Beras diketahui sebagai makanan pokok bangsa Indonesia sejak masa lalu. Dasar negara Pancasila melambangkan keadilan sosial yang disimbolkan dengan padi dan kapas, sebuah bentuk simbolik bahwa persoalan keadilan sosial mengutamakan tersedianya dan terbagi meratanya sandang pangan dan papan. Justru karena itu kemungkinan besar bahwa program swasembada pangan pada masa lampau terfokus kepada program swasembada beras.
Kepulauan Nusantara pada masa sebelum zaman kolonial atau sebelum masuknya agama Islam ke Nusantara didiami oleh penduduk yang beragama Hindu. Karena hubungan yang kuat dengan daratan Asia berkembanglah tradisi menanam padi pada daerah daerah di Indonesia seperti Bali dan kepulauan nusatenggara, Jawa, Sumatra serta Sulawesi. Sampai hari ini masih ditemui di Bali kuil Dwi Sri atau dewi padi, yaitu kuil lambang kesuburan.
Budaya bercocok tanam padi di sawah adalah budaya yang bagus, baik ditinjau dari segi konservasi tanah ataupun dari segi pengaturan tata air. Karena itu setelah Islam masuk budaya bercocok tanam padi tetap diteruskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Bahkan di Minangkabau, tradisi menanam padi menjadi sesuatu yang amat penting. Sawah dalam konsep orang Minangkabau adalah sebuah properti, sawah, padi, dan rangkiang adalah perlambang kemakmuran. Penghulu atau yang menamakan dirinya keturunan penghulu adat harus mampu menunjukkan dimana sawah panggadangan. Ini mungkin sebuah kiasan mampukah dia sebagai pimpinan memberi makan diri, keluarga dan anak kemenakannya. Artinya secara simbolik pimpinan itu mampu mengayomi warga dari persoalan pokok kehidupan.
Penggunaan lahan di suatu wilayah administrasi seperti nagari, terdiri dari hutan, ladang, sawah, fasilitas umum, padang pengembalaan, kebun. Fasilitas umum berupa pemukiman, pasar, lapangan olahraga, jalan dan lain-lain. Sedangkan kebun kemungkinan terdiri dari kebun campuran ataupun perkebunan rakyat. Mungkin karena bahan makanan pokok di wilayah Sumatera bagian tengah adalah beras, maka kalau diperhatikan dengan saksama hampir setiap nagari memiliki luas lahan sawah 25 persen-35 pesern dari total luas kenagarian, kecuali untuk kenagarian yang berada di Solok Selatan, Sawahlunto, Sijunjung ataupun pasaman. Wilayah daerah tangkapan air (DTA) Danau Singkarak, kalau diperhatikan dari data penggunaan lahannya memiliki luas sawah minimal 25 persen dari luas kenagarian.
Padi adalah jenis bahan pangan yang punya nilai gizi lengkap dan dapat disimpan lebih lama. Padi original atau padi asli daerah dapat ditempatkan di rangkiang lebih dari 3 tahun. Ini memang sedikit berbeda dengan padi varietas unggul yang mengalami perobahan dalam umur penyimpanan. Umbi umbian, walaupun tersebar banyak di Nusantara, tapi bahan pangan ini tidak dapat disimpan lama secara tradisional, kecuali dirobah dulu kedalam bentuk lain berupa tepung atau sesuatu cara penyimpanan yang lebih kompleks dan membutuhkan teknologi.
Budaya menanam padi memang adalah budaya Asia, Jepang menempatkan hampir seluruh kepulauannya memiliki sawah, mulai dari Hokkaido, kecuali Kepulauan Okinawa. Pada masa Pemerintahan Sogun, hanya mereka yang berpunyalah atau kaum bangsawan yang dapat makan nasi tiga kali dalam satu hari. Di lain pihak bagi masyarakat kelas bawah hanya menikmati udon (mie khas Jepang) dan bahkan ada udon yanh dibuat dari tepung ubi jalar. Dengan demikian bagi orang Asia beras adalah hal yang utama, walaupun sekarang di Jepang berkembang keanekaragaman makanan dalam bentuk kue-kue dan makanan kecil, tapi nasi tetap merupakan sesuatu yang dianggap penting.
Sepertinya budaya itu mulai berubah, terutama di wilayah Kepulauan Nusantara, banyak lahan sawah yang beralih fungsi menjadi lahan pemukiman dan perkantoran. Dan tidak sedikit pula lahan yang pernah disurvei di zaman pemerintahan Soeharto yang direncanakan sebagai pengembangan areal persawahan beririgasi berubah menjadi areal perkebunan sawit. Sementara di sisi lain Amerika mengembangkan industri beras di negara bagian California, dan ada kemungkinan pada suatu waktu nanti Indonesia tidak hanya menggantungkan diri kepada beras Vietnam, atau Thailand tapi juga menggantungkan perutnya ke industri beras di California.
Media televisi yang dikenal punya pengaruh luas di masyarakat pada akhir-akhir ini sering mengiklankan makan ubi. Mungkin ideanya bagus dalam rangka penganekaragaman makanan. Sepertinya kita diingatkan kembali ke zaman kesogunan Jepang yaitu di era Tokugawa Ie Yesu yang mengembangkan pembuatan udon yang biasanya dari terigu, diganti dengan bahan baku dari tepung ubi jalar, sedangkan kaum bangsawan dapat menikmati beras. Mungkin saja yang dimaksudkan dengan iklan tersebut adalah bagaimana membangun budaya hidup sehat, tapi kevulgaran yang terlihat adalah promosi untuk meninggalkan beras dan menggantinya dengan umbi umbian.
Apa yang dapat dilihat pada media televisi pada hari ini mungkin saja adalah promosi dari ketidakmampuan pemerintah dalam mencukupi kebutuhan sandang dan pangan bagi para warganya, dan juga cerminan dari ketidak tegasan hukum dalam menempatkan sawah sebagai areal produksi yang tidak boleh dialihfungsikan baik untuk areal pertambangan atau areal perkantoran. Hal ini juga cerminan suatu bentuk ketidak tegasan dalam ketentuan tata ruang wilayah dan alih fungsi kawasan.
Laju alih fungsi lahan sawah setiap tahun sangat pesat, sedangkan laju pertambahan penduduk juga sejalan dengan sepesatnya laju alih fungsi lahan sawah. Di sisi lain usaha pembukaan lahan baru untuk persawahan selalu tersendat. Beda sekali dengan alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit. Hampir seluruh Kalimantan telah beralih fungsi menjadi kebun sawit, dan celakanya DPR meloloskan undang-undang kehutanan yang menempatkan sawit sebagai tanaman hutan. Syukur undang-undang itu dibatalkan oleh MK (Mahkamah Konstitusi).
Bila masyarakat berpikir realistis, sehubungan dengan rupiah yang dihasilkan per satuan lahan, maka ternyata bertanam padi pada harga beras Solok Super Rp12.000/kg dengan hasil panen minimal 4,5 ton gabah musim tanam (MT) atau setara beras 2,9 ton musim tanam, petani akan menerima Rp35 juta musim taman atau hampir seratus juta/ha/tahun. Bandingkan dengan sawit yang produksi maksimum pada tanah subur adalah 25 ton/ha/tahun pada harga pasar berfluktuasi dari Rp800-Rp1.300, atau akan memberikan penerimaan Rp20 juta-Rp32,5 juta /tahun. Nilai rupiah yang dicapai pada usaha pertanian beras itu tidak menggunakan nilai tertinggi produksi beras hasil dari balai penelitian tanaman pai yang dapat memberikan hasil 8-12 ton gabah/ha/musim tanam, yang harus dicermati adalah untuk mendapatkan 1 kg beras berkualitas petani memerlukan 9 sampai 15 kg sawit.
Memperhatikan hasil perkalian dari penerimaan kotor persatuan lahan maka tidak terlihat bertanam padi lebih rendah pendapatannya dari perkebunan sawit. Usaha pertanaman padi akan memberikan keuntungan yang lebih besar apabila petani mengembangkan tanaman padi organik. Produk pertanian organik dinilai oleh banyak pakar memiliki keuntungan yang besar ditinjau dari sudut kesehatan. Nilai kesehatan ini akan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan mengkomsumsi beras impor, yaitu beras yang telah lama disimpan didalam gudang apakah itu di negara yang bersangkutan sebagai produsen atau di gudang di negara yang menerima sebagai konsumen. Untuk menghindari rusaknya beras dari hama gudang biasanya dilakukan fumigasi atau pengembosan dengan pestisida setiap 2 atau 3 bulan sekali.
Usaha kedaulatan pangan khususnya pengadaan beras adalah amanat undang-undang dasar yang harus dilaksanakan oleh pemerintah selaku pengendali administrasi negara. Regulasi peruntukan lahan dan pengendalian kawasan berada di tangan pemerintah. Negara punya wewenang penuh dengan berbagai undang-undang yang ada, baik mengenai alih fungsi lahan atau mengenai lingkungan hidup. Salah satu faktor yang mesti dicegah adalah usaha alih fungsi lahan sawah baik yang dilakukan oleh pemerintah, perorangan ataupun pihak swasta.
Dalam pemberian izin untuk pembukaan areal baru, ada baiknya pemerintah mengacu kepada kebijakan lokal yang ada di Sumatera Barat, yaitu dalam pembukaan satu kawasan 25 persen arealnya diuntukkan untuk persawahan.
PROF AZWAR RASYIDIN
(Guru Besar Fakultas Pertanian Unand,
Ketua Persatuan Alumni Dari Jepang (Persada) Wilayah Sumatera Barat)
Ketua Persatuan Alumni Dari Jepang (Persada) Wilayah Sumatera Barat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar