PASCA-AMUK MASSA DI KANTOR BUPATI AGAM
Kaum pasukuan Tanjung bersedia mengganti semua kerugian akibat amuk massa yang berunjuka rasa di Kantor Bupati Agam. Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno meminta BPN mengukur ulang tanah yang disengketakan.
LUBUK BASUNG, Setelah unjuk rasa anarkis, ribuan anggota pasukuan Tanjung Manggopoh, Kamis (2/2), kondisi di Lubuk Basung, terutama di Kantor Bupati Agam sudah kembali normal.
Para pegawai sudah bekerja seperti biasa. Namun peristiwa unjuk rasa dimaksud menjadi topik ota di palanta lapau kopi di Lubuk Basung. Banyak komentar terlontar, kebanyakan memuji keberanian anggota pasukuan Tanjung Manggopoh memperjuangkan hak mereka.
Yang menggembirakan, menurut warga, kebesaran jiwa para pemuka Pasukuan Tanjung Manggopoh. Mereka menyatakan bertanggung jawab mengganti kerusakan Kantor Bupati Agam, akibat dilempari batu dan benda keras lainnya oleh para pengunjuk rasa yang emosi.
“Biasanya para pengunjuk rasa tidak akan peduli dengan kerusakan yang diakibatkan aksi mereka. Namun Pasukuan Tanjung Manggopoh dengan ikhlas menyatakan kalau mereka bertanggung jawab mengganti kerusakan kaca pintu dan jendela kantor Bupati Agam, yang rusak akibat lemparan para pengunju krasa,” ujar L St Kayo, ketika minum pagi di salah kedai kopi di Padang Baru, Lubuk Basung, kepada Haluan, Jumat (3/2).
Manajer Yayasan Tanjung Manggopoh (YTM), Jufri Nur, SH, M.Hum, ketika dihubungi via ponselnya kemarin mengatakan, pihak YTM akan mengganti kerusakan Kantor Bupati Agam akibat aksi unjuk rasa Kamis (2/2) lalu. Menurutnya, sebenarnya pelemparan itu terjadi karena ada peserta unjuk rasa yang sudah terbakar emosi. Emosi mereka meledak, karena terlambatnya petinggi Pemerintah Kabupaten Agam datang menemui para pengunjuk rasa.
Hal itu juga disampaikan salah seorang jubir pengunjuk rasa, Andri Tanjung, dalam pertemuan di Mapolres Agam, Kamis (2/2). Menurut Andri Tanjung, bila saja petinggi Kabupaten Agam cepat menemui para pengunjuk rasa, tindakan anarkis seperti itu tidak akan terjadi. Untuk semua itu, baik Jufri Nur, Andri Tanjung, dan Buya Syahrial Bakri Syarif sudah meminta maaf. Kapolres Agam, AKBP Noortjahjo pun kala itu sudah memaafkan, walau ia sebenarnya sempat kena pukulan para pengunjuk rasa.
Kabid Humas Polda Sumbar AKBP Mainar Sugianto mengatakan, pihaknya telah menurunkan sedikitnya 200 personil dari Brimob Polda Sumbar ke Kantor Bupati Agam terkait aksi warga dari Suku Tanjung, Nagari Manggopoh, Tiku, Kabupaten Agam.
Selain bantuan dari Polda Sumbar, kata Mainar, Polres Bukittinggi pun mengirimkan bantuan petugas sekitar satu pleton Dalmas.
Patuhi
Jufri Nur mengaku akan mematuhi keputusan musyawarah dengan pihak Pemerintah Kabupaten Agam dan PT Minang Agro, Kamis (2/2) sore, di Mapolres Agam. Keputusan itu di antaranya memberlakukan status quo pada lahan 2.500 hektera yang diklaim sebagai lahan milik pasukuan Tanjung. Di lahan tersebut tidak dibenarkan melakukan aktivitas kebun, seperti memanen sawit. Juga tenggang waktu sebulan untuk menuntaskan masalah “pencaplokan” lahan tersebut. Segenap anggota pasukuan Tanjung berharap sangat kepada Bupati Agam dan unsur terkait lainnya di Agam, agar masalah itu secepatnya dituntaskan.
“Bila tidak juga tuntas, dengan sangat terpaksa kami akan melakukan penyelesaian masalah dengan cara kami sendiri. Karena kami merasa sudah diberlakukan selama ini dengan sangat tidak adil,” tegas Jufri Nur.
Pada demonstrasi 15 Februari 2011 lalu, juga telah ada kesepakatan antara 3 kelompok, yakni untuk menghentikan aktivitas perusahaan pada lahan yang disengketakan dan akan dilakukan upaya penyelesaian lanjutan. Namun hal itu kemudian didiamkan. Notulen rapat waktu itu juga diusung oleh pendemo Kamis (2/2).
Sementara itu tokoh muda suku Tanjung yang tempramental Andri Tanjung mengatakan, sebenarnya warga masyarakat telah bosan demo, karena setiap kali demo yang rugi mereka sendiri jika terjadi bentrok yang korban dan disalahkan juga mereka, tapi kalau tidak mereka yang memperjuangkan siapa lagi.
Ukur Ulang
Sementara itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno meminta agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pengukuran ulang atas lahan PT Mutiara Agam yang disengketakan. Saat pengukuran ulang hendaknya melibatkan perwakilan masyarakat pasukuan Tanjung, Manggopoh, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam.
Ia juga meminta agar Bupati Agam bersikap arif dalam menyelesaikan masalah ini. Pemanfaatan lahan oleh perusahaan perkebunan itu harus selalu dipantau, sehingga keributan dengan masyarakat setempat yang merasa lahannya dicaplok, tidak terjadi.
“Saya sudah telepon Kepala BPN Sumbar untuk melakukan pengukuran ulang atas lahan perkebunan yang dikelola PT Mutiara Agam dengan melibatkan masyarakat pasukuan Tanjuang,” ujar Irwan Prayitno kepada Haluan Jumat (3/2), usai menerima rombongan Badan Promosi Pariwisata Sumbar di gubernuran.
Dikatakan, persoalan lahan ini sudah kesekian kalinya terjadi di Sumatera Barat. Dan pada umumnya yang menjadi pemicu rasa tidak adil yang dirasakan anggota kaum. Sebab proses pemanfaatan lahan oleh pihak perusahaan tidak dilakukan secara transparan.
“Untuk itu, Bupati Agam mesti dapat merangkul masyarakatnya dan mengajaknya bicara guna meredam aksi yang lebih brutal lagi. Apalagi mereka mengatakan, lahan perkebunan itu sudah mencaplok lahan milik mereka, titik batasnya sudah tidak sesuai lagi. Dan pemkab setempat pernah menjanjikan akan melakukan ukur ulang, tetapi tidak jadi dilakukan,” jelas Gubernur.
Hampir Rampung
Sementara itu, Kepala BKPMD Sumbar Masrul Zein yang menjadi leading sector dalam melahirkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Tata Cara dan Pedoman Berinvestasi di Tanah Ulayat yang dihubungi terpisah menyebutkan, pembahasan Pergub itu hampir rampung dan diperkirakan dalam waktu dua pekan ke depan sudah dapat dijadikan Pergub Sumbar.
Diharapkan dengan lahirnya Pergub itu, persoalan tanah ulayat yang sering mencuat mengiringi investasi di Sumbar, dapat diatasi. Pergub akan mengaturnya secara jelas dan tegas bagi investor maupun masyarakat pemilik ulayat. Untuk investasi yang sedang berjalan, maka aturan dalam Pergub akan berlaku saat perpanjangan izin usahanya (Hak Guna Usaha/HGU).
“Pergub ini akan mengatur sejak awal investor masuk dan berniat memanfaatkan tanah ulayat. Dan yang krusial, ketika HGU habis masa berlakunya maka lahan itu kembali ke nagara dan diserahkan pengelolaannya kepada Nagari sebagai pemerintahan terendah di Sumbar,” terang Masrul.
Begitu pula bagi investor yang ingin memperpanjang izinnya, maka prosesnya harus dilakukan secara transparan, duduk bersama seluruh ninik mamak dan anak kemenakan pemilik ulayat untuk membicarakannya dengan investor dan juga pemerintah daerah setempat.
Sementara selama ini, proses transparansi itu sering diabaikan yang akhirnya memicu keributan bahkan aksi anarkis. Keputusan diambil oleh ninik mamak saja tanpa melibatkan unsur lain dalam kaumnya.
Jangan Hanya Cari Untung
Anggota DPRD Sumbar Martias Tanjung meminta perusahaan yang berada di daerah dengan potensi sumber daya yang besar agar berbenah diri dalam menjalankan perusahaan dan menghadapi masyarakat sekitar.
“Jangan hanya mencari untung tanpa mempertimbangkan masyarakat sekitar. Banyak cara untuk bisa mengambil hati masyarakat terutama dengan akulturasi program CSR dengan budaya masyarakat,” tegas anggota DPRD dari Dapil IV ini kepada Haluan kemarin (3/2).
Terkait aksi anarkis masyarakat yang nyaris membakar kantor Bupati Agam beberapa hari lalu, Martias mengimbau baik masyarakat maupun perusahaan untuk menyikapinya sesuai dengan kearifan lokal. (h/vie/msm/ks/dla/nas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar