MANINJAU, HALUAN — Disamping tercemar plankton, saat ini debit air Danau Maninjau sudah jauh menyusut. Kondisi itu menyebabkan hasil panen budi daya ikan di keramba jala apung (KJA) juga melorot tajam.
Pernyataan itu disampaikan beberapa wali nagari di Kecamatan Tanjung Raya, Rabu (19/10), ketika ditemui di Taman Muko-Muko, menjelang acara pembukaan penamanan pohon dalam rangka Hari Kesatuan Gerak Bhayangkari Sumbar.
Menurut Wali Nagari Koto Malintang, N. Dt. Palimo, penghasilan petani ikan sistem KJA melorot sekitar 50 persen dari biasanya. Pasalnya, pencemaran perairan Danau Maninjau menyebabkan petani ikan hanya menebarkan benih ikan 50 persen dari kondisi air sebelum tercemar.
Dari sekitar 5.000 unit KJA milik Anak Nagari Koto Malintang, biasanya ditebarkan 5.000 ekor benih ikan per petak.
Kini petani ikan hanya berani menebarkan benih ikan 2.000 sampai 2.500 ekor. Bila ditebarkan seperti biasa, tingkat kematian ikan dalam KJA cukup tinggi, sehingga petani menderita kerugian yang tidak sedikit.
Akibat air danau menyusut, kerugian juga diderita pemuda Muko-Muko. Area lubuk larangan pemuda di dekat Weir PLTA Maninjau, yang biasanya bisa dipanen sekali 3 bulan dengan hasil sekitar Rp2 juta per panen, sejak sekitar 2 bulan lalu, lubuk larangan itu terpaksa ditutup. Masalahnya, air danau di lubuk larangan sudah mengering.
Hal senada disampaikan Wali Nagari Tanjung Sani. Y. St. Sarialam. Menurutnya, kondisi pencemaran air danau di nagari tersebut cukup parah. Akibatnya, petani ikan KJA membatasi jumlah penebaran benih ikan ke dalam KJA mereka. Kondisi demikian terpaksa dilakukan, untuk menghindari kerugian lebih parah.
Wali Nagari Koto Kaciak, Herman Tanjung menyampaikan keluhan serupa. Menurutnya, kondisi air danau memang sudah parah. Pencemaran plankton berwarna hijau daun, sudah memenuhi permukaan danau di kawasan Koto Kaciak. Petani mencemaskan kondisi tersebut.
Bila cahaya matahari cukup menyinari permukaan Danau Maninjau, petani boleh merasa lega. Tetapi sejak dua hari belakangan, cuaca mulai mendung, dengan hujan tak merata. Kondisi demikian bisa menyebabkan plankton di permukaan danau mengendap, kemudian mati. Bila gugusan plankton mati, akan mengeluarkan gas beracun yang bisa mematikan ikan.
“Itulah yang kami takutkan. Bila itu terjadi, maka petani ikan akan mengalami musibah, dengan kerugian tidak sedikit,” ujarnya.
Menurut Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Agam, Ir. Ermanto, M.Si, dalam 1.000 ekor benih ikan jenis nila, dalam tempo 3,5 bulan (105 hari) bisa menghasilkan sekitar 800 kg. Bila ditebar 2.000 benih ikan, akan menghasilkan sekitar 1.600 kg. Dalam kondisi normal, setiap petak KJA bisa menghasilkan sampai 4.000 kg. Harga jual di tingkat petani sekitar Rp18.000/kg.
“Pencemaran perairan danau jelas sangat merugikan petani ikan KJA,” ujarnya.
Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Agam, Azwirman, dalam perbincangan dengan Haluan, Selasa (18/10) malam di rumah kediaman Bupati Agam, membenarkan kondisi demikian.
Bila sinar matahari kurang menyinari permukaan Danau Maninjau, plankton bisa mengendap, kemudian mati. Bila plankton hidup normal, itu merupakan makanan ikan. Namun bila plankton mati, barulah mendatangkan bencana bagi petani ikan.
Menurutnya, plankton muncul di perairan Danau Maninjau akibat banyak faktor. Faktor utama adalah pakan ikan. Setiap hari Danau Maninjau menerima pasokan pakan ikan sekitar 100 ton. Tidak semua pakan dimakan ikan.
Sisa pakan yang tidak dimakan ikan akan menyebabkan tumbuh dan berkembangbiaknya plankton di perairan Danau Maninjau.
Untuk mengatasinya, dalam waktu dekat memang belum ada caranya. Namun, bila jumlah KJA diatur, sesuai dengan daya tampung danau, pencemaran bisa ditekan. Tetapi bila pertumbuhan KJA tidak terkendali, seperti saat ini, sulit mengupayakan pembersihan perairan danau dari plankton. (h/msm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar