LAWAN GURITA GLOBAL
JAKARTA, HALUAN— Gerakan “occupy wall street” (duduki wall street), setidaknya telah menyebar ke 100 negara. Gerakan ini dimaksudkan untuk melawan mengguritanya kekuasaan korporasi di dunia Barat. Pada intinya ini adalah revolusi yang mulai merambah Amerika dan Sekutunya, yang dimulai di sektor financial.
Pada Sabtu siang waktu London, aksi protes Occupy Wall Street telah menyebar ke Inggris. Ribuan pemrotes berkumpul di di pusat kota London kemudian melakukan long march menuju Kota London dalam rangka “menduduki” Mile Square.
Namun polisi segera memblokade semua jalan-jalan dan lintasan kendaraan. Rencana para demonstran itu pun gagal karena mereka terjebak dalam barikade polisi.
Pengunjuk rasa yang tidak terima dihadang petugas meneriakkan “Jalanan kami!”, “Kami memiliki hak untuk mogok!”.
Diantara pemrotes memegang spanduk bertuliskan “Jangan ada pemotongan,” “Berjuang untuk setiap pekerjaan”, dan “Bankir mendapat bailout, Kami terjual habis”.
Seperti dilansir laman situs “Occupy London” dikemukan bahwakini timbul kesadaran bersama untuk menyuarakan ketidakadilan sosial dan ekonomi di Inggris dan di luar Inggris, sekaligus menjadikan diri mereka “bagian dari gerakan global untuk demokrasi yang sebenarnya”.
Ditangkapi
Di New York, Kepolisian menangkap sekitar 70 orang yang tergabung dalam kelompok pengunjuk rasa anti Wall Street saat mereka tengah bergerak menuju kawasan Times Square. Mereka ditangkap atas tuduhan mencoba memasuki kantor cabang Citibank di Washington Square Park.
Aksi ini terjadi bersamaan dengan protes menentang kerakusan perusahaan-perusahaan besar dan pemotongan anggaran pemerintah.
Penggagas aksi di New York mengatakan setidaknya ada 5000 orang yang terlibat dalam aksi tersebut. Mereka melakukan aksi unjuk rasa dengan berjalan melintasi Zanotti Park menuju Times Square. Dalam aksi tersebut mereka meneriakan sejumlah kecaman diantaranya, “Kami hancur, bank justru dapat bail out” dan “Sepanjang hari, sepanjang pekan mari duduki Wall Street”
Aksi di Amerika ini tidak hanya berlangsung di kawasan Times Square, New York tetapi juga di sejumlah kota lain seperti Los Angeles dan Pittsburgh. Dua aksi unjuk rasa di kota tersebut diikuti masing-masing oleh 5000 dan 2000 orang.
Aksi serupa juga terjadi di Roma Italia dan Tokyo Jepang. Kemudian, di kota Istambul Turki dan Australia serta kota dan negara lainnya.Para demonstran berpawai hari Sabtu di Filipina, Jepang, Hong Kong, Taiwan, Australia, Korsel, dan berbagai kota besar di Eropa.
Di Indonesia
Dalam pada Koalisi Anti-Utang di Jakarta menyatakan dukungannya kepada gerakan global ‘Occupy Wall Street’. “Telah lama petani, produsen, dan konsumen pangan di negeri ini ditindas. Dominasi produksi pangan oleh korporasi internasional telah menempatkan keuntungan di atas kepentingan rakyat,” kata Program Officer Sekretariat Nasional Koalisi Anti-Utang (KAU) Yuyun Harmono di Jakarta, Ahad.
Pengunjuk rasa di berbagai belahan dunia dari Amerika Serikat (AS) hingga Tokyo secara serentak melakukan gerakan “Occupy Wall Street” dan mengungkapkan amarah terhadap para pelaku sektor finansial dan politisi yang dikatakan sebagai penggerak ekonomi dunia namun justru menjadi penyebab krisis. Menurut Yuyun, peningkatan harga pangan di Indonesia dan di dunia dalam lima tahun terakhir disebabkan karena pelaku industri jasa keuangan yang memperdagangkan komoditi derivatif dan akhirnya berakibat memiskinkan rakyat dunia.
Pertemuan tingkat menteri keuangan G-20 telahgagal.Kegagalan untuk melarang spekulasi pangan semakin menunjukkan bahwa G-20 tidak lebih dari kepanjangan tangan institusi finansial dan korporasi transnasional. Keputusan yang disepakati hanya sebatas transparansi pasar derivatif komoditas pangan yang diimplementasikan pada akhir 2012.
“Bahkan, di Indonesia, pesatnya konversi lahan pertanian, untuk perkebunan, pertambangan atau industri semakin banyak petani tidak memiliki tanah,” ujarnya.
Sementara itu pemerintah justru seakan terus melegalkan berbagai bentuk perampasan tanah yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar melalui program-program seperti food estate, REDD+ dan lainnya, ujarnya.
Untuk mewujudkan kedaulatan pangan, pihaknya menyarankan dilakukannya pembaruan agraria yang memastikan hak penggarap untuk menguasai tanah pertanian, sesuai dengan UUD 1945 dan UU Pokok Agraria No. 5/1960. “Juga pertanian kecil berbasis keluarga tani sebagai soko guru dari perekonomian pedesaan dan motor penggerak perekonomian bangsa. Kedaulatan pangan juga berarti mempraktikkan pertanian berkelanjutan yang menjaga keanekaragaman hayati, mengurangi ketergantungan input luar, dan memandirikan pertanian di Indonesia,” ujarnya.
KAU melanjutkan, perlu dibangun sistem pasar dan harga lokal yang adil, dengan mengutamakan usaha kecil dan menengah di pedesaan, serta menolak sistem kapitalistik-neoliberal berdasarkan pasar bebas. (dn/ant/smc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar