PEMIMPIN PLIN-PLAN
PADANG, Haluan — Pada awalnya dikatakan pedagang Pasar Inpres II, III, dan IV digrariskan untuk mendapatkan kios. Hal itu dengan pasti dikatakan Wahyu Iramana Putra. Namun, sehari setelah itu dibantah lagi oleh Pemko. Gejala plin-plan?
Ketua DPD Partai Golkar Kota Padang Wahyu Iramana Putra mengatakan, pernyataan gratis terhadap Pasar Inpres II, III dan IV di beberapa media beberapa waktu lalu hanya sekadar usulan saja dan juga aspirasi yang disampaikan oleh pedagang kepada dirinya.
“Namun, sayangnya usulan saya tersebut tidak mendapatkan tanggapan oleh Pemerintah Kota (Pemko) Padang. Padahal, saya berharap agar Pasar Inpres II, III dan IV tersebut digratiskan” kata Wahyu kepada Haluan, Kamis (27/10).
Untuk itu, ke depan ia tidak akan lagi berbicara soal pasar ini. Cukup hanya Pemko Padang saja, yang berbicara soal Pasar Inpres II, III dan IV sehingga tidak menimbulkan konflik yang semakin ruwet. Selain itu, pernyataannya itu hanya sekadar konsep saja dan belum suatu kebijakan. Untuk itu, hendaknya seluruh pihak jangan suka membesar-besarkan persoalan yang kecil. Karena, dampaknya akan berpengaruh besar bagi masyarakat.
Ia mengharapkan, persoalan pasar ini dapat segera tuntas dan masyarakat tidak dirugikan. Dengan begitu, Kota Padang akan kembali menjadi daerah yang aman dan tentram kembali seperti waktu dulu. Dan, hendaknya jika persoalan pasar ini tuntas juga perhatikan pada pedagang kreatif lapangan (PKL), maksudnya para PKL itu diberikan tempat yang layak dan tidak memakai tenda lagi.
“Jika pembangunan pasar ini berjalan lancar, maka hendaknya antara pasar modern dan tradisional saling berdampingan. Sehingga, ketika istri dan anak sedang belanja di pasar traditional maka, sang ayahnya bisa menunggu di pasar modern,” tambahnya.
Menanggapi pernyataan Ketua Golkar itu, Walikota Padang Fauzi Bahar mengatakan, pernyataan Ketua Golkar itu sebenarnya bukan gratis secara total. Namun, gratis tapi disewakan.
“Tidak ada gratis terhadap Pasar Inpres II, III dan IV, sedangkan yang gratis hanya penempatan awalnya saja,” katanya. Jika kios tersebut disewakan kepada pedagang selama 25 tahun, maka pedagang harus membayar setiap akhir tahun. Dan, setiap lima tahun harga kios tersebut akan mengalami perubahan harga.
“Dan, jika menggunakan sistem sewa kalau pedagang tersebut macam-macam maka bisa diusir. Karena, mereka hanya memiliki hak pakai bukan hak milik,” tegasnya.
Jika kiosnya menggunakan kartu kuning (KK), maka pedagang harus mencicilnya dengan mengandalkan KK tersebut ke perbankan.
“Kemudian, kalau kios tersebut dijual kepada pedagang. Maka, pedagang akan memiliki hak milik terhadap kios tersebut,” tambahnya.
Seperti diberitakan Haluan, Selasa (25/10) Walikota Padang Fauzi Bahar mengabulkan permintaan pedagang dengan menggratiskan kios untuk Pasar Inpres II, III, dan IV. Kios digratiskan dan memprioritaskan bagi pedagang lama. Selain ini, Pemko juga menyiapkan tempat penampungan yang layak jelang Pasar Inpres II, III, dan IV selesai dibangun.
Kabar itu dikatakan Ketua Ketua DPD Golkar Padang Wahyu Iramana Putra dalam jumpa pers di Baringin Room, ruang pertemuan Golkar Padang, Senin (24/10).
Menurut Wahyu yang didampingi anggota DPRD Padang dari Fraksi Golkar Afrizal dan Jumadi, kesepakatan tersebut didapat dalam pertemuan yang dilangsungkan dengan Walikota Padang Fauzi Bahar Minggu (23/10) pukul 20.00 WIB.
“Hasil pertemuannya dengan Walikota Padang berisi empat kesimpulan. Pertama, seluruh pedagang disiapkan kios darurat sebagai penampungan sementara selama pembangunan berlangsung, yang layak dan sesuai dengan jumlah pedagang. Kedua, pedagang dikembalikan ke tempat semula pada bangunan yang baru, sesuai dengan peruntukan masing-masing secara gratis. Ketiga, pedagang dijamin haknya selama 25 tahun yang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Walikota dan sesuai dengan fungsinya. Keempat, pedagang akan membayar retribusi sesuai dengan Perda atau ketentuan yang berlaku,” urai Wahyu Iramana Putra.
Alasan digratiskan—yang selama ini terus diperdebatkan antara pedagang dengan Pemko menurut Wahyu akan dipergunakan cara lain, misalnya melalui retribusi. “Tapi ini belum dibahas. Itu hanya teknis, yang penting Walikota setuju dulu digratiskan,” tambahnya
Menurut Inbur, banyak janji yang telah disebar selama persoalan di Pasar Inpres. Janji-janji itu kadang hilang dengan sendirinya, dan persoalan kembali seperti semula, tidak berujung. Dalam ingatan Inbur yang mengikuti persoalan di Pasar Inpres pascagempa dulu, pada pertemuan dengan Tim Penyelesaian Pasar, Walikota juga berjanji akan mendengarkan pedagang. Ketika pertemuan dengan Komnas HAM, ada juga janji yang lebih kurang sama, tapi realisasinya tidak terbukti.
“Kita tidak pesimis. Tapi juga perlu mewaspadai,” katanya lagi. Aktivis PBHI Khairul Fahmi menjelaskan, mesti ada kontrak antara pedagang dan Pemko. “Kenapa pedagang dan pemko? Karena merekalah stakeholdernya,” kata Khairul Fahmi kepada Haluan, Senin (24/10).
“Agar niat baik itu tidak berubah arah, bentuk kontrak harus segera diwujudkan. Bentuknya bisa saja melalui MoU, bentuk surat, atau sebagainya,” katanya. (h/ade)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar