JAKARTA, Palestina berperang menggunakan ‘soft power’ dengan menggunakan momentum di UNESCO untuk merambah organ yang lain guna mencapai tujuan besarnya menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kata seorang pengamat hubungan internasional. “Palestina sudah mulai pintar,” kata Direktur Indonesia Centre for Democracy, Defense and Diplomacy, Begi Hersutanto di Jakarta, Ahad (6/11).
Dalam hal ini, kata Begi Hersutanto, Palestina sudah mulai pandai menggunakan ‘soft power’ dalam forum-forum politik internasional di mana perjuangan Palestina tidak lagi menggunakan pola ancaman dan proyeksi kekuatan seperti pola yang dilakukan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Palestina mulai menggunakan pola lobi-lobi dalam membuat pencitraan yang baik dan dalam menggalang dukungan opini internasional serta berbagai upaya diplomasi yang mengedepankan dialog di forum internasional, tambah Begi.
Menurut Begi Hersutanto, keberhasilan Palestina di UNESCO tentunya memiliki efek psikologis bagi Palestina dalam menumbuhkan kepercayaan diri atas kemampuan proyeksi diplomasinya. Dikatakannya, langkah Palestina itu didukung anggota Gerakan Non-Blok dalam kapasitas unilateral.
Selanjutnya terlahir arus baru, di mana anggota Majelis Umum PBB secara kolektif merancang reformasi Dewan Keamanan PBB. Amerika Serikat mengambil kebijakan mengurangi dukungan keuangannya bagi badan PBB itu yang mengakui Palestina sebagai anggotanya dan kemudian Israel mengambil langkah yang sama.
Strategis
Lebih jauh Begi memandang keputusan UNESCO itu dari perspektif Palestina, Amerika Serikat dan Israel. Bagi Palestina, katanya, langkah ini adalah strategis karena dapat secara psikologis mempersatukan HAMAS dan Fatah, dua kelompok utama Palestina yang selama ini berseteru. “Keduanya akan terpaksa mengalihkan loyalitas berbasis politik menuju loyalitas yang lebih mendalam, yakni loyalitas bagi negara,” katanya.
Bagi Amerika Serikat, ini adalah keputusan strategis karena dapat membuat sikap yang keras dan tegas, di tengah beratnya beban ekonomi nasional Amerika Serikat. Padahal, pemerintah Amerika Serikat selama ini mengeluhkan tingginya sumbangan Amerika Serikat di UNESCO.
Bagi Israel, mereka khawatir Palestina yang menggunakan UNESCO sebagai ‘diplomatic exercise’ untuk mencari pengakuan di badan-badan lain di lingkungan PBB. Palestina akan mendaftarkan semua situs yang ada di wilayah Palestina dan eks Palestina sebagai milik rakyatnya.(ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar