Banjir bandang pada Kamis (3/11) lalu telah menyisakan duka mendalam bagi Marini (59), warga Kayu Gadang, Nagari Surantih, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan. Rumah yang didirikan di pinggir Batang Surantiah itu telah lenyap disapu banjir bandang.
Marini yang telah ditinggal mati suaminya semnjak lima belas tahun lalu tersebut, kini hanya bisa mengurut dada. Harta bendanya telah lenyap tersapu banjir. Tidak ada yang disisakan bencana itu. Untuk tinggal dan menetap sementara, Marini terpaksa menumpang di rumah warga lainnya.
“Saya bersama 10 anak telah seminggu lebih menumpang di rumah tetangga milik Ujang. Sebenarnya malu, tapi mau apalagi, tempat tinggal tidak adalagi,” kata Marini di Kayu Gadang, Selasa (15/11).
Menurut Marini, semenjak harta bendanya hilang, ia memang telah mendapat bantuan beberapa liter bahan makanan, mi instan dan pakaian dari berbagai sumber, termasuk pemerintah.
Namun bantuan itu, hanya cukup untuk kebutuhan beberapa waktu saja. Marini mengaku, jiwa yang harus ditanggungnya sebanyak 10 orang yang terdiri dari anak-anaknya yang sebagian besar masih dalam usia sekolah. Jadi, nyaris sluruh kebutuhan dipenuhinya sendiri.
“Semenjak rumah habis dihondoh banjir, perasaan tidak enak bekerja. Bahkan, saya selalu teringat rumah yang telah hanyut terbawa air tersebut,” katanya.
Marini menyebutkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia bekerja sebagai buruh di kebun gambir milik masyarakat setempat. Satu hari kerja, oleh pemilik gambir ia di bayar upah sebesar Rp40.000. Masuk pagi, keluar sore hari.
“Namun kini tidak jarang ia hanya bekerja setengah hari saja dengan bayaran Rp30.000 atau Rp25.000. Setelah itu saya kembali mengemasi puing puing yang tersisa di bantaran Batang Surantiah. Sejumlah kayu yang tersisa masih bisa saya pungut,” katanya sambil menunjukkan sisa bekas rumahnya.
Menurutnya, dengan penghasilan seperti itulah ia menafkahi anggota keluarganya tersebut. Kadang cukup untuk makan, terkadang harus menahan lapar, jika terpaksangutang ke warga lainnya. Kini beban itu terasa sangat berat dipikulnya lantaran rumah tempat berteduh tidak ada lagi, ditambah tulang punggung keluarganya telah lama meninggal.
Marini hanya bisa mengeluh seorang diri atas nasib yang menimpanya. Ia berharap, pemerintah atau para dermawan mau membantu meringankan beban yang sedang ditanggungnya. “Paling tidak, kami sekeluarga punya tempat untuk berteduh jikala panas dan hujan,” katanya lagi.
Datuak Sili, tokoh masyarakat setempat menyebutkan, di sekitar Marini terdapat empat rumahyang hanyut disapu banjir. Maka seluruh keluarga tersebut sama sama dalam kesusahan.
“Kami berharap, jika ada bantuan yang datang mohon jangan terpaku pada satu titik atau satu kawasan saja. Tolong juga perhatikan kami yang di Kayu Gadang. Melihat dari kondisi perekonomian, maka yang paling menderita adalah Marini,”katanya menjelaskan.
Menurut Datuak Sili, selama bencana banjir kawasan selatan selalu menjadi fokus perhatian, sehingga bantuan yang datang kesisni sangat minus. “Warga hanya mendapat sedikit bantuan beras,” katanya. (Laporan Haridman Kambang)
(haluan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar