Potret suram infrastruktur pedesaan tersebar di seantero pelosok nagari di Sumbar. Pemandangan itu terlihat di Kenagarian Malalak Selatan, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam. Sudah tiga tahun, warga setempat harus meniti jembatan bambu untuk menjangkau dunia luar.
Jembatan bambu inilah satu-satunya sarana bagi penduduk daerah perbukitan itu terhubung dengan beberapa jorong di kenagarian tersebut. Sejak ambruk diguncang gempa 30 September 2009 lalu, tak terlihat ada upaya pemerintah setempat memperbaiki infrastruktur vital masyarakat Malalak Selatan.
Tidak ada akses lain bagi penduduk setempat selain meniti jembatan darurat guna menyeberangi sungai berarus deras itu.
“Jembatan ini satu-satunya penghubung kampung kami dengan Jorong Siniair dan Balai I di Nagari Malalak Selatan,” kata Wali Jorong Siniair, Amrizal kepadaPadang Ekspres, kemarin (5/12).
Sejak jembatan ambruk, warga Siniair, Kampung Sikumbang Subarang, Limosaiang dan Kampung Chaniago bergotong-royong membuka jalan penghubung antara Nagari Malalak Selatan dengan Nagari Malalak Barat. “Pokoknya bagaimana jalur transportasi dari kampung kami ke luar bisa lancar. Sejak jembatan ambruk, susah kami menjual hasil pertanian. Biaya jadi tinggi. Terpaksa tambah ongkos Rp 10 ribu. Kalau jalan dan jembatan sudah dibangun, perekonomian masyarakat bisa meningkat,” tutur Amrizal.
Saban hari, masyarakat Malalak Selatan harus menyeberangi aliran Batang Mangui dengan jembatan darurat itu. “Ya mau bagaimana lagi, memang hanya ini satu-satunya jembatan bisa dilewati,” terang Sidi, salah seorang tokoh masyarakat setempat.
Jembatan penyeberangan di Siniair sangat strategis karena penghubung dua nagari. “Karena itulah kita berharap pihak terkait, baik BPBD Agam, BPBD Sumbar, Pemkab Agam dan Pemprov Sumbar bisa mewujudkan pembangunan jembatan tersebut,” pinta Wali Nagari Malalak Selatan, Erdinal didampingi Amir Koto, tokoh masyarakat setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar