Warga Aceh Singkil menuntut kembali hak atas tanah mereka seluas lebih kurang 7.000 hektar, yang kini dikuasai PT Ubertraco-Nafasindo, perusahaan perkebunan kelapa sawit asal Malaysia. Mereka berunjuk rasa di gedung DPR Aceh di Banda Aceh, Rabu (6/6/2012), dan membakar bendera Malaysia.
Pembakaran bendera itu sebagai wujud protes terhadap perusahaan asal Malaysia yang dinilai sewenang-wenang menguasai lahan mereka sejak tujuh tahun silam.
Koordinator pengunjuk rasa, Jirin mengatakan, ada sekitar 7.000 hektar lahan milik warga di lima kecamatan dan 22 desa di Aceh Singkil yang diambil oleh Ubertraco sejak tujuh tahun silam. Pengambilalihan tersebut dilakukan dengan alasan lahan yang dibuka oleh warga tersebut berada di dalam area hak guna usaha (HGU) perusahaan sawit asal Malaysia tersebut.
Adapun Ubertraco mendapat izin HGU di Aceh Singkil sejak akhir 1980-an. "Warga saat itu tak berani menolak karena ada aparat yang membantu perusahaan-perusahaan itu," ungkap Jirin.
Lahan seluas 7.000 hektar tersebut umumnya dibuka oleh warga dari semula hutan rakyat sejak awal 1990-an. Maka, sejak pengambilalihan paksa oleh PT Ubertraco-Nafasindo tersebut, terjadi sengketa lahan berkepanjangan.
"Saya beberapa kali didatangi aparat brimob, ditodong senjata agar saya tidak macam-macam. Yang lain juga diperlakukan demikian," kata Salimah (35), warga Desa Perangusan, Kecamatan Gunung Meriah, Singkil.
Untuk menyelesaikan konflik tersebut, pada tahun 2010, BPN Aceh bersama Pemkab Singkil, Pemprov Aceh, warga, dan PT Ubertraco-Nafasindo mengadakan pengukuran ulang tanah di lokasi yang disengketakan. Hasilnya, 7.000 hektar lahan yang dikuasai PT Ubertraco-Nafasindo itu berada di luar HGU mereka.
Pada 26 Desember 2011, Gubernur Aceh mengeluarkan surat rujukan berupa permintaan pengamanan kepada kepolisian untuk pemasangan tapal batas permanen lahan warga dengan PT Ubertraco. Tanggal 2 Januari 2012, Kepala Polda Aceh pun mengeluarkan surat tentang kesiapan polisi mengamankan pemasan tapal batas tersebut pada 22 Mei 2012.
"Sampai tanggal 22 Mei, BPN tak memasang tapal batas. Alasannya, kepolisian tidak memberi tanggapan terhadap permintaan BPN untuk mengamankan pemasangan tapal batas," kata Jirin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar