PADANG, HALUAN — Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Nasrun Haroen, divonis oleh majelis hakim dengan kurungan penjara selama satu tahun karena telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Ia dianggap telah terbukti melanggar Pasal 3 Ayat 1 jo Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kurungan tersebut dikurangi dengan masa tahanan yang telah dijalani terdakwa selama menjalani pemeriksaan. Selain kurungan, Nasrun juga disuruh membayar denda sebanyak Rp50 juta,
subsidair 4 bulan kurungan. Mengganti kerugian negara sebesar Rp13 juta dan membayar biaya perkara Rp1 ribu.
Pertimbangan yang memberatkan terdakwa, selain perbuatan terdakwa mengakibatkan ketidak percayaan masyarakat terhadap MUI Sumbar, sedikitpun terdakwa tidak menunjukkan rasa penyesalannya.
Perbuatan terdakwa juga bertentangan dengan program pemerintah tentang pemberantasan korupsi. Sementara yang meringankan terdakwa, karena terdakwa belum pernah dihukum.
Vanis tersebut dibacakan oleh hakim ketua Asmuddin yang bergantian dengan hakim anggota, Sapta Diharja danFahmiron, di Pengadilan Negeri (PN) Padang, Kamis (8/9).
Vanis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Daminar dan kawan-kawan, pada sidang Rabu (3/8) lalu. Sebelumnya, JPU meminta kepada hakim supaya terdakwa dipenjara selama Rp4,5 tahun, dikurangi dengan masa tahanan yang telah dijalani selama pemeriksaan.
JPU juga menuntut terdakwa dipidana denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan. Mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp131 juta dengan subsider kurungan 2 tahun 3 bulan.
Ketika ditanya tanggapannya oleh Asmuddin tentang vonis tersebut, JPU Daminar, terdakwa dan Penasehat Hukum Wilson, menjawab, pikir-pikir dulu dalam tenggat waktu tujuh hari. Apakah akan banding atau menerima putusan tersebut.
Kasus tersebut berawal sejak 2004 lalu. MUI Sumbar yang diketuai oleh terdakwa waktu itu, menerima dana bantuan dari Dispora Sumbar sebesar Rp500 juta. Dana tersebut diperuntukkan untuk pembinaan Dai Mentawai dan Ulama Sumbar.
Dari total dana sebanyak itu terdakwa hanya mampu mempertanggungjawabkan sebesar Rp28,4 juta saja yang meliputi biaya perjalanan dinas masing-masing sebesar Rp3 juta dan Rp2,4 juta, serta biaya belanja modal berupa pembelian AC sebesar Rp23 juta.
Terdakwa menyalahgunakan anggaran dan tidak sesuai dengan kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Bantuan tersebut tidak digunakan sesuai ketentuan, bahkan ada kegiatan yang semestinya diadakan tahun 2004 malah dilaksanakan tahun 2005.
Kasus tersebut menjadi temuan BPK sebelumnya yang kemudian ditindaklanjuti oleh Kejaksaan negeri (Kejari) Padang. (h/dfl)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar