Ditulis oleh Teguh
Jika Anda menyicip makanan khas Minang, namanya lompong sagu, makanan yang terbuat dari bahan baku pisang ini, akan mengingatkan Anda sebuha lagu yang dinyanyikan oleh diva Minang Elly Kasim.
Lirik lagunya kaya begini: “Lompong sagu, lompong sagu bagulo lawang, di tangah-tangah, di tangah-tangah karambia mudo, sadang katuju, sadang katuju diambiak urang, awak juo, awak juo malapeh hao.”
Begitu sepenggal lirik lompong sagu yang mampu membawa ingatan kita akan enaknya makanan khas Minang ini. Asap yang bertebangan dari hasil pembakarang lompong sagu di atas bara api menimbulkan wangi yang sedap. Itulah kegiatan yang dilakukan setiap hari oleh Mariani, penjual dan pembuat lompong sagu di daerah Alai, Padang, saat Haluan mendatanginya, Kamis (14/6).
Mariani mengaku menjual lompong sagu untuk membiayai hidup. Sepuluh tahun sudah ia berjualan lompong sagu. Sebelumnya dia menjual gorengan tetapi karena modal yang sangat besar ia beralih dan mencoba peruntungan lain.
“Alun minyak goreng, kompornyo, tapuang, alah gadang modalnyo. Alun kiniko minyak maha. Rancak lah manggaleh lompong sagu lai dak banyak modalnyo do,” begitu jelas wanita kelahiran (19/9) 35 tahun yang lalu. Akhirnya ia mengambil inisiatif sendiri untuk berjualan lompong sagu.
Selain menjual lompong sagu, ia juga menjual palai bada. Palai bada ini pada awalnya merupakan titipan kakaknya, tetapi karena kakaknya tidak berjualan lagi, maka ia yang melanjutkan berjualan palai bada. Konon ceritanya palai bada yang dibuat oleh mariani telah sampai ke Jakarta, Pekanbaru, dan Malaysia. Palai ini ia jual dengan harga Rp6000, dalam sehari ia bisa menjual palai hingga 30 bungkus.
Dengan modal resep dari ibundanya ia membuat lompong sagu sampai 150 hingga 200 bungkus perharinya dijual dengan harga Rp1500. “Kalau banyak urang pasan tu banyak lo yang awak buek, uni banyak dapek untuang kalau ado urang yang mamasan untuak acara misalnyo acara di sekolah-sekolah, acara kantua, arisan,” begitu jelasnya.
Mariani menggelar jualannya di tepi jalan di sekitaran jalan raya Alai. Dimulai dari pukul 13.30 hingga sebelum Magrib, kalau pembeli ramai. Tetapi jika sedang sepi ia bisa berjualan hingga pukul 22.00.
Tidak banyak pendapatan yang ia dapatkan per harinya. “Kalau lagi ramai saya bisa mendapatkan untung hingga Rp150 ribu. Kalau dagangannya tidak habis, untuk lompong yang telah dimasak ia bagikan kepada tetangganya. Tapi kalau bahannya belum dimasak masih bisa untuk dimanfaatkan untuk esok harinya,” kata Mariani.
Sambil terus mengipas-ngipas lompong sagu yang dibakarnya, Mariani juga mengaduk bahan-bahan lompong yang akan dibakar selanjutnya. Bahan-bahan yang digunakannya dalam membuat lompong sagu berupa pisang, tepung sagu, gula enau, kelapa yang telah diparut, dan daun pisang.
Cara membuatnya pun juga sangat mudah, ujarnya. Bahan tersebut ia aduk rata, sesuai takarannya. Biasanya ia bisa menghabiskan, 2 gantang tepung sagu dalam sehari, serta 3 buah kelapa, 3 pelepah daun pisang, 5 sikat pisang, dan 1 kg gula enau.
Mengantungkan kehidupannya kepada lompong sagu membuat Mariani semangat menjalani hidupnya karena usaha ini atas berdasarkan inisiatifnya sendiri. Terbuktu ia telah mampu bertahan hingga sepuluh tahun. (Laporan Dara Purnama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar