Sewaktu menghadiri acara malewakan/batagak gadang kaum suku panyalai kepada Dedy Edwar, SE, MM, Datuak Panduko Rajo di Padang Pariaman 16 Oktober 2011 lalu, Ketua Umum Pucuk Pimpinan LKAAM Sumbar, Drs M Sayuti Datua Rajo Penghulu, MPd menyampaikan bahwa penghulu adalah andiko dari sebuah kaum. Andiko adalah raja bagi kemenakannya.
Sebagai rajo pangulu fungsinya menjadi kepala pemerintahan dalam kaumnya. Penghulu berperan sebagai pemimpin bagi sukunya, sekaligus sebagai hakim, dan juga pendamai di dalam kaumnya.
Lebih lanjut Ketua LKAAM Sumbar menyatakan, seorang penghulu juga menjadi jaksa, dan menjadi pembela dalam setiap perkara yang dihadapi kaumnya. Seorang penghulu wajib mengurus segala yang berhubungan dengan kepentingan kesejahteraan dan keselamatan anak kemenakannya.
Penulis berpikir, jika saja faktanya seperti yang disampaikan Ketua LKAAM Sumbar tersebut, maka berbagai persoalan yang ada di masyarakat Sumbar insya Allah bisa diselesaikan dengan baik. Peran penghulu menjadi sangat vital dan strategis. Penghulu yang mampu berperan maksimal bagi kaumnya akan mengurangi peran polisi dan aparat hukum, bahkan kepala daerah sekalipun. Penghulu adalah mamak bagi kemenakannya.
Mayoritas rakyat Sumbar bisa dipastikan memiliki mamak. Maka berbagai persoalan yang terjadi seharusnya bisa dituntaskan oleh mamak tersebut. Namun demikian, ada berbagai faktor yang mempengaruhi masalah seperti ini, di antaranya arus informasi global yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat. Anak kemenakan, beberapa di antaranya, sudah tidak mengakui keberadaan mamak, di antaranya karena mamaknya hanya berpendidikan rendah dibanding kemenakan atau kapasitas mamak yang tidak bisa mengimbangi posisinya sebagai penghulu.
Ada anak kemenakan yang berpikir untuk maju dan sukses di era modernisasi adalah dengan meninggalkan adat dan budaya. Namun hal ini jelas tidak benar. Karena ketika ia meninggalkan adat dan budayanya maka ia akan kehilangan identitas dirinya. Dan ia pun tidak bisa menempatkan dirinya ketika tidak jelas identitas dirinya. Oleh karena itu peran adat dan budaya diperlukan untuk menjelaskan identitas diri anak kemenakan.
Penghulu memiliki peran yang mulia yaitu memimpin di atas garis kebenaran. Di samping itu ia juga bertugas menjaga anak kemenakannya agar dalam kehidupan tidak melenceng dari ajaran agama dan adat. Penghulu juga bertugas menjaga harta pusaka atau ulayat. Peran dan tugas penghulu ini jika dijalankan dengan amanah akan menciptakan suasana yang membawa keadilan dan kesejahteraan bagi kaumnya.
Pemerintah membantu menguatkan peran penghulu ini di antaranya berupa penguatan kelembagaan KAN (kerapatan adat dan nagari) dan juga penguatan kualitas personal melalui pelatihan dan pembinaan. Di samping itu, pemberian pelajaran adat dan budaya di sekolah-sekolah sangat membantu anak kemenakan memahami adat dan budaya mereka. Dengan demikian akan muncul pemahaman dari anak dan kemenakan tentang adat dan budaya mereka.
Jika penghulu sudah memiliki kapasitas dan kapabilitas, dan anak kemenakan sudah memahami adat dan budaya, maka kepemimpinan penghulu terhadap anak dan kemenakannya akan berjalan efektif. Dan ini sangat membantu tercapainya masyarakat yang sejahtera baik lahir maupun batin.
Penulis meyakini bahwa baik anak kemenakan maupun penghulu menginginkan terciptanya kehidupan yang harmonis dan Islami di lingkungan mereka. Jauh dari perpecahan maupun keburukan lainnya. Ketidakharmonisan dan perpecahan justru membuat kualitas hidup kurang bagus dan merugikan semua pihak.
Oleh karena itu, semakin sadar penghulu dan mampu mengemban tugas dan tanggung jawabnya dengan baik maka akan semakin tercipta kehidupan yang harmoni di Sumbar. Demikian pula, semakin sadar anak kemenakan akan adat dan budaya yang melekat pada dirinya, maka ia akan memiliki jatidiri dan identitas diri sebagai orang Minang.
IRWAN PRAYITNO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar