas Bidang Penerangan, Sosial, dan Budaya KBRI Bern, Oktavia Maludin.
Salju bahkan turun di kawasan Eropa selatan, seperti Roma di Italia dan Marseille di Perancis, yang biasanya tak bersalju. ”Hari ini tidak turun salju, tetapi suhu minus 7 derajat celsius. Kadang kalau angin bertiup bisa minus 15 derajat celsius. Kami terganggu karena kedinginan, tetapi kegiatan sehari-hari tetap lancar,” kata Dessi Wulandari Peuziat, mahasiswi Indonesia yang tinggal di kota Pierrelatte, 145 kilometer sebelah utara Marseille.
Musim dingin ekstrem bahkan terasa hingga Afrika Utara. Di Aljazair, 16 orang tewas akibat kecelakaan yang disebabkan jalanan licin berlapis es. Di Tunisia selatan, salju turun untuk pertama kali dalam 40 tahun.
Angin dari Siberia
Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan, cuaca ekstrem di Eropa disebabkan oleh fenomena antisiklon berupa daerah tekanan tinggi di Siberia, Rusia.
Ini menyebabkan angin dingin dari wilayah tersebut bertiup ke Eropa sehingga menghambat masuknya angin hangat dari Samudra Atlantik. Badai salju hebat di Eropa Timur disebabkan bertemunya angin Siberia yang membawa massa udara masif ini dengan udara lembab dari Laut Tengah.
Kondisi cuaca yang mulai terpantau awal Februari ini, menurut laporan Organisasi Meteorologi Dunia, juga menyebabkan hujan salju lebat di bagian tenggara Eropa, seperti kawasan Balkan, Romania, Bulgaria, dan Italia. Hampir seluruh Eropa, dari Skandinavia hingga Mediterania, saat ini dicengkeram cuaca dingin ekstrem. (AFP/DWA/INA/YUN/WAS/DHF)http://internasional.kompas.com
Sumber :Kompas Cetak
Wartawan Kompas Nina Susilo dari Brussels, Belgia, melaporkan, cuaca hari Senin cerah dan suhu berada pada kisaran 15 derajat celsius. Aktivitas warga pun terlihat normal, bahkan wisatawan sudah terlihat berjalan-jalan keliling kota lagi.
Wakil Duta Besar RI untuk Belanda Umar Hadi juga mengatakan, aktivitas warga di Den Haag dan sekitarnya sudah terlihat normal meski suhu udara masih berada di bawah titik beku. ”Malah sudah banyak yang naik sepeda lagi,” tutur Umar.
Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan Jumat pekan lalu saat suhu udara tiba-tiba anjlok dan menyebabkan kekacauan sistem transportasi publik.
Di Brussels, suhu udara sempat mencapai minus 12 derajat celsius, Jumat malam, dan salju turun sepanjang malam yang membuat jalan-jalan tertutup lapisan es dan salju. Perjalanan kereta api antarnegara dari Belgia ke Belanda juga sempat dibatalkan akibat gangguan listrik dan jalur kereta api.
Umar mengatakan, pada puncak cuaca dingin pekan lalu, suhu di Den Haag anjlok hingga minus 16 derajat celsius. Bahkan, di kawasan Friesland di bagian utara Belanda, suhu sempat mencapai minus 23 derajat celsius. ”Layanan transportasi mandek dan kemacetan parah terjadi di jalan-jalan bebas hambatan,” kata Umar yang mengatakan kondisi jalan menjadi berbahaya karena tertutup lapisan es yang licin.
Kantor berita Agence France Presse melaporkan, jumlah korban tewas di seluruh Eropa sepanjang musim dingin ini sudah mencapai 360 orang. Senin, sembilan korban ditemukan di Polandia dan lima orang tewas di Bulgaria akibat jebolnya bendungan karena badai salju.
Duta Besar RI untuk Ukraina, Georgia, dan Armenia Nining Suningsih Rochadiat mengatakan, di Ukraina, korban tewas mencapai 131 orang, sementara sekitar 1.800 orang dirawat di rumah sakit akibat cuaca dingin.
Kondisi WNI
Meski demikian, Nining mengatakan, tak ada warga negara Indonesia (WNI) di antara para korban tersebut. ”Jumlah WNI di sini tak terlalu banyak. Dari 55 orang, sebanyak 32 orang bekerja di Kedutaan Besar RI. Sisanya tersebar. Semua sudah bisa kami hubungi dan kondisi mereka semua baik,” ujar Nining.
Umar menambahkan, dari sekitar 16.000 WNI yang berada di Belanda—terbanyak di Eropa—tidak satu pun yang dilaporkan menjadi korban cuaca ekstrem.
”Meski demikian, KBRI terus waspada dan kami mengeluarkan imbauan kepada para WNI di sini untuk tidak bepergian kalau tidak perlu,” ujar Umar yang terus berkoordinasi dengan organisasi mahasiswa dan kemasyarakatan Indonesia di Belanda.
Duta Besar RI untuk Jerman Eddy Pratomo mengatakan, KBRI Berlin bersama Konsulat Jenderal RI di Frankfurt dan Hamburg bersama-sama membentuk tim untuk memantau perkembangan situasi. Menurut Eddy, belum ada laporan WNI di Jerman yang menjadi korban cuaca dingin.
”Penerbangan masih berjalan normal. Cuaca memang sempat sampai minus 15 derajat celsius, tetapi sekarang sudah minus 10 derajat celsius. Jadi, masih bisa berkegiatan,” kata Eddy.
Namun, beberapa kota di Eropa masih mengalami dampak suhu dingin yang ekstrem. Di kota La Rochelle di pantai barat Perancis, bus kota belum beroperasi lagi karena jalan raya masih tertutup lapisan es tebal yang sangat licin.
Ismail Sulaiman (31), mahasiswa program doktor di Universitas La Rochelle, mengatakan, warga sempat kesulitan mendapatkan air bersih karena air di saluran pipa leding membeku akibat suhu yang mencapai minus 9 derajat celsius. ”Biasanya suhu di sini cuma sampai 0 derajat celsius, tetapi tahun ini lebih dingin daripada tahun-tahun lalu,” ujar Ismail yang harus membeli alat pemanas tambahan untuk mencairkan air di pipa leding.
Cuaca dingin juga menyebabkan masalah di Zurich, Swiss, karena air tak mengalir dan pemanas ruangan gagal berfungsi dengan baik.
”Jalan-jalan masih bisa dilewati karena mobil pembersih salju bekerja keras. Hanya saja, jika salju memadat dan membeku, jalan menjadi licin dan mobil bisa tergelincir. Di jalan yang lebih kecil dan salju cukup tebal, kami harus memasang rantai ban untuk bisa lewat,” kata petugas Bidang Penerangan, Sosial, dan Budaya KBRI Bern, Oktavia Maludin.
Salju bahkan turun di kawasan Eropa selatan, seperti Roma di Italia dan Marseille di Perancis, yang biasanya tak bersalju. ”Hari ini tidak turun salju, tetapi suhu minus 7 derajat celsius. Kadang kalau angin bertiup bisa minus 15 derajat celsius. Kami terganggu karena kedinginan, tetapi kegiatan sehari-hari tetap lancar,” kata Dessi Wulandari Peuziat, mahasiswi Indonesia yang tinggal di kota Pierrelatte, 145 kilometer sebelah utara Marseille.
Musim dingin ekstrem bahkan terasa hingga Afrika Utara. Di Aljazair, 16 orang tewas akibat kecelakaan yang disebabkan jalanan licin berlapis es. Di Tunisia selatan, salju turun untuk pertama kali dalam 40 tahun.
Angin dari Siberia
Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan, cuaca ekstrem di Eropa disebabkan oleh fenomena antisiklon berupa daerah tekanan tinggi di Siberia, Rusia.
Ini menyebabkan angin dingin dari wilayah tersebut bertiup ke Eropa sehingga menghambat masuknya angin hangat dari Samudra Atlantik. Badai salju hebat di Eropa Timur disebabkan bertemunya angin Siberia yang membawa massa udara masif ini dengan udara lembab dari Laut Tengah.
Kondisi cuaca yang mulai terpantau awal Februari ini, menurut laporan Organisasi Meteorologi Dunia, juga menyebabkan hujan salju lebat di bagian tenggara Eropa, seperti kawasan Balkan, Romania, Bulgaria, dan Italia. Hampir seluruh Eropa, dari Skandinavia hingga Mediterania, saat ini dicengkeram cuaca dingin ekstrem. (AFP/DWA/INA/YUN/WAS/DHF)http://internasional.kompas.com
Sumber :Kompas Cetak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar