PADANG, Keluarga korban tragedi tewasnya dua orang adik-kakak di sel Polsek Sijunjung mendesak kepolisian menghukum semua anggota kepolisian yang terlibat atas pembunuhan (alm) adik-kakak, Budri dan Faisal.
Menurut Ides, abang sebapak beda ibu, hukuman terhadap mantan Kapolsek, Kanit Reskrim, dan Kanit Intel hanya rangkaian dari proses pembunuhan.
“Yang terjadi pada dua orang adik saya jelas pembunuhannya terencana,” kata Ides di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Jumat (3/2).
Karena itu, sebutnya, semua yang terlibat mesti dihukum. Keluarga, punya bukti. Misalnya, jenazah Faisal sudah mengeluarkan aroma busuk terlebih dahulu dibanding Budri. Artinya, jarak kematian mereka tidak bersamaan, seperti yang dikatakan polisi.
Pertemuan yang dihadiri juga mamak korban seperti Bataruddin, Syarial Bandaro Hitam, Pandji Alam, juga ibu kandung Budri dan Faisal itu untuk menyampaikan tuntutan keluarga atas kematian yang mereka anggap dibunuh tersebut.
Belum Ada Saksi
Pandji Alam, salah seorang mamak korban, mengaku kecewa atas proses pengusutan kasus yang menyebabkan kemenakannya meninggal dunia. Menurutnya, saat Mabes Polri melakukan olah TKP, keluarga tidak dipanggil untuk dimintai keterangan. Hal yang sama juga terjadi saat Komisi III DPR melakukan investigasi.
“Kita telah menunggu hingga pukul 20.00 WIB di rumah, tapi tak ada panggilan. Mabes Polri dan Komisi III hanya meminta keterangan dari Kapolsek,” ujar Pandji Alam. Ini disesalkan pihak keluarga yang mengatakan informasi yang didapatkan tim tersebut tak berimbang.
Koordinator Divisi Pembaharuan Hukum dan Peradilan LBH Padang Roni Saputra sebelumnya mengatakan, bila ingin mengungkap kasus tersebut secara terang benderang, saksi-saksi lain harus dipanggil.
“Ini untuk mengungkap keseluruhan persoalan,” sebutnya di Padang, Rabu (2/2) lalu.
Menurut Roni, dalam penyelesaian kasus Sijunjung, hingga sekarang, baik Mabes Polri maupun Komisi III DPR belum satu pun memanggil saksi-saksi dari masyarakat sipil.
Ditinjau dari hukum yang dibebankan kepada tersangka, juga tergolong ringan, yakni Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Menurut Koordinator Tim Advokasi LBH Padang Deddi Alparesi, pasal tersebut hanya memberikan ancaman pidana berkisar 2 tahun 8 bulan sampai 7 tahun.
“Bila mengacu kepada investigasi kita, pasal yang seharusnya dikenakan 340,” sebutnya. Pasal tersebut tentang pembunuhan berencana dengan ancama pidana mati atau seumur hidup atau paling lama 20 tahun.
Lebih jauh disebutkan, hukuman yang telah dijatuhkan tersebut belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
Kejanggalan
Dari perjalanan kasus ini, Roni Saputra menilai banyak kejanggalannya. Misalnya, korban Faisal, 14 tahun, ia diamankan Darisman, warga Nagari Pamatang Panjang pada 21 Desember 2011, dan diserahkan langsung pada hari yang sama kepada Polsek Sijunjung. Sesuai dengan KUHP, jelas Roni, maka saat itu juga pihak kepolisian wajib memberikan surat penangkapan kepada orang tua Faisal.
“Tapi itu tak dilakukan polisi,” kata Roni.
Sama halnya dengan Budri M. Zen, ia ditangkap oleh Polisi Kepolisian Sektor Sijunjung pada 26 Desember 2011 di Kiliranjao. Berdasarkan informasi dari Kopral, bahwa Budri adalah Gepeng. Penangkapan Budri dilakukan setelah sebelumnya ia diminta datang oleh Kopral ke Terminal Kiliran Jao. Budri ditangkap bukan karena tertangkap tangan melakukan pencurian sepeda motor, tidak ada Barang Bukti pada penangkapan Budri. Budri masih berusia 17 tahun, artinya kepadanya juga berlaku ketentuan UU Perlindungan Anak. Tetapi pihak kepolisian tetap melakukan pengabaian terhadap pemenuhan hak-hak Budri sebagai anak.
“Terhadap proses penangkapan dan penahanan terhadap Faisal dan Budri, jelas pihak Kepolisian sudah melanggar ketentuan dalam KUHAP dan UU Perlindungan Anak,” katanya.
Setelah dikonformasi ke Derisman panggilan Malin, ia tidak pernah menandatangani laporan Polisi No. lp/17/xii/2011/Sumbar/res sjj/sek sjj. Ia hanya menandatangani BAP dengan jumlah 7 (tujuh) rangkap. Selain itu, setelah diperlihatkan tanda tangan yang ada dalam laporan polisi itu, ia menyatakan bahwa itu bukan tanda tangannya. “Dengan demikian jelaslah bahwa Polisi diduga sudah melakukan pemalsuan tanda tangan Derisman terkait dengan kasus Faisal. Hal ini jelas merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHAP,” papar Roni. (h/adk/yat)
http://www.harianhaluan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar