TEMPO/Aditia Noviansyah
Peristiwa nahas menimpa juru bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman. Ia dikeroyok karena membunyikan klakson kala situasi lalu lintas sedang macet di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, Minggu sore, 25 November 2012. Ia kemudian melaporkan peristiwa pengeroyokan itu ke Polres Jakarta Selatan.
Pengamat tata kota dan transportasi Yayat Supriyatna mengatakan peristiwa ini bisa jadi terjadi karena adanya perbedaan arti bahasa klakson.
Bahasa-bahasa klakson, misalnya, mengklakson untuk mengingatkan, memperingatkan, memerintah, atau simbol tak sabar dan kemarahan. "Dalam kondisi tertentu, bahasa klakson ini justru menjadi konflik," kata Yayat kepada Tempo,Senin, 26 November 2012.
Dalam peristiwa pengeroyokan dan pemukulan Munarman, kata Yayat, bisa terjadi karena adanya perbedaan menerjemahkan arti bahasa klakson tersebut. "Munarman membunyikan klakson karena menganggap pihak lain menyalahi aturan. Kemudian pihak yang diklakson justru merasa punya hak dan tak melanggar aturan," Yayat berujar.
Menurut Yayat, peristiwa semacam ini kerap terjadi. Orang berantem lantaran membunyikan klakson. "Kesenggol sedikit saja, orang sudah pukul-pukulan," ujarnya.
Di lain pihak, Kepala Bagian Humas Polres Jakarta Selatan Kompol Aswin membenarkan jika juru bicara Front Pembela Islam Munarman datang ke kantor Polres Jakarta Selatan pada Minggu, 25 November 2012 malam. Sekitar pukul 19.00 WIB, Munarman datang sendiri melaporkan mengenai pengeroyokan terhadap dirinya. "Tapi saat diminta membuat laporan resmi ia menolak," ujarnya pada Senin, 26 November 2012.
Alasannya, kata dia, Munarman hanya ingin menceritakan kejadian itu kepada polisi tanpa bermaksud memperpanjang persoalan. Yang jelas, salah satu pentolan FPI itu mengaku dikeroyok sekitar empat hingga lima orang tak dikenal. "Dia cuma mau cerita saja. Katanya biar polisi tahu. Enggak mau bikin laporan," ujarnya.
Postingan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar