Muhammad Bayu Vesky
Tj. Haro - Namanya Aprilia Kartina. Dia merupakan calon alumni pertama SMPN 2 Luhak, Kabupaten Limapuluh Kota. Lia, begitulah sapaan akrab gadis kelahiran 1997 itu. Lia yang satu ini, bukan artis apalagi selebritis. Dia, juga bukan anak bangsawan. Kedua orangtuanya, hanya petani penggarap tanah milik orang lain.
Ya, orangtua Lia hanya petani. Ibunya bernama Dermiwati, 34. Sedangkan ayahnya bernama Astril. Rentang umur orangtua perempuan dan laki-laki Lia, terjalin panjang. Usia Astril saat ini, hampir 64 tahun. Sudah tua. Tapi, siapa menyangka, gadis miskin itu, mampu mengobati penat dan lelah orangtuanya seharian bekerja, dengan mengukir prestasi di cabang lari.
Bayangkan saja, di usianya yang ke-14 tahun, Lia sudah mengibarkan bendera Sumatra Barat di kancah nasional. Dia harumkan nama Ranah Minang. Berlusin medali, juga sudah dia genggam. Baik itu perak, perunggu maupun emas. Terakhir, Lia dinobatkan sebagai atlet tercepat pada nomor lari 800 meter atau meraih medali emas pada Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas), di Pekanbaru, Riau.
Dengan disandangnya medali emas oleh Lia, berarti di tahun 2011 ini, Lia merupakan pelajar SMP, pelari tercepat di Indonesia. Dia dengan sendirinya membuktikan kepada banyak orang, kalau faktor ekonomi bukan penghalang prestasi. Tapi, sebaliknya, penyemangat dan penguat. “Lia urang biaso e bang. (Lia hanya manusia biasa bang),” ujarnya.
Begitulah penggalan kalimat Lia, ketika berbincang dengan Singgalang di SMPN 2 Luhak, Jorong Tanjuang Haro, Nagari Sikabu-Kabu Padang Panjang, Kecamatan Luhak, didampingi Kepala SMPN 2 Luhak Masri, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Yatimmarnis dan Wakepsek Bidang Kurikulum, Okta Rizaldi, Senin (7/11) pagi.
Jika disimak, Lia pandai benar bertutur bahasa. Barangkali dia sadar, sebagai seorang anak petani, dirinya tidak wajar cengeng apalagi sampai jadi anak layangan (alay). Tidak. Tidak akan mungkin dia bisa. Medali yang diraihnya di sejumlah kejuaraan atletik, pun tidak sanggup membuatnya membusungkan dada. Padahal, jarak larinya mencapai ribuan meter. Dia ‘manusia’ pelajar tercepat.
Diantara medali yang dia raih, mulai dari medali perak lari 400 meter dan perunggu 800 meter saat Kejurda tahun 2010, medali perak lompat tinggi, emas estafet 4x400 meter Porprov 2010, medali emas lari 400 meter dan 800 meter dalam Popda 2011. Medali emas 200 meter dan perak 100 meter dalam Kejurda 2011, medali emas lari 1.500 meter dan perunggu estafet saat Popwil 2011.
Terakhir, Lia menyabet medali emas 800 meter dan perak 1.500 meter saat Popnas 2011 di Riau. Sayang sedikit, dari sederet penghargaan yang diterima Lia, tidak bersahut merdu oleh pemerintah daerah. Lia belum mendapatkan reward apapun dari Pemkab Limapuluh Kota, maupun Pemprov Sumbar. Padahal, prestasinya cukuplah gemilang.
Bahkan Lia sempat ditawari melanjutkan sekolah oleh panitia Popnas, untuk berlatih di sekolah atletik di Jakarta. “Indak ado reward tu do bang. Mudah-mudahan, kalua tahun iko bang. Soal e, Lia taragak jadi Polwan. Lia ingin manyambuang sikolah tinggi-tinggi. (Tidak ada reward tersebut bang. Mudah-mudahan, tahun ini keluar. Soalnya, Lia ingin jadi Polwan. Lia ingin menyambung sekolah tinggi-tinggi,” imbuhnya dengan nada polos.
Cita-cita Lia untuk menjadi Polisi Wanita (Polwan), tentu bukan mimpi. Itupun, kalau pemerintah daerah sadar, akan mahalnya harga sebuah prestasi.
“Lia taragak manyanagan urangtua. Lia indak ingin mode Uda Lia do. Inyo baronti sikolah, dek urang tuo kami indak ado biaya lai bang. (Lia ingin menyenangkan orangtua. Lia tidak ingin seperti Uda Lia. Dia (Uda), berhenti sekolah karena orangtua kami tidak punya biaya),” sambung dia.
Uda yang dimaksud Lia adalah, kakak sulungnya bernama Muhammad Isa. Kini, usia Isa 18 tahun. Terakhir sekolah, Isa mengeluti pendidikan di salah satu pondok pesantren, di Kabupaten Limapuluh Kota. Selain Uda, Lia juga punya adik bungsu. Namanya Divva Putri, 7 tahun. “Urangtuo Lia lah tuo bang. Lia takuik, indak manyambuang sikolah. (Orangtua Lia sudah tua bang. Lia takut tidak menyam bung sekolah),” tandas dia.
Bersamaan Lia, Kepsek SMPN 2 Luhak, Masri mengakui, tipikal anak didiknya tersebut, sangat membanggakan. Lia dikenalnya, sebagai siswar yang ramah, sopan dan pantang menyerah. Bahkan sepengetahun Masri, sebelum memakai sepeda motor orangtuanya (pembayaran kreditnya baru lunas-red) ke sekolah, Lia berjalan 4 kilometer dari kediamannya di Bukik Kanduang Nagari Sikabu-Kabu Kecamatan Luhak, menuju SMPN 2.
Tidak cukup di sana. Prestasi Lia menurut dia, tidak sebatas mengharumkan nama Sumbar saja. Lia menurut Masri telah membuktikan, kalau dari SMPN 2 Luhak yang notabene baru berdiri 2 tahun lebih 4 bulan, ada kaki-kaki lincah yang mampu menyumbangkan emas untuk daerah. “Sekolah kami ini, masih ‘balita’. Usianya belum sampai 3 tahun. Tapi, prestasi Alhamdulilah membangga kan,” jelas Masri. (*) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar