JAKARTA, Komisi IX DPR (membidangi ketenagakerjaan) mengutuk tindak kekerasan dan penembakan yang dilakukan aparat keamanan terhadap buruh yang melakukan aksi demo, di Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (23/11).
“Kami menuntut pertanggungjawaban dari Kapolri atas peristiwa tersebut,” tegas Ketua Komisi IX dari F-PDIP Ribka Tjiptaning setelah menerima Komite Aksi Upah Layak (Kaul) di Komplek Parlemen (MPR/DPR/DPD), Kamis (24/11).
Komisi IX setuju dengan tuntutan para buruh yang ingin menaikkan UMK Batam tahun 2012 sebesar Rp1.760.000 dan upah sektoral tahun 2012 sebesar Rp1.848.000. “Komisi IX mendukung sepenuhnya tuntutan dari para pekerja, serta akan meminta penjelasan dari Dirjen PHI dan Jamsos Kemenakertrans RI, serta pihak terkait lainnya, sehingga dapat dipenuhi oleh Pemerintah Kota Batam,” kata Ribka.
Terkait insiden penembakan oleh aparat keamanan terhadap peserta demo tersebut, Kaul menuntut, Gubernur Kepri menetapkan UMK Batam tahun 2012 sebesar Rp1.760.000 dan upah sektoral Rp1.848.000.
Mereka juga menuntut Walikota Batam Ahmad Dahlan mundur dari jabatannya. Bukan itu saja, mereka menuntut Kapolri mencopot Kapolda Kepri dan Wakapolres Barelang karena polisi telah melakukan tindakan represif yang menyebabkan 4 orang buruh yang ikut demo tertembak.
Kemudian mereka juga mendesak Kementerian Hukum dan HAM untuk berkoordinasi dengan Kapolri untuk melakukan investigasi dan mengadili pelaku penembakan serta pihak yang memberikan instruksi penembakan tersebut.
Anggota Komisi III DPR Eva Sundari juga menyesalkan tindak kekerasan dan penembakan yang dilakukan aparat kepolisian dalam aksi demo buruh tersebut. “Saya sudah SMS Kapolda Kepri. Kapolda setuju menuruti usulan saya agak kekerasan dihindari dalam melakukan pengalaman,” kata Eva Sundari, di ruangan wartawan DPR kemarin,
Menjawab pertanyaan, apakah Komisi III akan memanggil Kapolda Kepri, Eva Sundari mengatakan, dalam waktu dekat ini Komisi III akan melakukan rapat kerja dengan Kapolri. “Bisa saja dalam raker nanti Kapolri membawa Kapolda Kepri dan Kapolres Batam,” jelas politisi PDIP tersebut.
Anggota Komisi IX dari PKS yang juga dari Dapil Kepri Herlini Amran meminta pemerintah kota Batam bersikap realistis menghadapi aksi mogok dan unjuk rasa buruh. Ia menyarankan pemerintah untuk segera membuka dialog dengan pengusaha dan perwakilan buruh. Jika tidak, pemerintah sendiri yang bakal merugi.
“Permasalahan ini adalah masalah bersama. Semua pihak juga harus mencari solusi bersama,” kata Herlini yang berjanji akan ke Batam mewakili Komisi IX untuk melihat langsung ke lapangan.
Herlini menyayangkan pemerintah yang lambat merespon permintaan buruh. Padahal Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak tegas menyatakan, Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. “Melihat kondisi saat ini, sangat wajar UMK sama dengan KHL,” simpulnya.
Ia juga meminta Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi untuk merevisi peraturan KHL karena 46 komponennya sudah tak sesuai dengan kesepakatan tripartit tahun lalu. Hasil kajian lembaga Akatiga di sembilan kota/kabupaten di Kepulauan Riau pada 2008-2009 menunjukkan, upah minimum belum mampu memenuhi kebutuhan hidup layak bahkan bagi buruh lajang. Upah minimun sekarang baru memenuhi sekitar 60 persen pengeluaran riil buruh yang rata-rata mencapai Rp 1,5 juta per orang. (h/sam)haluan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar