Front Mahasiswa Nusantara (Fromnas), Selasa (7/8), melaporkan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penerima dana gratifikasi dari PT Al-Haram Islamic Wisata. Laporan mahasiswa itu tercatat dengan nomor 01/56/200.
Koordinator Pusat Fromnas Fitra Siddik mengatakan bahwa mereka melaporkan kasus tersebut ke KPK karena pengusutan hanya pada pemberi gratifikasi saja dan tidak semua pihak yang terlibat. “Kita ingin semuanya diungkap tuntas. Tidak ada pandang bulu.
Meski itu seorang gubernur, hukum harus ditegakkan,” tegas Fitra.
Fromnas mempertanyakan mengapa pemberi gratifikasi telah divonis bersalah dan menjalani hukuman, tetapi yang diduga menerima gratifikasi tenang-tenang saja.
Fromnas juga menyebutkan ada kebohongan publik dalam pengusutan kasus ini. Kebohongan itu adalah soal surat izin pemeriksaan ke Presiden. “Setelah kami cek, tidak ada surat tersebut diajukan ke Presiden, begitu juga dengan perkaranya,” lanjut Fitra.
Berdasarkan kondisi tersebut, Fromnas meminta KPK mengambil alih kasus ini, agar hak korban dapat segera dikembalikan. “Kami tidak percaya Kajati dan Kapolda Sumbar mampu menuntaskan kasus ini. KPK harus turun tangan,” jelasnya.
Tidak Benar, Itu Fitnah
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno yang masih berada di tanah suci melaksanakan ibadah umroh saat dikonfirmasi Haluan menjelaskan, laporan itu adalah fitnah. Keberangkatannya menunaikan ibadah umroh bersama Biro Perjalanan Umroh Al Haram, tidak gratis apalagi memanfaatkan fasilitas perusahaan tersebut.
Irwan dan istri Nevi Irwan Prayitno serta ajudannya Rafki membayar sesuai tarif umroh yang ditetapkan. Bahkan dia ikut mengurus kelancaran proses pemberangkatan jemaah sehingga uang pribadinya ikut terpakai.
Bahkan untuk membantu mengurus pemberangkatan jemaah, Irwan terpaksa bolak-balik Padang-Jakarta, diantaranya membuat surat untuk pengurusan visa dan juga untuk mendapatkan pelayanan penerbangan Batavia. Bila dihitung-hitung uang yang telah dikeluarkannya, maka jatuhnya rugi berangkat dengan Al Haram.
Pihak Al Haram pernah menawarkan untuk mengganti uang yang dikeluarkannya dalam membantu pengurusan tersebut, tetapi ditolaknya. Dan pihaknya tidak pula mempersoalkan hal tersebut.
Beberapa waktu lalu, Irwan memperlihatkan rekap kwitansi perjalanannya dengan Al Haram yang ditandatangani istri Herman, Nofianty. Dalam rekap kwitansi yang dimiliki Irwan, tertera jumlah Rp28,2 juta untuk pembayaran harga tiket 2 orang, handling airportax 2 orang dan tambah kamar 2 orang bersama istrinya Nevy Irwan Prayitno. Kwitansi ini ditandatangani istri Herman, Nofianty.
Secara terperinci, pada kwitansi lain atas nama Irwan Prayitno yang ditandatangi staf Al Haram bernama Efrizal, tertera angka Rp27 juta untuk pembayaran paket umroh 10 hari dan biaya tambah kamar atas nama Irwan dan Nevy serta kwitansi lainnya Rp1,2 juta untuk pembayaran handling dan airportax juga atas nama Irwan dan Nevy.
Selain itu, juga diperlihatkan bukti kwitansi milik ajudan Gubernur Sumbar, Rafky Pratama senilai Rp14,1 juta dengan rincian paket umroh Rp13,5 juta dan handling airportax Rp600 ribu dan kwitansi lain milik anggota rombongannya. Ada lagi bukti kwitansi lain, yaitu pembayaran tiket penerbangan Batavia Air senilai 450 US Dollar.
Dikatakan, pihaknya sangat paham kalau seorang pejabat negara dapat dijerat aturan gratifikasi kalau menerima sesuatu dari pihak dalam bentuk apapun juga. Karena itu, ketika dulu Herman menawarkan padanya untuk umroh secara gratis, dengan tegas ditolaknya.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar