ADI BERMASA
Sebanyak 2000 pedagang kaki lima (PKL) dibantu permodalan oleh Pemprov Sumatra Barat. Gubernur Irwan Prayitno langsung menyerahkan bantuan modal tersebut.
Bantuan Diterima dengan penuh gembira oleh pedagang, Jumat (14/10) di Gubernuran. ‘Terima kasih Pak Gub. Ini betul yang kami nantikan. Kami butuh modal. Selama ini kami selalu dicekik tengkulak’. Begitu ucapan haru, tanda terima kasih disampaikan salah seorang PKL penerima modal tersebut (Singgalang, 15/10).
PKL penerima modal dari Pemprov, tersebut berjualan tiap hari di Pasar Raya Padang, Padang Panjang, Bukittinggi dan Payakumbuh.
Mereka tergabung dalam kelompok koperasi. Tentu mudah mengkoordinirnya. Dan mereka tentu berharap, bantuan untuk PKL terus dikucurkan tiap tahun.
Rupiahnya diharapkan semakin naik. Dan tahun ini permodalan untuk PKL yang diserahkan Gubernur sebanyak Rp5,3 miliar. Ini benar benar program kerakyatan. Sangat besar manfaatnya.
Tinggal lagi bagi PKL penerima bantuan benar benar untuk pengembangan usaha. Kelolah usaha dengan baik. Perlihatkan bantuan itu bermanfaat dan terus berkembang. Bukan, semakin dibantu, semakin pusing. Habis seketika. Kalau begini, suratan itu benar yang celaka. Tidak membawa keberuntungan.
Pemerintah provinsi sudah membantu permodalan. Tapi, kenyataan yang tidak bisa dibantah, bahwa pedagang kaki lima seakan tidak dapat pelayanan yang baik oleh pengelola pasar, hampir di seluruh daerah kabupaten/kota. Ada kecenderungan, PKL pembandel. Susah diatur. Tidak tertib. Berdagang di sembarangan tempat, sehingga merusak lingkungan, kebersihan dan keindahan. Hal demikian, diakui, memang benar.
PKL cenderung merusak lingkungan. Lihatlah di Padang, PKL bersilantas angan di Permindo, Pasar Raya, Pasar Baru, terlebih sejak gempa 30 September.
Pasar Raya benar benar minta ampun berkaitan dengan PKL. Tidak terkecuali di kota kota lain. PKL memusingkan. Selalu dan sering diburu, karena tidak patuh pada peraturan. Rata-rata hampir di setiap kota di Sumbar, PKL selalu memusingkan Satpol PP dan aparat pemerintahan lainnya.
Sebenarnya pantas PKL memusingkan pemerintah. Maklum, pemerintah, seakan menutup mata dengan keberadaan PKL. Seakan PKL dianggap pedagang liar. Pedagang perusak keindahan. Betul, demikian. Tapi, pemerintah, apakah sudah menyediakan lokasi khusus bagi PKL. Rata-rata belum. Pemerintah kota seakan tidak mau tahu dengan PKL.
Padahal mereka adalah pedagang kreatif lapangan. Pantas disediakan areal khusus. Bukan areal sementara. Dan rata rata di banyak pasar perkotaan, PKL berhasil menempati suatu areal bukan kemurahan hati pemerintah.
Tapi, karena kemauan keras PKL bersangkutan. Mereka keras, kuat dan berani menantang. Akhirnya, mereka, PKL diberi kesempatan menguasai areal tempat menggelar dagangan.
Diusir, mereka melawan. Begitu berketerusan. Apakah sistem bentak dan beradu pangkal lengan terus dikembangkan menghadapi PKL ini? Tidak bisa selamanya.
PKL harus dibina maksimal oleh pemerintah atau pengelola pasar. Sediakan lokasi khusus untuk PKL. Tirulah Payakumbuh. Yang sudah lama membina serius PKL.
Disediakan tempat untuk berjualan barang harian di Pasa Ibuh sudah berlangsung di era Walikota Muzahar Muchtar. Untuk PKL makanan dan minuman disediakan pada pinggir jalan utama. Berdaganglah sampai pagi. Silahkan. Bahkan Payakumbuh termasuk kota yang sukses membina PKL.
Kepada PKL yang tergabung dalam wadah koperasi, pantas memperlihatkan contoh yang baik pula. Perlihatkan PKL itu hebat. Tidak mengganggu pihak lain.
Perlu dimaklumi, selagi pemerintah belum memberi porsi maksimal membina PKL, tidak perlu diharap kota, pusat perekonomian, akan teratur.
Pasti berkalibut terus. Karena warga yang memanfaatkan pasar tidak ditata dengan baik. Pantas kiranya Payakumbuh naik daun, karena PKL nya teratur. Sementara kota lainnya seakan PKL adalah musuh yang perlu diusir.
Hal demikian terus merupakan kenyataan yang tidak baik. Pantas diingat, suksesnya banyak pedagang besar di berbagai kota di Indonesia, berawal dari PKL.
Supaya pedagang asal Sumbar semakin ber kembang, marilah PKL kita bina sungguh sungguh! (*)
Sebanyak 2000 pedagang kaki lima (PKL) dibantu permodalan oleh Pemprov Sumatra Barat. Gubernur Irwan Prayitno langsung menyerahkan bantuan modal tersebut.
Bantuan Diterima dengan penuh gembira oleh pedagang, Jumat (14/10) di Gubernuran. ‘Terima kasih Pak Gub. Ini betul yang kami nantikan. Kami butuh modal. Selama ini kami selalu dicekik tengkulak’. Begitu ucapan haru, tanda terima kasih disampaikan salah seorang PKL penerima modal tersebut (Singgalang, 15/10).
PKL penerima modal dari Pemprov, tersebut berjualan tiap hari di Pasar Raya Padang, Padang Panjang, Bukittinggi dan Payakumbuh.
Mereka tergabung dalam kelompok koperasi. Tentu mudah mengkoordinirnya. Dan mereka tentu berharap, bantuan untuk PKL terus dikucurkan tiap tahun.
Rupiahnya diharapkan semakin naik. Dan tahun ini permodalan untuk PKL yang diserahkan Gubernur sebanyak Rp5,3 miliar. Ini benar benar program kerakyatan. Sangat besar manfaatnya.
Tinggal lagi bagi PKL penerima bantuan benar benar untuk pengembangan usaha. Kelolah usaha dengan baik. Perlihatkan bantuan itu bermanfaat dan terus berkembang. Bukan, semakin dibantu, semakin pusing. Habis seketika. Kalau begini, suratan itu benar yang celaka. Tidak membawa keberuntungan.
Pemerintah provinsi sudah membantu permodalan. Tapi, kenyataan yang tidak bisa dibantah, bahwa pedagang kaki lima seakan tidak dapat pelayanan yang baik oleh pengelola pasar, hampir di seluruh daerah kabupaten/kota. Ada kecenderungan, PKL pembandel. Susah diatur. Tidak tertib. Berdagang di sembarangan tempat, sehingga merusak lingkungan, kebersihan dan keindahan. Hal demikian, diakui, memang benar.
PKL cenderung merusak lingkungan. Lihatlah di Padang, PKL bersilantas angan di Permindo, Pasar Raya, Pasar Baru, terlebih sejak gempa 30 September.
Pasar Raya benar benar minta ampun berkaitan dengan PKL. Tidak terkecuali di kota kota lain. PKL memusingkan. Selalu dan sering diburu, karena tidak patuh pada peraturan. Rata-rata hampir di setiap kota di Sumbar, PKL selalu memusingkan Satpol PP dan aparat pemerintahan lainnya.
Sebenarnya pantas PKL memusingkan pemerintah. Maklum, pemerintah, seakan menutup mata dengan keberadaan PKL. Seakan PKL dianggap pedagang liar. Pedagang perusak keindahan. Betul, demikian. Tapi, pemerintah, apakah sudah menyediakan lokasi khusus bagi PKL. Rata-rata belum. Pemerintah kota seakan tidak mau tahu dengan PKL.
Padahal mereka adalah pedagang kreatif lapangan. Pantas disediakan areal khusus. Bukan areal sementara. Dan rata rata di banyak pasar perkotaan, PKL berhasil menempati suatu areal bukan kemurahan hati pemerintah.
Tapi, karena kemauan keras PKL bersangkutan. Mereka keras, kuat dan berani menantang. Akhirnya, mereka, PKL diberi kesempatan menguasai areal tempat menggelar dagangan.
Diusir, mereka melawan. Begitu berketerusan. Apakah sistem bentak dan beradu pangkal lengan terus dikembangkan menghadapi PKL ini? Tidak bisa selamanya.
PKL harus dibina maksimal oleh pemerintah atau pengelola pasar. Sediakan lokasi khusus untuk PKL. Tirulah Payakumbuh. Yang sudah lama membina serius PKL.
Disediakan tempat untuk berjualan barang harian di Pasa Ibuh sudah berlangsung di era Walikota Muzahar Muchtar. Untuk PKL makanan dan minuman disediakan pada pinggir jalan utama. Berdaganglah sampai pagi. Silahkan. Bahkan Payakumbuh termasuk kota yang sukses membina PKL.
Kepada PKL yang tergabung dalam wadah koperasi, pantas memperlihatkan contoh yang baik pula. Perlihatkan PKL itu hebat. Tidak mengganggu pihak lain.
Perlu dimaklumi, selagi pemerintah belum memberi porsi maksimal membina PKL, tidak perlu diharap kota, pusat perekonomian, akan teratur.
Pasti berkalibut terus. Karena warga yang memanfaatkan pasar tidak ditata dengan baik. Pantas kiranya Payakumbuh naik daun, karena PKL nya teratur. Sementara kota lainnya seakan PKL adalah musuh yang perlu diusir.
Hal demikian terus merupakan kenyataan yang tidak baik. Pantas diingat, suksesnya banyak pedagang besar di berbagai kota di Indonesia, berawal dari PKL.
Supaya pedagang asal Sumbar semakin ber kembang, marilah PKL kita bina sungguh sungguh! (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar