Hampir sepekan setelah kerusuhan melanda Maligi, Sasak, Kabupaten Pasaman Barat, pemerintah belum juga turun tangan melihat kondisi masyarakat. Warga yang takut bertambah risau. Sebab aparat kepolisian terus berjaga-jaga di sekitar perkebunan sawit dan sesekali melakukan patroli ke dalam kampung.
Itulah berita yang dilansir surat kabar ini, kemarin. Di dalam berita itu ada semacam kekhawatiran atau bahkan ketakutan di kalangan masyarakat Maligi. Mereka khawatir dan takut kalau-kalau masalah yang dihadapi daerah itu tidak tuntas, lantas berpotensi terulang kembali.
Adalah sebuah harapan yang tidak berlebihan jika mereka menunggu kehadiran pemerintah daerah, baik pemerintah Kabupaten Pasaman Barat maupun pemerintah Provinsi Sumatra Barat. Harapan mereka bukanlah sekadar harapan dan juga bukan harapan minta diperhatikan, melainkan ingin dicarikan penyelesaian terhadap masalah yang selama ini dihadapi masyarakat setempat.
Setidaknya pemerintah mau menjadi mediator untuk mencarikan penyelesaian terbaik. Tentu saja penyelesaian yang tidak merugikan kedua belah pihak, yakni pihak masyarakat dan pihak perkebunan.
Jika tidak selesai secara baik dan transparan, kekhawatiran berikutnya akan terjadi lagi kasus serupa. Kalau kasus serupa kembali terjadi, jelas aparat keamanan tidak akan tinggal diam. Sementara, masyarakat sudah trauma melihat polisi berpakaian seragam sambil memanggul senjata.
Kita bisa meyakini bahwa kehadiran polisi di kawasan itu adalah untuk memberi rasa aman atau menjaga keamanan dari segala kemungkinan buruk, tapi masyarakat sudah terlanjur takut. Mereka sudah trauma dengan kejadian-kejadian sebelumnya.
Karena itu, adalah sebuah harapan yang wajar bila masyarakat menginginkan adanya tanggapan positif dan solusi bijak dari pemerintah. Justru itu, kunjungi dan berilah warga Maligi itu sitawa-sidingin. Jangan biarkan warga setempat sendiri dalam menghadapi masalah.
Satu hal yang perlu diingat, jika persoalan masyarakat Maligi dengan pihak perkebunan dibiarkan terus bagai api dalam sekam, maka ke depan persoalan serupa akan terjadi lagi. Apabila persoalan yang sama terus terjadi, akan menjadi preseden buruk bagi investor. Bukankah perkebunan adalah sektor andalan di Pasaman Barat?
Agaknya tidak hanya pemerintah yang harus berperan sebagai mediator bagi persoalan yang terjadi, tetapi juga wakil rakyat. Para wakil rakyat di DPRD Sumbar yang berasal dari daerah pemilihan Pasaman Barat, misalnya jangan hanya diam dan jangan pula asal bicara. Begitu juga anggota DPRD Pasaman Barat yang dipilih masyarakat Maligi. Mari datang ke sana, kumpulkan pihak-pihak yang bertikai untuk mencari penyelesaian. Ingat, di negeri ini tidak ada keruh yang tidak bisa dijernihkan, kusut yang tidak terselesaikan, asalkan dilakukan dengan cara duduk sehamparan. Satu hal lagi, pihak-pihak yang bertikai harus pula batulak-ansua. Jangan merasa benar sendiri. Inilah kuncinya!
Kita berharap semoga kejadian di Maligi tersebut adalah yang terakhir. Jangan lagi ada kasus serupa di Pasaman Barat dan di seluruh wilayah Sumatra Barat. Malu kita sama negeri lain, jika di negeri yang menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah ini harus terjadi bentrok fisik atau letupan senjata polisi. (*)(singgalang) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar