mendagri
ADA yang menyebut proyek KTP elektronik (e-KTP) di Indonesia yang menjadi gawe Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah program gila yang membutuhkan komitmen tinggi dan penanganan serius. Pasalnya hingga akhir 2010 ditargetkan sebanyak 170 juta penduduk Indonesia terlayani program e-KTP. Sebagai perbandingan, di negara maju seperti Jerman dengan model pembuatan e-KTP yang mencakup perekaman sistem sidik jari, retina mata (iris), dan database kependudukan tunggal, program e-KTP di Negeri Panser tersebut membutuhkan waktu 5 tahun dengan jumlah 70 juta penduduk. Tidak mengherankan, belum apa-apa, proyek e-KTP yang bernilai Rp 5,8 triliun itu langsung diguncang berbagai isu dan skandal, menyusul mencuatnya dugaan korupsi di mega proyek itu. Sejumlah kalangan telah mendesak agar proyek ini dihentikan. Sejumlah LSM dan anggota DPR, meminta agar program yang saat ini tengah berjalan dievaluasi, bahkan dihentikan dulu sampai ada penjelasan terkait tudingan adanya korupsi dan persekongkolan dalam pemenangan tendernya. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sadar banyak pihak berkepentingan dalam pelaksanaan e-KTP sebab nilai proyek tersebut sangat besar mencapai Rp5,9 triliun. Sayangnya, kepentingan berbagai pihak yang berasal dari konsorsium yang kalah tender tersebut bertujuan buruk, yakni ingin mengacaukan pelaksanaan e-KTP. Caranya dengan mencari-cari celah kesalahan, dengan harapan tender e-KTP dapat diulang. Dengan begitu, peserta tender yang kalah tersebut setidaknya kebagian dana lelang daripada tidak dapat sama sekali. Tapi Sang menteri langsung pasang badan, bahkan mempertaruhkan jabatannya itu jika program e-KTP yang disusunnya gagal dan tidak sesuai target. Dia yakin, jika tidak diganggu terus, proyek ini bisa selesai tepat waktu dan sesuai rencana. Gamawan sepertinya tak gentar dan siap “berperang” dengan pihak-pihak yang mengusik proyek KTP itu. Hanya yang membuat dia miris adalah permainan pihak-pihak tertentu digerakkan oleh pengusaha besar. Meski tidak mau menyebutkan nama, pihaknya mengetahui orang tersebut kalah dalam penunjukan tender konsorsium pemenang e-KTP yang berupaya sedemikian rupa untuk terus mengganggu pelaksanaan e-KTP. Selain itu, langkah yang ditempuh mafia tersebut dengan berupaya menjatuhkan integritas dan kredibilitasnya di mata masyarakat. Caranya, dengan melakukan berbagai tuduhan lewat media massa seolah terdapat kerugian negara dalam pelaksanaan e-KTP. Dengan membangun opini publik, mereka berharap Mendagri akan kecut dengan berbagai fitnah tersebut. Tapi itulah Gamawan, satu dari sedikit menteri di negeri ini yang berani bersuara keras mempertahankan keyakinannya. Dia tidak gentar sedikitpun menghadapi mafia tersebut, sebab sejak awal hingga pelaksanaan e-KTP berjalan sesuai prosedur. Gamawan hanya mengaku heran, pelaksanaan e-KTP yang bertujuan baik agar semua data penduduk terekam malah coba disabotase. Padahal jika program ini berhasil, maka pelaksanaan Pemilu 2014 dijamin bebas kecurangan. Dengan begitu, ia menjamin tidak ada lagi data ganda, sebab daftar pemilih tetap (DPT) mengacu nomor induk kependudukan (NIK) tunggal yang tercatat di data center Kemendagri. Mungkin betul kata orang, negeri ini memang sedang sakit. Ketika ada pihak-pihak atau orang yang berniat baik untuk sebuah sisi kehidupan bernegara, tapi justru ada yang tak menghendaki itu terjadi demi kepentingan sendiri. Dari sini, mungkin sudah betul sikap seorang Gamawan Fauzi bersikap keras melawannya, asalkan sikap keras itu berada di jalur yang benar. Tapi ingat, akan menjadi bumerang, jika sikap keras dan tegas itu dilakukan untuk menutupi sebuah kesalahan yang dilakukan. Waktu yang akan membuktikan ke depan. (*) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar