SETELAH REVOLUSI 25 JANUARI DI MESIR
Belasan gadis cantik dan pemuda Mesir berjejer di sisi kiri dan kanan pintu gerbang Museum Nasional Mesir pada Minggu (20/2) lalu, menyambut pengunjung di hari pertama pembukaan kembali setelah ditutup selama empat pekan sejak Revolusi 25 Januari.
“Ahlan wasahlan (selamat datang),” kata para muda-mudi itu sambil melambaikan bendera mini nasional Mesir, merah-putih-biru yang di tengahnya bergambar burung rajawali berwarna kuning.
Di hari pertama pembukaan museum pada pagi menjelang tengah hari itu suasana Museum tampak sepi, hanya beberapa pelancong bule dan turis bermata sipit serta warga setempat. Sejumlah tentara bersenjata lengkap masih mendominasi pengamanan di dalam dan di luar museum.
Tank-tank lapis baja masih berbaris di depan dan sekeliling museum yang dikerahkan sejak 28 Januari. Museum itu terletak di sisi utara Bundaran Tahrir, tempat konsentrasi sejutaan pengunjuk rasa yang berhasil menumbangkan Presiden Hosni Mubarak pada 11 Februari.
Dilaporkan sempat terjadi penjarahan di museum sehingga sejumlah keping benda antik di Museum itu hilang, dan sejumlah lainnya rusak, pecah berantakan.
Penjarah menggunakan kesempatan aksi unjuk rasa hebat pada 28 Januari ketika pandangan terfokus pada terbakarnya kantor pusat partai berkuasa, yang letaknya persis di samping museum.
“Ada beberapa benda antik dicuri, dan rusak, jumlahnya dan nilainya sedang diteliti, tapi tidak banyak kerugian berarti,” kata Menteri Urusan Benda Purbakala, Zahi Hawwas, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Urusan Benda Purbakala di Kementerian Kebudayaan.
Untungnya, perampok tidak berhasil menjamah kamar mumi Firaun dan ruang penyimpanan emas, perak, dan berlian yang tak ternilai harganya dari peninggalan raja-raja Mesir kuno di lantai dua museum karena berpintu besi terkunci.
Tiket masuk untuk warga asing 60 pound Mesir atau sekitar Rp 120.000 per orang. Saya merogoh kocek hendak beli tiket, tapi seorang petugas menghampiri dan membisiki, “Hari ini untuk wartawan gratis.”
Saya pun masuk museum dengan penuh penasaran ingin cepat-cepat melihat mumi Firaun karena Museum untuk mengetahui nasib mumi yang difavoritakan pelancong manca negara.
Selain bayar masuk museum, bagi pengunjung warga asing yang masuk ke kamar mumi Firaun harus merogoh kocek lagi, 150 pound atau sekitar Rp300.000.
Firaun dalam bahasa Mesir kuno adalah raja atau penguasa. Sudah menjadi budaya, setiap raja atau keluarganya yang telah mati, jasadnya dibalsem dan diawetkan menjadi mumi.
Di museum itu terdapat dua kamar mumi, satu kamar berisi 11 mumi dan satunya lagi 12 mumi, yang menjadi tempat paling favorit dikunjungi turis manca negara termasuk dari Indonesia.
Setiap mumi ditempatkan di dalam kotak kaca bening persegi panjang, dilengkapi dengan alat elektronik untuk mengamati dan menjaga tingkat kelembaban suhu di sekitarnya dari menit ke menit.
Menurut catatan Museum Nasional, mumi-mumi itu pertama kali ditemukan tahun 1881 di gudang makanan dan perlengkapan di Deir Al-Bahari, daerah Luxor, Tepi Barat Sungai Nil, dan tahun 1898 di gudang makanan dan perlengkapan Makam Raja Amenhotep II di daerah yang disebut Wadi Al Muluk, Lembah Raja-Raja. (h/naz/ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar