Indonesia merupakan negeri yang kaya akan budaya. Beribu-ribu kebudayaan terdapat di negeri ini. Salah satu kekayaan negeri ini adalah permainan tradisional atau disebut juga dengan permainan rakyat.
Permainan tradisional merupakan permainan yang dilakukan oleh mayoritas anak-anak dan remaja secara turun temurun. Permainan tradisional menjadi bagian dari kebudayaan bangsa yang mencari ciri khas tersendiri bagi negara dan daerah.
Permainan tradisional cenderung hampir sama antara satu daerah dengan daerah lain dan yang membedakannya hanyalah nama dan peraturan-peraturan permainan yang disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing.
Seperti di daerah Jawa ada nama permainan kasti jawa, sedangkan di Minang disebut dengan permainan sipak tekong, di Jawa dikenal dengan permainan cak bur atau gobak sodor, namun di Minang dikenal dengan nama permainan galah, dan permainan benteng di daerah Jawa disebut dengan permainan sembalakon di Minang.
Permainan tradisional tidak semuanya dapat dilakukan pada setiap daerah. Permainan tradisional pada intinya adalah permainan yang mengolah dan menyesuaikan diri dengan sumber daya yang tersedia didaerah.
Contohnya adalah daerah yang tidak ada terdapat tanaman bambu, maka permainan tradisional yang dapat dikembangkan oleh daerah tersebut adalah galasin atau gobak sodor, kelereng, petak umpet, gasing dan permainan-permainan tradisional lainnya yang tidak menggunakan tanaman bambu dalam pembuatannya. Sedangkan bagi daerah-daerah yang banyak mempunyai tanaman bambu, akan dapat mengembangkan permainan tradisional layang-layang, meriam tomong, egrang, dan lantong-lantong.
Secara umum, ciri khas permainan tradisional, yaitu 1) dimainkan lebih dari satu orang atau secara berkelompok sehingga membuat anak-anak mampu berinteraksi dan berkomunikasi secara baik dengan orang lain serta dapat hidup berkomunal, 2) permainan tradisional dapat melahirkan kegembiraan bagi orang yang memainkannya, 3) permainan tradisional dapat dicari, dibuat, dan dimainkan sendiri sehingga akan menciptakan inovasi terbaru dalam permainan tradisional, 4) permainan tradisional merupakan permainan yang disesuaikan dengan kebudayaan masyarakat sekitar sehingga ketika dimainkan akan membuat anak-anak mengenal budaya di daerah nya masing-masing, dan 5) permainan tradisional dapat memanfatkan segala sumber daya yang ada di daerah sehingga semua sumber daya yang ada di daerah akan dapat terserap.
Pengaruh globalisasi yang menimpa setiap sendi kehidupan telah menenggelamkan permainan tradisional. Lambat laun permainan tradisional mulai dilupakan oleh anak-anak. Tidak banyak lagi kita melihat anak-anak yang memainkan permainan tradisional. Semuanya sudah dirubah dengan permainan modern seperti permainan mobil remote, heli-kopter remote, tamiya, playstation, dan game online.
Kelima ciri permainan seperti yang diuraikan di atas dapat membentuk karakter anak yang akan memberikan keterampilan pada diri anak sehingga anak-anak dapat menciptakan permainan tradisional ketika ia ingin memiliki permainan tersebut.
Berbicara tentang pendidikan karakter jika kita lihat pada konteks kekinian, pendidikan kerakter kembali menjadi penekanan dalam pendidikan nasional dan menjadi keprihatinan, sehingga tak ayal lagi pendidikan karakter menjadi mainstream dalam sistem pendidikan nasional pada zaman sekarang.
Jika dulu anak-anak berlomba untuk menciptakan permainan tradisional yang bagus, dan hasil karya tersebut tidak berpatokan kepada stratifikasi sosial karena memang orang miskin dapat membuat mainan tradisional yang bagus dan orang kaya belum tentu membuat mainan tradisional sebagus si miskin, maka stratifikasi di masyarakat ditentukan oleh keterampilan.
Namun, pada saat sekarang hal itu sangat berbeda, karena proses mendapatkan mainan modern untuk anak-anak berdasarkan stratifikasi ekonomi seseorang. Artinya, anak yang miskin tidak akan dapat lagi menikmati permainan modern dan bermain bersama-sama dengan orang kaya.
Berkaitan dengan permainan tradisional tadi, agaknya permainan anak kini kurang memberikan kontribusi terhadap pendidikan karakter dengan menghilangkan lima ciri dari permainan tradisional. Pergantian ini tidak bisa dilepaskan oleh arus globalisasi yang menghantam setiap sendi kehidupan sehingga tidak ada lagi permainan anak yang berbasis pendidikan karakter.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Succes mengkomplikasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Begitu juga halnya zaman sekarang, ketika kita meneriakkan pentingnya pendidikan karakter di sekolah, pendidikan karakter harus dilakukan sejak dini, dan banyak lagi teriakkan tentang pentingnya pendidikan karakter, tapi tidak dibarengi dengan pengapliaksian yang nyata.
Padahal kita semua sudah tahu jika permainan tradisional itu banyak memberikan pendidikan karakter, namun kita masih disibukkan dengan pendidikan karakter secara formal di sekolah. Tidak seharusnya pendidikan karakter harus di sekolah, karena pendidikan karakter itu dapat diterapkan dimana saja. Alangkah baiknya jika pendidikan karakter itu kita terapkan dalam lingkungan non formal, seperti halnya dengan permainan tradisional.
Sekarang ini kita tidak perlu teriak-teriak dengan lantang untuk mengatakan pentingnya pendidikan karakter. Cukup dengan menyelamatkan permainan tradisional dari serbuan arus globalisasi dan terus memainkannya mulai dari anak-anak hingga remaja, niscaya secara tidak langsung pendidikan karakter akan tercipta.
DEDE PRANDANA PUTRA
(Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan UNP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar