JAKARTA, HALUAN — Sejumlah mahasiswa dan pemuda Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Keutuhan Kepulauan Riau (Amuk Kepri) yang berunjuk rasa ke Kementerian Dalam Negeri, Rabu (19/10) kemarin, menyangkut Permendagri No.44/2011 yang memutuskan Pulau Berhala masuk wilayah Provinsi Jambi, dapat memahami keputusan tersebut.
Meski tidak menegaskan merenima kebijakan Mendagri, kedatangan mereka yang diterima Kapuspen/Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Roydonnyzar Moenek, di ruang rapat Kapuspen, hanya meminta penjelasan tentang keputusan Permendagri itu dan dasar-dasar yang digunakan sehingga Pulau Berhala yang selama ini berada dalam status quo telah diputuskan masuk ke Provinsi Jambi.
Dalam pertemuan tersebut, mereka sempat menyampaikan pernyataan sikap dengan meminta kembali Pulau Berhala menjadi naungan pemerintahan Provinsi Kepri. Sakti menyebutkan bahwa pulau ini adalah desa persiapan dari Kecamatan Singkep, Kabupaten Lingga.
Dasarnya, kata mereka, adalah UU 31 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Lingga yang secara jelas menyebutkan batas wilayah daerah ini di sebelah selatan berbatas dengan Laut Bangka dan Selat Berhala. Karena itu, mereka meminta Mendagri mencabut kembali Permendagri tersebut.
Menanggapi pertanyaan dan pernyataan sikap itu, Kapuspen Roydonny Moenek yang juga menjadikan berita di Haluan Kepri yang memuat wawancara khusus Menteri Dalam Negeri bahwa Berhala Masuk Wilayah Jambi, menegaskan bahwa Permendagri No.44 itu bukanlah kemauan Mendagri, tetapi adalah amanat UU No.25 tahun 2002 pasal 3 bab penjelasan yang menyebutkan Provinsi Kepri berasal dari sebagian dari daerah Provinsi Riau dan tidak menyebutkan Pulau Berhala di dalamnya. “Jadi, agar adik-adik paham, ini bukan kemauan Pak Mendagri, tetapi adalah amanat Undang-undang. Kan kasihan juga negeri itu tak bertuan selama 25 tahun. Mendagri kita sudah mengambil suatu keputusan yang didasari oleh undang-undang,” katanya.
Lebih lanjut Donny mempersilakan kalau pihak Kepri menggugat Permendagri itu ke PTUN atau melakukan yudisial review. Tetapi, kata dia, kalau yang dipersoalkan Permendagri, bagaimana dengan UU-nya? “Kami terbuka saja kalau mau digugat, tetapi Peremdagri itu kan berdasar Undang-undang juga, menjalankan amanat undang-undang,” ujarnya menambahkan.
Donny menyebutkan, ada sekitar 900 segmen masalah perbatasan yang harus diselesaikan oleh Kementerian Dalam Negeri. Karena ini menyangkut batas wilayah antar daerah dan dalam republic Indonesia, Kemendagri tidak ingin masalahnya berlarut-larut dan perlu segera dituntaskan. (sal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar