Ilustrasi
Jakarta, Aturan baru yang mengatur bahwa pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia hanya boleh mengerjakan satu macam tugas saja bagi majikannya menuai kritikan publik Malaysia. Kritikan tersebut dinilai berlebihan karena aturan tersebut sebenarnya merupakan pemenuhan hak PRT sesuai standar universal.
"Ini adalah pemenuhan hak-hak sesuai dengan standar universial," ujar Direktur Migrant Care, Anis Hidayah, saat berbincang dengandetikcom, Minggu (18/3/2012).
Dituturkan Anis, rata-rata PRT Indonesia di Malaysia memiliki beban kerja yang sangat berat. Seorang PRT bisa merangkap berbagai macam tugas rumah tangga, bahkan tanpa jam kerja yang jelas.
"Meski lingkupnya hanya di dalam rumah, tapi beban kerjanya sangat berat karena tidak ada aturan tentang jam kerja. Banyak dari mereka yang bekerja 20 jam sehari, ini sangat tidak layak," jelasnya.
Lalu mengenai upah minimal 700 ringgit bagi PRT Indonesia di Malaysia dinilai tidak logis, Anis justru menyebut upah tersebut yang paling rendah di antara PRT asing lainnya. "Upah 700 ringgit itu paling rendah, karena PRT dari Filipina saja gajinya sampai 1200 ringgit. Sri Lanka saja dapat 1000 ringgit," ucapnya.
Menurut Anis, berbagai protes dan kritikan publik Malaysia terhadap aturan tersebut wajar terjadi. Sebab selama ini majikan di sana cenderung mendapat keuntungan yang cukup mumpuni dengan mempekerjakan PRT Indonesia.
"Wajar saja. Majikan di sana sudah nyaman, mereka membayar PRT kita dengan murah dan bisa diperintah-perintah semau-maunya. Selama ini tidak ada batasan apa-apa. Kalau ada perubahan, mereka pasti protes," tutur Anis.
Jika memang mereka menyerukan agar tidak lagi mempekerjakan PRT Indonesia, hal tersebut justru disambut baik. "Tidak apa-apa, cari saja yang lain. Tidak bisa mempekerjakan PRT dengan majikan yang tidak bisa menghormati hak-hak PRT-nya," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, banyak warga Malaysia yang geram mendengar keputusan baru terkait perekrutan PRT Indonesia. Media negeri jiran itu pun ramai memberitakannya. Bahkan harian The Star menulis berita tersebut dengan judul: "Employers: Let’s forget Indonesia and look for maids elsewhere".
Keputusan baru tersebut mengatur bahwa PRT Indonesia hanya akan menjalankan satu macam tugas saja untuk majikan-majikan mereka. Padahal selama ini tugas PRT di Malaysia adalah mencakup semua jenis pekerjaan, baik itu memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah atau mengurus orang lanjut usia.
Keputusan ini dicapai dalam pertemuan satgas gabungan Malaysia-Indonesia untuk pengerahan, penempatan dan perlindungan PRT Indonesia. Pertemuan tersebut berlangsung di Jakarta pada Kamis, 15 Maret lalu.
(nvc/trq)
"Ini adalah pemenuhan hak-hak sesuai dengan standar universial," ujar Direktur Migrant Care, Anis Hidayah, saat berbincang dengandetikcom, Minggu (18/3/2012).
Dituturkan Anis, rata-rata PRT Indonesia di Malaysia memiliki beban kerja yang sangat berat. Seorang PRT bisa merangkap berbagai macam tugas rumah tangga, bahkan tanpa jam kerja yang jelas.
"Meski lingkupnya hanya di dalam rumah, tapi beban kerjanya sangat berat karena tidak ada aturan tentang jam kerja. Banyak dari mereka yang bekerja 20 jam sehari, ini sangat tidak layak," jelasnya.
Lalu mengenai upah minimal 700 ringgit bagi PRT Indonesia di Malaysia dinilai tidak logis, Anis justru menyebut upah tersebut yang paling rendah di antara PRT asing lainnya. "Upah 700 ringgit itu paling rendah, karena PRT dari Filipina saja gajinya sampai 1200 ringgit. Sri Lanka saja dapat 1000 ringgit," ucapnya.
Menurut Anis, berbagai protes dan kritikan publik Malaysia terhadap aturan tersebut wajar terjadi. Sebab selama ini majikan di sana cenderung mendapat keuntungan yang cukup mumpuni dengan mempekerjakan PRT Indonesia.
"Wajar saja. Majikan di sana sudah nyaman, mereka membayar PRT kita dengan murah dan bisa diperintah-perintah semau-maunya. Selama ini tidak ada batasan apa-apa. Kalau ada perubahan, mereka pasti protes," tutur Anis.
Jika memang mereka menyerukan agar tidak lagi mempekerjakan PRT Indonesia, hal tersebut justru disambut baik. "Tidak apa-apa, cari saja yang lain. Tidak bisa mempekerjakan PRT dengan majikan yang tidak bisa menghormati hak-hak PRT-nya," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, banyak warga Malaysia yang geram mendengar keputusan baru terkait perekrutan PRT Indonesia. Media negeri jiran itu pun ramai memberitakannya. Bahkan harian The Star menulis berita tersebut dengan judul: "Employers: Let’s forget Indonesia and look for maids elsewhere".
Keputusan baru tersebut mengatur bahwa PRT Indonesia hanya akan menjalankan satu macam tugas saja untuk majikan-majikan mereka. Padahal selama ini tugas PRT di Malaysia adalah mencakup semua jenis pekerjaan, baik itu memasak, mengasuh anak, membersihkan rumah atau mengurus orang lanjut usia.
Keputusan ini dicapai dalam pertemuan satgas gabungan Malaysia-Indonesia untuk pengerahan, penempatan dan perlindungan PRT Indonesia. Pertemuan tersebut berlangsung di Jakarta pada Kamis, 15 Maret lalu.
(nvc/trq)
Baca Juga
- Laporan dari Kairo
5 TKI Bermasalah Dipulangkan, Dapat Bantuan Rp5,8 Juta - Laporan dari Dubai
Karya Desainer Muda RI Tembus Butik Eksklusif Dubai - Menteri Malaysia: Jadikan Socmed Sarana Penengah RI-Malaysia
- Laporan dari Dubai
Dirundung Masalah, 5 TKW Dipulangkan - WNI Ini Lolos dari Hukuman Mati di Singapura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar