KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZESEmil Salim
DEPOK, KOMPAS.com - Dengan keprihatinan yang mendalam, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI), Emil Salim, mengaku telah mempelajari dampak dari tidak dijalankannya masa transisi dari sisi ketiadaan good governance dengan check and balances yang memadai.
Ia menjelaskan, organ Senat Akademi Universitas (SAU) yang keanggotaannya telah berakhir pada 17 Juli 2011 lalu dan dalam masa transisi masih bisa diisi oleh anggota baru dan dimungkinkan masih diperpanjang masa kerjanya, ternyata telah diubah pada 15 Mei 2011 menjadi Senat Universitas.
"Senat Universitas adalah suatu organ yang baru ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 66 tahun 2010 tanpa mengindahkan masa transisi," kata Emil, Senin (5/9/2011), di UI, Depok.
Ia menambahkan, karena tidak adanya perwakilan Senat Universitas dalam Majelis Wali Amanat (MWA) maka itu membuat prinsip partisipatori dalam pola good governance menjadi terpangkas dan terputus.
"Proses pemilihan dan penentuan anggota Senat Universitas harus diatur dalam Statuta UI yang sampai saat ini belum ada," ujarnya.
Hal serupa, Emil melanjutkan, kita temukan juga pada organ Dewan Guru Besar UI yang telah berakhir masa tugasnya sejak 24 Agustus 2011 dan memerlukan pemilihan baru atau perpanjangan masa kerja. Namun lagi-lagi Dewan Guru Besar mengalami kenyataan bahwa pekerjaannya tidak dilanjutkan karena tidak dikenal dalam PP no 66 tahun 2011.
"PP no 66 tahun 2011 itu diabaikan. Padahal bila masa kerja anggotanya habis, tidaklah berarti organnya dibubarkan," kata Emil.
Lebih jauh Emil membeberkan, konsep Statuta UI yang menyangkut karakter dan semangat UI telah diajukan kepada Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) tanpa konsultasi dan partisipasi transparan dengan MWA dan Dewan Guru Besar UI. Yang menarik adalah, konsep Statuta disampaikan kepada Mendiknas sebelum adanya PP tentang Status Hukum UI yang menjadi dasar pembuatan Statuta tersebut.
"Jika dipelajari konsep yang 'bocor' ke tangan di luar Mendiknas, maka dengan terkejut tercermin konsep pengambilan keputusan yang terpusat di satu tangan dan meredusir UI sebagai satuan kerja di lingkungan Kemdiknas. Kemanakah prinsip-prinsip tata kelola good governance?" ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, permasalahan yang ia singgung bukanlah masalah perorangan. Dirinya mengaku hanya ingin mengangkat roh UI yang telah diembannya selama puluhan tahun. "UI diselenggarakan berasaskan kemandirian moral untuk membangun perguruan tinggi sebagai kekuatan modal dalam membangun masyarakat yang demokratis dan mampu bersaing secara global," tandasnya.
Ia menjelaskan, organ Senat Akademi Universitas (SAU) yang keanggotaannya telah berakhir pada 17 Juli 2011 lalu dan dalam masa transisi masih bisa diisi oleh anggota baru dan dimungkinkan masih diperpanjang masa kerjanya, ternyata telah diubah pada 15 Mei 2011 menjadi Senat Universitas.
"Senat Universitas adalah suatu organ yang baru ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 66 tahun 2010 tanpa mengindahkan masa transisi," kata Emil, Senin (5/9/2011), di UI, Depok.
Ia menambahkan, karena tidak adanya perwakilan Senat Universitas dalam Majelis Wali Amanat (MWA) maka itu membuat prinsip partisipatori dalam pola good governance menjadi terpangkas dan terputus.
"Proses pemilihan dan penentuan anggota Senat Universitas harus diatur dalam Statuta UI yang sampai saat ini belum ada," ujarnya.
Hal serupa, Emil melanjutkan, kita temukan juga pada organ Dewan Guru Besar UI yang telah berakhir masa tugasnya sejak 24 Agustus 2011 dan memerlukan pemilihan baru atau perpanjangan masa kerja. Namun lagi-lagi Dewan Guru Besar mengalami kenyataan bahwa pekerjaannya tidak dilanjutkan karena tidak dikenal dalam PP no 66 tahun 2011.
"PP no 66 tahun 2011 itu diabaikan. Padahal bila masa kerja anggotanya habis, tidaklah berarti organnya dibubarkan," kata Emil.
Lebih jauh Emil membeberkan, konsep Statuta UI yang menyangkut karakter dan semangat UI telah diajukan kepada Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) tanpa konsultasi dan partisipasi transparan dengan MWA dan Dewan Guru Besar UI. Yang menarik adalah, konsep Statuta disampaikan kepada Mendiknas sebelum adanya PP tentang Status Hukum UI yang menjadi dasar pembuatan Statuta tersebut.
"Jika dipelajari konsep yang 'bocor' ke tangan di luar Mendiknas, maka dengan terkejut tercermin konsep pengambilan keputusan yang terpusat di satu tangan dan meredusir UI sebagai satuan kerja di lingkungan Kemdiknas. Kemanakah prinsip-prinsip tata kelola good governance?" ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, permasalahan yang ia singgung bukanlah masalah perorangan. Dirinya mengaku hanya ingin mengangkat roh UI yang telah diembannya selama puluhan tahun. "UI diselenggarakan berasaskan kemandirian moral untuk membangun perguruan tinggi sebagai kekuatan modal dalam membangun masyarakat yang demokratis dan mampu bersaing secara global," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar