PADANG, HALUAN — Fakultas Hukum Universitas Andalas (FHUA) meluncurkan 12 buku dalam rangkaian peringatan 60 tahun FHUA, Senin (5/9). Dari 12 buku dengan pelbagai tema itu, mengacu kepada perbaikan hukum di Indonesia.
Guru Besar Hukum Pidana Elwi Danil yang memberikan pengantar terhadap 12 buku itu menyebutkan, upaya penegakan hukum (terutama korupsi) di Indonesia, dihadapkan pada masalah mendasar yakni ketidaksamaan persepsi di antara penegak hukum, inkonsistensi dalam penegakan hukum, diskriminatif atau tebang pilih, penegakan hukum rentan intervensi, kurang memadainya partisipasi publik, dan mekanisme kontrol tidak berjalan dengan baik.
“Selama masalah ini tidak teratasi, selama itu pula kita akan mengalami kesulitan bahkan tidak akan pernah berhasil membersihkan bangsa ini dari tindak pidana korupsi,” katanya.
Menurut penulis buku ‘Korupsi: Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya’ ini, ironinya, pencegahan korupsi di Indonesia lebih banyak kepada penindakan, tidak pencegahan. Hal ini yang menyebabkan korupsi sulit dicegah.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein yang membicarakan mekanisme pemilihan calon eksekutif dan legislatif menyorot besarnya biaya yang dikeluarkan dalam Pemilu. Hal ini, katanya, memicu tingginya angka korupsi.
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini menyebutkan, akibat dari sistem itu, 200 kepala daerah menjadi tersangka dalam kasus korupsi dari 308 laporan yang masuk ke KPK. “Selama sistemnya masih seperti sekarang maka persoalan korupsi akan susah atau sulit dikurangi,” ujarnya.
Sistem Pemilu Indonesia selama ini, kata Yunus, memicu kandidat yang bertarung di arena politik mengeluarkan uang dalam jumlah besar. Hal itu yang membuat persoalan korupsi sulit untuk dikurangi karena para kandidat yang akhirnya menjabat akan berusaha mengembalikan uang yang terpakai untuk biaya selama mengikuti proses pemilu.
Selain Yunus Husein, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia Ade Alawi juga tampil sebagai salah seorang pembahas. Ade, dalam kesempatan itu membahas buku ‘Pemberantasan Terorisme’ yang ditulis Dosen Fakultas Hukum Unand Mardenis.
Buku ‘Pemberantasan Terorisme’ itu, menurut Ade, berusaha mengulas politik hukum pemberantasan terorisme yang dinilai sering tak menghormati hak asasi manusia (HAM), nilai demokrasi dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial.
“Saya tidak sepenuhnya setuju dengan Mardenis. Bicara soal pemberantasan terorisme, tidak bisa hanya dari perspektif HAM saja. Kita juga harus melihat bagaimana penyebaran bibit radikalisme yang meluas akhir-akhir ini, terutama di Jabodetabek. Tak boleh ada toleransi untuk terorisme,” ujarnya.
Dikatakan Ade, untuk memberantas terorisme perlu upaya prefentif, salah satunya melalui pendidikan multikulturalisme. Orang-orang yang terlibat terorisme, dalam pandangan Ade, merupakan kelompok yang antimultikulturalisme.
Tujuh buku yang ditulis dosen Hukum Tata Negara dibahas oleh Refli Harun. Salah satu buku yang dibahasnya adalah buku ‘Perubahan UUD 1945" yang ditulis Feri Amsari. Buku ini mengulas betapa hakim Mahkamah Konstitusi memiliki kekuasaan yang besar karena karena tafsir mereka terhadap konstitusi mempunyai nilai hukum.
“Dengan kekuasaan dan kewenangan sebesar itu, para hakim konstitusi seharusnya memenuhi syarat sebagai seorang negarawan,” kata Refly.
Selain bidang Hukum Tata Negara, Pidana, Perdata, juga diluncurkan buku yang bertema Lingkungan dan Adat. Dekan FHUA Yuliandri mengatakan peluncuran buku tersebut diharapkan dapat menjadi pemicu untuk meningkatkan sumbangan akademik demi perbaikan hukum di Indonesia. (h/adk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar