KOMPAS/AGUSTINUS HANDOKOPerbatasan RI-Malaysia
JAKARTA, KOMPAS.com — Warga pedalaman Kalimantan Timur di Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, kerap mendapat perlakuan tidak pantas bahkan dipukul oleh oknum tentara Malaysia di Bakalalan, Sarawak, yang berbatasan dengan perkampungan mereka.
Carolus Tuah, Direktur Eksekutif Pokja 30, yang aktif melakukan advokasi HAM dan antikorupsi di Samarinda, Selasa (18/10/2011), mengaku, banyak kasus kekerasan dan tindakan intimidasi menimpa warga Krayan yang didominasi etnis Dayak Lundaya.
Daerah tersebut terisolasi dan masyarakat setempat hanya memiliki akses berbelanja ke Bakalalan dan Bario di Sarawak. Krayan hanya bisa dijangkau dengan pesawat terbang perintis.
Terhadap informasi tersebut, Menteri Pertahanan Malaysia Dato' Seri Ahmad Zahid Hamidi dalam jumpa pers, Senin (17/10/2011), terkait patok perbatasan di Jakarta, meminta bukti konkret kalau ada penganiayaan terhadap WNI oleh oknum tentara Malaysia di Bakalalan.
"Silakan sebutkan siapa nama pelaku, pangkat, dan kapan peristiwa kekerasan terjadi. Saya tidak akan memberi toleransi dan akan langsung mengambil tindakan," kata Menhan Malaysia.
Pingsan dipukul
Dihubungi terpisah, Camat Krayan Samuel ST Padan mengaku, kekerasan yang terakhir berupa pemukulan hingga pingsan terjadi pada warga bernama Lepinus.
"Dia pulang belanja di Bakalalan, kemudian diajak ke warung oleh oknum askar Malaysia. Sewaktu dia pergi, tiba-tiba dikejar lalu dipukul sampai pingsan oleh oknum askar (tentara dalam bahasa Melayu). Dia divisum di Puskesmas Krayan, selanjutnya dibawa ke Rumah Sakit di Tarakan. Sampai sekarang tidak jelas kasusnya," kata Samuel.
Samuel mengaku sudah mengirim surat resmi ke Bupati Nunukan (ketika itu dijabat Achmad Hafidz). Namun, sampai kini tidak jelas kelanjutan penanganan kasus itu. Carolus Tuah yang asli pedalaman Kalimantan Timur mengaku, kasus kekerasan kerap menimpa warga pelintas batas tradisional ke Sarawak.
"Biasanya pelaku bukanlah askar tempatan (prajurit warga lokal Sabah atau Sarawak). Yang biasa berlaku keras adalah oknum askar dari Semenanjung," kata Tuah.
Selama ini, pos perbatasan resmi tidak kunjung dibangun oleh Pemerintah Indonesia di Long Bawan-Bakalalan sejak terakhir Kompas berkunjung ke Krayan tahun 2003. Padahal, daerah tersebut memiliki produk unggulan beras organik padi adan yang dijual di Malaysia sebagai beras Bakalalan dan juga dikonsumsi Sultan Brunei.
Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Kaltim Adri Paton yang dihubungi mengatakan, untuk membuka isolasi, tahun depan landasan di Bandara Datah Dawai, Kabupaten Kutai Barat, Long Nawang, di Kabupaten Malinau dan Long Bawan di Kabupaten Nunukan akan diperpanjang.
"Kita juga berharap ada pos perbatasan resmi seperti di Long Bawan untuk memudahkan masyarakat beraktivitas," ujar Paton. Paton enggan berkomentar soal keluhan warga atas tindak kekerasan yang dilakukan oknum tentara Malaysia di Bakalalan.
Banyak kasus kekerasan dan tindakan intimidasi menimpa warga Krayan yang didominasi etnis Dayak Lundaya.
-- Carolus Tuah
TERKAIT:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar