Bukittinggi, Kota Wisata
Ir. Soekarno, sesaat sebelum Jepang masuk, berada di Sumatera, tepatnya Bengkulu, sebagai seorang interniran pemerintah kolonial Belanda akibat aktivitas pergerakan yang dilakukannya. Begitu kekuatan Belanda untuk bertahan sudah semakin terdesak, ia segera akan dikembalikan ke Jawa. Sebelum berangkat ke Jawa, Soekarno yang memang sudah dikenal luas sebagai pemimpin rakyat, menyempatkan diri datang ke Padang.
Dari Padang, ia bahkan sempat naik kereta api ke Bukittinggi sekadar menyapa rakyatnya. Di sini bibit cita-cita merdeka mendapat pupuk yang selayaknya dari rakyat Sumbar. Sejarah membuktikan tiga tahun setelah itu, Indonesia benar-benar memproklamasikan kemerdekaannya.
Selama perang kemerdekaan inilah, peran Sumbar tidak dapat dilepaskan sebagai mata rantai kelangsungan hidup bangsa. Belanda dengan segala taktik berusaha kembali untuk melanjutkan kolonialismenya, sebagaimana Republik dengan segala cara mempertahankan proklamasinya. Bukittinggi telah menjadi ibukota negara yang penting setelah Jakarta dan Yogyakarta.
Sekelumit potongan peristiwa sejarah itu, setidaknya menyadarkan kita bahwa Sumbar pernah menjadi pemegang estafet sejarah bangsa. Tidak dapat dibayangkan, jika Syafruddin Prawiranegara–dengan atau tanpa sepengetahuan Soekarno-Hatta yang sebenarnya telah memerintahkan dari Yogyakarta –tidak berketetapan membentuk pemerintahan darurat. Tentulah sejarah Indonesia akan berkata lain.
Hanya saja, apakah potensi kekuatan sejarah yang dimiliki Sumbar, telah dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan pariwisata sebagai sebuah usaha kreatif? Ini sebuah pertanyaan yang penting dan perlu untuk dijawab.
Apa Itu Wisata Sejarah?
Dalam industri pariwisata, sejarah dapat dan sangat potensial dimanfaatkan sebagai bagian pengembangan pariwisata. Objek wisata sejarah dalam taksonomi yang dikemukakan Roberts adalah bagian dari atraksi wisata selain atraksi alam, kebun binatang, kehidupan alam liar (Morgan 1996). Atraksi wisata sejarah merupakan bagian dari atraksi wisata disamping atraksi wisata alam dan budaya (Wijaya 2010). Menjaga dan melestarikan sejarah bagi suatu bangsa sangatlah penting. Salah satu caranya adalah dengan mengaitkannya dengan pariwisata (Suastika 2011). Hal ini dapat dilakukan dengan menjadikan hal yang berkaitan dengan sejarah sebagai objek wisata.
Memang, dalam berbagai literatur kepariwisataan, wisata sejarah belum mendapatkan definisinya sendiri. Wisata sejarah masih merupakan bagian dari wisata pusaka (heritage tourism). Organisasi Wisata Dunia (World Tourism Organization) mendefinisikan pariwisata pusaka sebagai kegiatan untuk menikmati sejarah, alam, peninggalan budaya manusia, kesenian, filosofi dan pranata dari wilayah lain.
Wisata sejarah sangat berkaitan erat dengan pengelolaan pusaka (heritage) sebagai warisan kebudayaan masa lalu atau peninggalan alam. Dalam konteks Indonesia,heritageini diatur dalam UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dalam undang-undang tersebut benda cagar budaya baik benda buatan manusia maupun benda alam adalah benda yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Sebagai bagian dari wisata pusaka, wisata sejarah merupakan atraksi pariwisata minat khusus, bukan pariwisata bersifat massal. Jika pariwisata massal menekankan pada kesenangan, wisata sejarah lebih menekankan pada aspek pengalaman dan pengetahuan (Cahyadi 2009). Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa pariwisata pusaka adalah bagian dariindustri pariwisata yang paling maju perkembangannya (Jamieson1998; Boniface & Fowler 1993, dalam Cahyadi, 2009).
Dengan demikian wisata sejarah dapat didefiniskan sebagai kegiatan perjalanan minat khusus untuk menikmati dan mempelajari sejarah melalui berbagai peninggalan yang terdapat dalam suatu daerah tertentu.
Wisata Sejarah di Sumbar
Berdasarkan definisi wisata sejarah yang diberikan di atas dan peran Sumbar dalam konstelasi sejarah nasional, maka Sumbar sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi salah satu daerah tujuan wisata sejarah. Kriteria daerah tujuan wisata diatur dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.37/UM.001/MKP/07 tentang Kriteria dan Penetapan DestinasiPariwisata Unggulan. Kriteria destinasi wisata unggulantersebut adalah (a)ketersediaan sumber daya dan daya tarikwisata; (b)fasilitas pariwisata dan fasilitas umum; (c)aksesibilitas; (d)kesiapan dan keterlibatan masyarakat; (e)potensi pasar; dan (f)posisi strategis pariwisata dalam pembangunan daerah.
Enam hal inilah yang telah dimiliki dan perlu digali lagi untuk mengangkat Sumbar menjadi daerah tujuan wisata sejarah. Pada akhirnya, Sumbar akan dipetakan menjadi destinasi wisata sejarah dalam profil pariwisata nasional.
Objek Wisata Sejarah Potensial di Sumbar
Di Sumbar berserakan tempat yang sangat potensial dijadikan daerah tujuan wisata sejarah, antara lain Bukittinggi, Padang, Payakumbuh, Batusangkar, Sawahlunto, Padang Panjang, Pariaman atau Bonjol.
Bukittinggi, saat ini telah menjadi daerah destinasi wisata di Sumbar karena keelokan alam dan banyaknya objek wisata potensial. Pemerintah kolonial Belanda sejak dulu telah menjadikan Bukittinggi sebagai daerah peristirahatan. Potensi objek dan atraksi wisata sejarah yang dapat dikembangkan di daerah ini antara lain Taman Jam Gadang, Gedung Istana Bung Hatta, Rumah Kelahiran Bung Hatta, Lobang Jepang, bekas Hotel Centrum, Lapangan Kantin, Stasiun Bukittinggi, dan bekas lapangan terbang Gadut.
Padang, sejak zaman kolonial Belanda telah menjadi pusat pemerintahan daerah Sumatera Westkust. Saat ini Padang merupakan ibukota Propinsi Sumbar. Banyak juga potensi wisata sejarah yang perlu dikembangkan, antara lain Kantor Kepolisian tempat pengibaran bendera merah putih pertama di Sumbar setelah proklamasi, Balai Kota Padang, tugu Linggarjati di Tabing dan Lubuk Begalung, dan daerah Muaro.
Potensi wisata sejarah Payakumbuh adalah terutama daerah Koto Tinggi yang merupakan basis perjuangan PDRI, dan tragedi Situjuh Batur.Batusangkar, dapat dikembangkan lagi sebagai wisata sejarah kerajaan Minangkabau. Sawahlunto memiliki potensi wisata sejarah tambang dan sejarah pengangkutan kereta api. Padang Panjang merupakan kota sejarah pendidikan agama bersama-sama dengan Parabek dan Kayu Tanam untuk sejarah pendidikan nasionalis.
Ulakan di Pariaman memiliki ikatan dengan sejarah penyebaran Islam di Sumbar. Bonjol dan Palupuh merupakan saksi sejarah selama Perang Paderi berkecamuk. Pada dasarnya, selama perang kemerdekaan 1945-1949 sebagian besar daerah Sumbar semata-mata adalah front-front perjuangan penting dalam melawan Belanda.
Sebagian yang dapat disebutkan seperti Kuranji, Pasar Usang, Parit Malintang, Sungai Penuh, Sungai Dareh, Sijunjung, dan lain sebagainya. Sangat terbatas ruang kertas ini untuk menyenaraikan potensi-potensi wisata sejarah lain di Sumbar.
Strategi Pemasaran Wisata Sejarah
Pariwisata merupakan industri di bidang jasa dengan sifat tak terlihat, tak terpisahkan, tak tersimpankan dan ketergantungan. Dalam pemasaran pariwisata, jasa itulah yang penting bagi pengunjung untuk menghabiskan waktu dan uangnya (Morgan 1996). Pemasaran pariwisata sebagai bagian dari pemasaran jasa tidak dapat mengandalkan pemasaran eksternal (dengan menggunakan the 4 Ps) semata, tetapi juga melibatkan pemasaran internal dan pemasaran interaktif (Kotler&Amstrong 2006). Pemasaran internal adalah usaha perusahaan dalam meningkatkan kemampuan kerja tim karyawan yang terlibat langsung dengan pelanggan untuk meningkatkan kepuasan. Pemasaran interaktif adalah kualitas pelayanan yang sangat tergantung pada interaksi antara karyawan dan pelanggan.Dalam merumuskan strategi pemasaran pariwisata dilakukan dengan dukungan analisis atas kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan (Mandar 2009, Umam 2010).
Potensi pasar wisatawan untuk wisata sejarah Sumbar yang dapat ditemukenali antara lain adalah orang-orang Belanda atau Jepang sebagai bekas penguasa kolonial, wisatawan domestik yang bukan orang Sumbar yang memiliki ikatan sejarah dengannya, wisatawan domestik Sumbar sendiri, para perantau Minangkabau dari seluruh dunia, pelajar dan mahasiswa, serta komunitas pecinta sejarah dan pusaka.
Sebagai industri jasa, kepuasan pengunjung pariwisata merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Kepuasan pengunjung ini berkaitan erat dengan kualitas layanan wisata. Kualitas pelayanan dirumuskan sebagai fungsi dari persepsi dan ekspektasi jasa yang dimiliki oleh pengunjung (Parasuraman dkk. dalam Bambang dkk. 2010).
Selain teori perilaku konsumen yang mengukur kepuasan wisatawan, teori yang dapat dipakai untuk menentukan strategi pemasaran pariwisata adalah teori pertukaran dan paradigma pamasaran pariwisata (Ginting 2008).
Untuk strategi pemasaran pariwisata dapat dikembangkan dengan strategi pengembangan pasar, strategi penetrasi pasar dan strategi diversifikasi (Mandar 2009). Wisata sejarah Sumbar dalam hal pengembangan pasar dapat dilakukan dengan pengoptimalan promosi wisata sejarah kepada wisatawan potensial yang telah ditemukenali sebelumnya. Selain itu perlu dukungan infrastruktur wisata yang memadai dan sumber daya manusia pariwisata yang profesional.
Oleh karena itu sangat perlu untuk memberikan pemahaman sejarah kepada pelaku pariwisata Sumbar. Penetrasi pasar dapat dilakukan dengan memanfaatkan jasa perantara wisata dan aktif mengikuti pameran wisata. Strategi diversifikasi dapat dilakukan dengan membuat paket wisata sejarah yang bisa dikombinasikan dengan wisata andalan lain Sumbar seperti wisata budaya dan alam.
WILLSON GUSTIAWAN
(Dosen pada Politeknik Negeri Padang)
(Dosen pada Politeknik Negeri Padang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar