Jeffrey Ricardo Magno
Pengantar - Berita Singgalang 7 September tentang rendang paling enak di dunia, menyentakkan industri kuliner di Ranah Minang. CNN menempatkan rendang atau randang nomor 1 dan nasi goreng nomor 2. Lalu sate nomor 14. Sate itupun tak lain sate padang.
Karena itu, secara acak, suratkabar ini menurunkan kisah tentang randang nan lamak bana sangaik itu:
Di Payakumbuh, rendang nikmat dan aduhai tak sulit mencarinya. Semua orang kenal rendang Yet. Usaha yang dirintis Sugiatmi, 62, ini sudah sangat terkenal di nusantara, bahkan sudah merancah pasar internasional.
Rendang Yet, merupakan industri rumahan yang dikembangkan Sugiatmi dan telah terdaftar di Dinas Peternakan, BPPOM, dan Depkes RI. Rendang Yet dipacking praktis dan higenis dengan rasa yang khas masakan minang.
Menurut penuturan Sugiatmi kepada Singgalang, Kamis (15/9), bisnisnya bermula dari usaha kecil-kecilan yang dirintis untuk menunjang ekonomi keluarga.
“Usaha yang saya dijalani awalnya tidak rendang ini, tapi pada pembuatan kue-kue. Tapi karena tidak maju-maju akhirnya banting stir ke rendang,” ujar ibu tiga orang anak itu.
Awalnya hanya memproduksi satu kilogram per hari, namun lambat laun laris manis dan produksi meningkat. Bahkan untuk saat ini, satu harinya Sugiatmi bisa membuat rendang sampai 75 Kg rendang daging dan 30 Kg rendang paru.
Cerita sukses Sugiatmi dalam membuat rendang tidak datang secara tiba-tiba. Kerja keras dan berpromosi dari mulut ke mulut terus ia jalankan. Sehingga dari hari ke hari pelanggannya terus bertambah, karena rasanya yang enak tidak pernah berubah.
Hingga akhirnya bisa merambah pasar nasional dan mancanegara seperti Singapura, Malaysia, Australia bahkan sampai ke Amerika dan Eropa. Untuk pasar Malaysia saja, saat ini Sugiatmi hanya sanggup memenuhi 300 kotak untuk tiga item rendang yang dijualnya. Padahal permintaan dari negara tersebut sangat tinggi.
Menurut Sugiatmi rendang yang dibuatnya terdiri dari tiga item yaitu rendang daging runtiah, paru, dan telur. Rendang daging dibuat dari daging sapi segar yang diruntiah (daging yang disuir-suir). Diolah dengan bumbu alami secara higienis dan tanpa bahan pengawet.
“Rendang yang lezat selalu merupakan hasil dari pemakaian bumbu yang tepat dan proses memasak yang benar. Untuk proses pembuatan rendangnya saya yang buat sendiri. Tidak pernah saya percayakan kepada karyawan saya. Tapi kalau rendang telur, rata-rata karyawan saya sudah pintar semua,” katanya.
Keistimewaan rendang Yet, terletak pada pengolahannya yang menggunakan santan kelapa asli tanpa tambahan air. “Pola ini membuat produk yang saya buat bisa tahan sampai enam bulan lebih, Dan untuk rendang paru bisa tahan sampai empat bulan lebih,” terangnya.
Secara tradisi, tambah Sugiatmi rendang dimasak dengan kayu bakar agar apinya tidak terlalu panas, dan aroma asap kayu bakar ikut mengharumkan bumbu yang ter-reduksi sampai kental. Bila pemasakan dilakukan dengan tungku gas modern, prinsip slow cooking harus tetap dilakukan agar karamelisasi terjadi tanpa membuat masakannya hangus alias gosong dan dagingnya tidak mengerut keras.
Untuk saat ini, harga rendang Yet dipasaran berkisar Rp15 ribu sampai Rp40 ribu. Untuk rendang runtiah, yang terbuat dari daging sapi segar disuir-suir dijual Rp40 ribu/box dengan berat 200 gram. Untuk Rendang paru, yang terbuat dari paru sapi segar dijual Rp40 ribu/box dengan berat 200 gram. Dan terakhir rendang telur, dengan bahan telur dicampur tepung dengan dengan bumbu-bumbu alami, dijual Rp15 ribu/box dengan berat 250 gram.
Ketiga macam rendang yang disediakan Yet itu, telah dibautkan HAK-nyan dan mendapat beberapa penghargaan nasional. Kalau ada yang berkesempatan ke Payakumbuah jangan lupa bawa oleh-oleh dari sini berupa rendang-rendang tersebut. (*)
Pengantar - Berita Singgalang 7 September tentang rendang paling enak di dunia, menyentakkan industri kuliner di Ranah Minang. CNN menempatkan rendang atau randang nomor 1 dan nasi goreng nomor 2. Lalu sate nomor 14. Sate itupun tak lain sate padang.
Karena itu, secara acak, suratkabar ini menurunkan kisah tentang randang nan lamak bana sangaik itu:
Di Payakumbuh, rendang nikmat dan aduhai tak sulit mencarinya. Semua orang kenal rendang Yet. Usaha yang dirintis Sugiatmi, 62, ini sudah sangat terkenal di nusantara, bahkan sudah merancah pasar internasional.
Rendang Yet, merupakan industri rumahan yang dikembangkan Sugiatmi dan telah terdaftar di Dinas Peternakan, BPPOM, dan Depkes RI. Rendang Yet dipacking praktis dan higenis dengan rasa yang khas masakan minang.
Menurut penuturan Sugiatmi kepada Singgalang, Kamis (15/9), bisnisnya bermula dari usaha kecil-kecilan yang dirintis untuk menunjang ekonomi keluarga.
“Usaha yang saya dijalani awalnya tidak rendang ini, tapi pada pembuatan kue-kue. Tapi karena tidak maju-maju akhirnya banting stir ke rendang,” ujar ibu tiga orang anak itu.
Awalnya hanya memproduksi satu kilogram per hari, namun lambat laun laris manis dan produksi meningkat. Bahkan untuk saat ini, satu harinya Sugiatmi bisa membuat rendang sampai 75 Kg rendang daging dan 30 Kg rendang paru.
Cerita sukses Sugiatmi dalam membuat rendang tidak datang secara tiba-tiba. Kerja keras dan berpromosi dari mulut ke mulut terus ia jalankan. Sehingga dari hari ke hari pelanggannya terus bertambah, karena rasanya yang enak tidak pernah berubah.
Hingga akhirnya bisa merambah pasar nasional dan mancanegara seperti Singapura, Malaysia, Australia bahkan sampai ke Amerika dan Eropa. Untuk pasar Malaysia saja, saat ini Sugiatmi hanya sanggup memenuhi 300 kotak untuk tiga item rendang yang dijualnya. Padahal permintaan dari negara tersebut sangat tinggi.
Menurut Sugiatmi rendang yang dibuatnya terdiri dari tiga item yaitu rendang daging runtiah, paru, dan telur. Rendang daging dibuat dari daging sapi segar yang diruntiah (daging yang disuir-suir). Diolah dengan bumbu alami secara higienis dan tanpa bahan pengawet.
“Rendang yang lezat selalu merupakan hasil dari pemakaian bumbu yang tepat dan proses memasak yang benar. Untuk proses pembuatan rendangnya saya yang buat sendiri. Tidak pernah saya percayakan kepada karyawan saya. Tapi kalau rendang telur, rata-rata karyawan saya sudah pintar semua,” katanya.
Keistimewaan rendang Yet, terletak pada pengolahannya yang menggunakan santan kelapa asli tanpa tambahan air. “Pola ini membuat produk yang saya buat bisa tahan sampai enam bulan lebih, Dan untuk rendang paru bisa tahan sampai empat bulan lebih,” terangnya.
Secara tradisi, tambah Sugiatmi rendang dimasak dengan kayu bakar agar apinya tidak terlalu panas, dan aroma asap kayu bakar ikut mengharumkan bumbu yang ter-reduksi sampai kental. Bila pemasakan dilakukan dengan tungku gas modern, prinsip slow cooking harus tetap dilakukan agar karamelisasi terjadi tanpa membuat masakannya hangus alias gosong dan dagingnya tidak mengerut keras.
Untuk saat ini, harga rendang Yet dipasaran berkisar Rp15 ribu sampai Rp40 ribu. Untuk rendang runtiah, yang terbuat dari daging sapi segar disuir-suir dijual Rp40 ribu/box dengan berat 200 gram. Untuk Rendang paru, yang terbuat dari paru sapi segar dijual Rp40 ribu/box dengan berat 200 gram. Dan terakhir rendang telur, dengan bahan telur dicampur tepung dengan dengan bumbu-bumbu alami, dijual Rp15 ribu/box dengan berat 250 gram.
Ketiga macam rendang yang disediakan Yet itu, telah dibautkan HAK-nyan dan mendapat beberapa penghargaan nasional. Kalau ada yang berkesempatan ke Payakumbuah jangan lupa bawa oleh-oleh dari sini berupa rendang-rendang tersebut. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar